Dua Puluh Lima

34.2K 3.3K 147
                                    

We are back ^^

Happy Weekend ya, tetap stay at home, stay safe semuanya, semoga cobaan ini cepat berlalu yah :)

Semoga pasangan ini bisa menghibur kamu, yes, emang singkat karena bab ini ya emang segini aja, jadi jangan cemberut ya, ikutin bab per bab sesuai alur :D dan emang cerita ini masih panjaaaang lagi, jadi bukan sengaja dibikin lambat atau sengaja diulur atau gmana, emang dipasin sama alur yang sudah dibuat, sesuai mood nulis saya untuk cerita ini.

Jangan lupa vote dan komennya juga ya ^^ sehat selalu

Oya, sekalian izinin promo, sementara waktu stay di rumah, yuk baca-baca ebook paling aman >.< bagi yang belum pernah baca karya saya yang ini, bisa silakan beli di google play. Ini cerita lama saya tapi yang sudah direvisi, mungkin udah pada punya bukunya kali ya.

 Ini cerita lama saya tapi yang sudah direvisi, mungkin udah pada punya bukunya kali ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Search aja pake kata kunci : carmen labohemian ATAU temporary lover

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Search aja pake kata kunci : carmen labohemian ATAU temporary lover

Ceritanya tema kontemporer ringan, romance erotis jadi sesuaikan sama umur kamu ya. Dan tentu saja happy endinglah, wkwkwk

Happy reading ya

You can find me at ig : carmenlabohemian

Luv,

Carmen

________________________________________________________________________________

"Bagaimana perkembangannya?"

Zayyeed menatap Mahmoed dari balik meja kerja bersepuh emasnya ketika pria itu berjalan mendekat. Pria yang lebih tua itu membungkuk sedikit memberi salam, dengan sebelah tangan menyilang di dada sebelum mulai menjawab pertanyaan yang dilontarkan padanya. "Seseorang dengan ciri-ciri yang mendekati Bruce terlihat di Amerika Selatan."

Alis Zayyeed terangkat. "Amerika Selatan? Sudah ditelusuri tepatnya dia berada?"

Mahmoed mengangguk. "Memang ini hanya dugaan awal, tapi ciri-cirinya mendekati pria itu. Setelah ditelusuri, jejak terakhirnya berada di Brazil."

"Brazil?" Zayyeed mendengus. "Kirim orang-orang kita ke sana sekarang juga. Aku butuh kepastian."

Mahmoed kembali mengangguk. "Sementara saya melaporkan ini pada Yang Mulia, mereka sudah dalam perjalanan menuju Brazil. Kita akan mendengar kabar secepat mungkin."

"Bagus," ucap Zayyeed.

"Juga ada laporan tambahan."

"Apa itu?"

"Sejauh ini, kasus terorisme ini tidak berhasil dikaitkan dengan kelompok Al-Hasyeem."

Zayyeed sebenarnya sudah menduga. Kelompok radikal seperti Al-Hasyeem tidak akan membuang waktu dengan merencanakan pemboman seperti tempo hari. Terlalu sederhana, terlalu ceroboh, rentan gagal dan korbannya jelas tidak cukup banyak. Target Al-Hasyeem lebih tinggi dari itu, yang menjadikannya sebagai kelompok paling berbahaya, sisa-sisa pengikut dan pendukung pemerintahan terdahulu.

"Invasi asing?" Zayyeed juga tidak menyukai kemungkinan itu, tapi ia harus memastikannya.

"Belum ada bukti yang mengarah ke sana, Yang Mulia."

"Kuncinya ada pada pria itu. Dapatkan dia segera sebelum dia benar-benar menghilang. Kalau kita mendapatkannya, kita akan mendapatkan jawaban yang kita cari."

"Baik, Yang Mulia. Kita pasti akan mendapatkannya."

Zayyeed mengangguk. Ia tidak ragu pada Mahmoed dan juga tim yang telah dibentuknya. "Bagus."

"Kalau tidak ada hal lainnya, saya undur diri, Yang Mulia."

Mahmoed membungkuk untuk memberi hormat dan melangkah mundur sebelum berbalik. Namun, panggilan Zayyeed menghentikan langkahnya segera dan pria ity berbalik.

"Ya, Yang Mulia?"

"Kau tahu, kau satu-satunya orang yang sering kumintai pendapat selain penasihatku?"

Mahmoed kembali membungkuk sebelum menanggapi. "Itu adalah pujian yang tidak pantas saya terima, Yang Mulia. Adalah kehormatan besar bagi saya bisa melayani Anda, Yang Mulia dan menjadi berguna untuk Anda."

"Kalau begitu, katakan padaku, bagaimana pendapatmu tentang Selir Ameera," ungkap Zayyeed tenang, menatap pria itu dari tempat duduknya dan mempelajari ekspresi Mahmoed.

"Selir Ameera, Yang Mulia?" ulang Mahmoed bingung.

"Ya," jawab Zayyeed singkat.

"Maafkan saya, Yang Mulia. Tapi saya rasa saya tidak pantas memberi pendapat tentang selir Yang Mulia."

"Jika aku yang bertanya, tentu kau pantas."

"Jika Anda bersikeras, Yang Mulia."

"Ya."

Mahmoed membungkuk sekali lagi. "Maafkan jika ada kata-kata saya yang nantinya kurang berkenan, tapi saya tidak akan mengatakan apapun selain pendapat saya yang sejujur-jujurnya, Yang Mulia."

Zayyeed mengangguk tidak sabar. "Aku tidak meminta yang lebih dari itu."

"Dalam pandangan saya, Selir Ameera adalah sosok yang tak bercela, Yang Mulia. Jika ini mengenai rumor Ratu Zaazabyeer, saya rasa tidak ada sosok yang lebih pantas. Selir Ameera cerdas, pintar, berpengetahuan luas, juga cantik dan datang dari keluarga bangsawan terhormat. Beliau juga sudah lama melayani Yang Mulia, kesetiaannya sudah pasti tidak perlu diragukan, Beliau juga mengerti kehidupan istana dengan baik dan menguasai aturan serta etika. Menurut saya, Selir Ameera memang paling pantas mendampingi Anda."

"Tapi kenapa sepertinya aku mendengar kata tetapi..."

"Jika Anda mencari pasangan yang pantas, Selir Ameera tidak diragukan adalah yang terpantas. Tapi seorang ratu adalah pendamping seorang raja, sosok yang akan menemani Anda tidak hanya di mata publik tetapi dalam segala hal. Saya rasa Anda lebih dari berhak menentukan calon ratu masa depan Anda, Yang Mulia. Anda bukan lagi penguasa baru seperti sepuluh tahun yang lalu. Anda penting bagi Zaazabyeer, jadi siapapun yang kelak Anda pilih, saya yakin rakyat Zaazabyeer akan mendukung sepenuhnya." 

The Sheikh's Love-SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang