Bab 32

19.3K 2.5K 153
                                    

Happy reading, semoga suka. Jangan lupa vote dan komen yang banyak.

Penggemar cerita Sheikh dan Middle East, bisa main ke lapak ini juga ya. Fast update. 

Luv,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

_______________________________________________________________________________

_______________________________________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mereka pindah ke ruang duduk bersantai yang telah disiapkan para pelayan. Tampak di sudut ternyaman tersebar bantal-bantal empuk merah keemasan dengan guling-guling bernuansa hijau emerald keemasan dengan meja-meja rendah yang dipenuhi hidangan, beragam makanan dan minuman yang melimpah ruah.

Zayyeed duduk bersila dengan satu lutut ditekuk, jubah kebesarannya jatuh seperti pelindung mengelilingi tubuhnya sementara Hanaa yang mengenakan sutra merah muda tampak duduk canggung di sebelahnya. Musik dimainkan tak lama kemudian, lalu para penari bergerak masuk, berdiri di tengah karpet maroon keemasan yang dihadiahkan oleh salah satu bangsawan dari kerajaan tetangga, dan setelah memberi hormat, kesepuluh penari itu mulai melenggok.

Biasanya, Zayyeed akan menikmati hiburan semacam itu. Para penari seksi yang molek, musik yang indah, lekuk gemulai para penari juga jamuan nikmat yang melimpah ruah, semua itu seakan menjadi penghibur baginya di ujung hari yang berat. Dan tentu saja, Zayyeed dulu lebih tertarik melihat pertunjukan semacam ini daripada harus menerima perhatian tak putus dari para selirnya. Tapi kini, segalanya berbeda. Ia menyadari hal itu dan tak tahu harus merasa senang atau justru sebaliknya. Tak ada lagi pertunjukan yang jauh lebih menarik daripada makhluk yang sedang bertengger canggung di sebelahnya ini.

Zayyeed tak menikmati musik yang sedang dimainkan. Ia juga tak tertarik dengan lenggok indah para penari perut itu. Jamuan di depannya terasa biasa saja. Perhatian dan pikirannya ada di tempat lain. Ia melirik wanita yang ada di sampingnya itu tetapi Hanaa tidak sedang menatapnya. Dia tampak begitu khusyuk menikmati pertunjukan – entah Hanaa benar-benar menikmatinya atau wanita itu hanya berusaha menghindar bertatap dengannya, atau bisa jadi Hanaa gugup berada di dekatnya. Tapi bukankah itu pertanda baik? Seingatnya, Hanaa tak pernah gugup, wanita itu selalu galak dan bermulut tajam, jadi bila dia gugup, artinya Zayyeed berhasil mendesak pertahanannya. Apakah tadi malam telah mengubah sesuatu? Zayyeed yakin, sesuatu telah berubah di antara mereka.

Tersenyum kecil, Zayyeed merundukkan kepalanya ke arah wanita itu dan berbisik di dekat telinga Hanaa, sukses mengagetkan wanita itu. "Aku tidak tahu kau suka pertunjukan erotis semacam ini."

Kaget, wanita itu menoleh padanya. Wajahnya memerah cantik dan matanya melotot tak ramah. Ini, ini lebih seperti Hanaa yang dikenalnya. "Ke... kenapa memangnya? Kan kau yang meminta mereka menari, aku hanya terpaksa menemanimu."

Zayyeed berdecak halus. "Terpaksa?"

"Memangnya apalagi?" balas Hanaa ketus.

"Kenapa malam ini rasanya kau lebih galak dari yang sudah-sudah?" Dan tak tahan, Zayyeed kembali menambahkan, "Apa karena kau gugup berada di dekatku, Hanaa?"

Hanaa menatapnya sekilas lalu mengalihkan total ke depan sebelum menjawab. "Jangan berlebihan, Yang Mulia. Kenapa aku harus gugup?"

"Benarkah?"

Lalu tanpa peringatan, Zayyeed menjulurkan tangan untuk meraih dagu Hanaa dan membuat wanita itu tersentak kaget.

"Kau..."

"Tatap aku saat aku berbicara padamu, Hanaa."

Wajah mereka begitu dekat sehingga Zayyeed bisa melihat Hanaa begitu jelas, mempelajari perubahan ekspresinya bahkan bisa mendengar kesiap halus wanita itu. Lalu Hanaa memotong momen tersebut dengan sikap kasarnya, menepis tangan Zayyeed tanpa hormat dan menjauhkan wajahnya.

"Apa sih yang kau inginkan?" guman Hanaa. "Kalau kau punya banyak waktu, kenapa tidak mengunjungi selir-selirmu yang lain.

" Kenapa? Cemburu?"

Sebagai respon, Hanaa mendongakkan wajah dan tertawa pelan. "Jangan terlalu berharap, Yang Mulia. Nanti kau akan kecewa," ujar Hanaa sinis.

"Kurasa kaulah yang berharap."

Hanaa menghentikan tawanya dan menatap Zayyeed. "Apa?"

Zayyeed kembali mendekatkan jarak mereka dan menurunkan suaranya satu tingkat lebih pelan. "Kau pasti bertanya-tanya, apa yang kuinginkan? Apakah aku akan menciummu lagi? Atau mungkin kali ini aku akan memberi lebih."

Wajah cantik Hanaa kontan memerah dan tanpa sadar wanita itu membentak pelan. "Yang Mulia!"

Sebelum wanita itu meloncat berdiri, Zayyeed dengan cepat menggenggam tangannya, menekan tanpa kata, menahan Hanaa bergerak dari tempatnya.

"Bersikap baiklah," ucap Zayyeed pelan sementara para penari kini berpencar, membentuk kelompok dua-dua dan menari dengan lebih bertenaga ketika musik berubah mengentak dan iramanya menjadi lebih cepat dan intens. Hanaa tampak enggan, Zayyeed sempat berpikir kalau wanita itu tak akan mengindahkan peringatan halusnya tapi ia kemudian melihat bagaimana Hanaa berjuang mengendalikan dirinya.

"Pour me drink," lanjut Zayyeed kemudian dan kembali mempelajari ekspresi Hanaa.

"Kenapa aku harus?" debat Hanaa sambil berusaha melepaskan tangannya.

"Karena kau selirku," jawab Zayyeed halus. "Sudah menjadi tugasmu melayaniku."

Dan ia kembali menambahkan saat dilihatnya Hanaa akan segera membantah. "Tak ada gunanya berdebat. It won't change the fact. Kau adalah selir milikku, Hanaa. Now do it." Ia melepaskan tangan Hanaa lalu mendorong cangkirnya ke arah wanita itu.

Hanaa tahu kapan harus menyerah dan mundur dulu. Wanita itu tak mengatakan apapun tapi menuang teh ke dalam cangkir lalu dengan setengah hati mendorong kembali wadah tersebut ke hadapan Zayyeed. "Semoga lidahmu terbakar, Yang Mulia."

Zayyeed menatap Hanaa dengan kilat geli sebelum meledak dalam tawa. "One day... aku akan menempatkamu di bawah tubuhku dan mengajari mulutmu bagaimana memperlakukan seorang pria dengan manis."

"Kau..."

Ucapan Hanaa terpotong saat Zayyeed menjulurkan tangan untuk merengkuh pinggang ramping wanita itu dan merapatkan tubuh mereka. Hanaa terlalu kaget untuk bisa berkata-kata, kedua matanya melebar, seolah tak percaya kalau Zayyeed berani mempertontonkan kemesraan di depan publik. Sebelum Hanaa mendapatkan suaranya kembali, Zayyeed menyerukan perintah, menghentikan bunyi musik dan gerak para penari.

"Kalia semua, keluarlah. Aku ingin berduaan dengan Selir."

Serentak, semuanya memberi hormat lalu mundur keluar dengan cepat, menyisakan Nahla dan Azra yang keluar paling akhir sembari menutup pintu ruangan tersebut. Kini, hanya tinggal Zayyeed dan Hanaa. Berdua. 

The Sheikh's Love-SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang