Dua puluh enam

33K 3.2K 147
                                    

Halooo, apa kabar? Semoga sehat selalu yaa :)

Yes i know, its been a while, tapi cerita ini memang butuh waktu lebih lama menulisnya, lebih serius, harus lebih fokus. Semoga kamu yang baca juga bisa menikmati. Jangan lupa vote dan komennya ya.

Dan numpang promo yaaa. My newest ebook.

Kalau bisa belinya pakai gopay karena ada cashback sampai 100% atau bikin gmail baru beberapa biji, setelah dua tiga hari coba login tuh ke playstore, biasa bakal dapat potongan kredit, lumayan lho 25

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau bisa belinya pakai gopay karena ada cashback sampai 100% atau bikin gmail baru beberapa biji, setelah dua tiga hari coba login tuh ke playstore, biasa bakal dapat potongan kredit, lumayan lho 25.000 ampe 40.000, kalau semua email dapat duh kam asek wkwkwkwk

Anyway, happy reading

Luv
Carmen

______________________________________________

Pria itu benar.

Rumor tentang mereka beredar cepat. Secepat dan sekuat angin gurun yang beredar di tempat ini, menurut Ana-Maria.

Bagaimana bisa, ketika bangun keesokan paginya, tidak butuh setengah hari sebelum kabar itu beredar cepat. Bahwa Ana-Maria sudah menjadi milik sang raja penguasa pada pasir ini.

Itu menjijikkan! Milik sang raja? Ana-Maria bukan salah satu koleksi pria itu dan ia tidak mau dicap seperti itu.

Pria itu memang bajingan, raja ataupun bukan, tak ada bedanya bagi Ana-Maria - Zayyeed hanya sekadar pria mesum.

Tapi ia juga tidak bisa mengelak. Pria itu tidur semalaman di ranjangnya dan Ana-Maria juga tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya, jadi ia harus kuat menulikan telinga ketika para pelayan pribadinya menggoda dengan nada gembira yang tidak ditutup-tutupi. Bagi mereka, segera, Ana-Maria akan menjadi selir kesayangan sang raja.

Ana-Maria menghela napas dalam ketika mendengar kasak-kusuk menyebalkan itu. Saat ini, ia tidak mempercayai siapapun, bahkan kedua pelayan pribadinya ini bisa jadi adalah mata-mata yang dipasang saja raja. Dulu ia memang ceroboh, tapi sekarang tidak lagi. Dan bisa saja, di dalam bangunan serasa istana yang saat ini ditempatinya, para pelayan berkeliaran di sekitarnya mungkin saja adalah mata-mata selir-selir lainnya - jika tidak, bagaimana mungkin seluruh istana harem yang luas dan besar ini bisa mengetahui bahwa Ana-Maria sudah tidur bersama sang raja.

My Dear God! Habislah reputasinya.

Tapi kemudian Ana-Maria teringat, reputasi apalagi yang dimilikinya, ia sudah menyandang status sebagai selir pria itu.

This is disaster.

Sekarang, ia tidak ingin mulai membenci Bruce. But damn, di mana pria itu ketika Ana-Maria paling membutuhkannya? Ia mempercayai pria itu dengan nyawanya, mungkin itulah kesalahannya. Ana-Maria terlalu gampang percaya, hal ini harus mulai berubah.

Trust no one, especially in this palace. Kira-kira seperti itulah pesan tersirat sang raja. Walaupun tidak benar-benar setuju, Ana-Maria merasa pria itu ada benarnya.

Oh Tuhan, apakah berarti ia mulai melunak? Bisa-bisanya Ana-Maria mengaku bahwa pria itu benar.

Apakah karena semalam ia jatuh terlelap begitu dalam untuk pertama kalinya, sejak kejadian mengerikan itu? Apakah karena lengan-lengan kuat itu yang memberinya kenyamanan dan rasa aman sehingga Ana-Maria tidak benar-benar menolak keberadaan pria itu di sampingnya?

Omong kosong!!! Apa yang dipikirkannya?! Tentu saja bukan seperti itu. Ia tertidur karena kelelahan. Dan satu-satunya alasan Ana-Maria membiarkan pria itu berbaring di sampingnya dan memeluknya, itu karena ia malas berdebat dengan pria mesum tersebut.

Tapi jantungnya berdebar kuat ketika ia terbangun dan mendapati pria itu sedang menatapnya.

Tentu saja, tapi itu karena ia terkejut! Ia terkejut ditatap seperti itu, terlebih Ana-Maria terkejut karena ia terbangun dalam pelukan pria itu.

Matanya dalam menyihir...

Hah! Yang benar saja.

Wajahnya tampan, Ana-Maria tidak bisa memungkirinya. Seolah dipahat oleh seniman terbaik, segalanya terletak sempurna.

Tapi sifat pria iti hancur-hancuran, batin Ana-Maria, jadi seraut wajah menawan saja tidak sempurna.

Tapi tubuh besarnya hangat, memberi rasa aman dan caranya menatap Ana-Maria membuat Ana-Maria merasa seolah pria itu akan melahapnya bulat-bulat.

Oh Tuhan, apa yang terjadi padanya? Apa ia sudah gila?!!!

"My Lady, kenapa wajah Anda merona seperti itu?"

"Ap... apa?" gelagapan, Ana-Maria berusaha menatap dirinya pada bayangan di cermin.

Nahla berdecak keras dari sampingnya sementara tangannya tetap sibuk menyisir rambut pirang Ana-Maria. "Hush, kau benar-benar tidak sensitif. Tentu saja My Lady sedang memikirkan malam yang dihabiskannya bersama Yang Mulia."

"Ohh!" Azra berseru malu dan wajahnya ikut merona sementara Ana-Maria memaki dalam diam.

"Jangan berkata sembarangan, itu tidak benar, Nahla!"

"Oh, My Lady, Anda sungguh tidak perlu malu," ujar Nahla lagi. "Ini adalah kebanggaan dan kehormatan. Lagipula, jika Anda menjadi selir favorit, jalan untuk menjadi Ratu Zaazabyeer akan terbuka lebar."

"Ra... Ratu?" Ana-Maria berusaha untuk tidak mual.

Kali ini Azra mengangguk bersemangat. "Ya, itu benar, My Lady. Yang Mulia akan segera memilih seorang ratu. Persaingan di Istana Harem akan segera dimulai. Jika Anda berhasil menjadi selir favorit, maka kesempatan Anda untuk terpilih akan kian besar."

Tidak, Ana-Maria tidak ingin terjun dalam persaingan apapun.

"Pakaian apa yang ingin Anda kenakan nanti malam, My Lady?"

"Huh?" Ana-Maria menoleh pada Nahla, bingung dengan pergantian topik yang tiba-tiba itu.

"Oh My Lady," tanggap Nahla setengah gemas. "Tentu saja untuk menyambut Yang Mulia."

Apa?

Belum sempat ia menjawa, Azra langsung menyambung cepat. "Saya akan meminta staf dapur untuk menyiapkan semua menu favorit Yang Mulia malam ini, sementara kami menyiapkan Anda untuk menyambut Yang Mulia nanti malam."

Ana-Maria menggeleng. Ini tidak benar.

"Tidak."

"Ya, My Lady?"

Ana-Maria bergegas berdiri dan mengusir kedua pelayan tersebut. Sungguh, ia tidak sanggup lagi mendengar keduanya membahas hal seperti ini dengan semangat yang menggebu-gebu. Ia ingin sendirian.

"Keluarlah."

Ana-Maria mendorong keduanya.

"Tapi, My Lady, kami harus..."

Ana-Maria memotong ucapan itu cepat. "Tidak perlu," tegasnya.

Baik Nahla maupun Azra tampak bingung.

"Juga tidak perlu menyiapkan makan malam spesial, aku tidak butuh bersiap-siap dan Yang Mulia tidak akan datang malam ini, oke?" sambil berkata seperti itu, Ana-Maria berhasil menggiring keduanya keluar kamar lalu menutup pintu serta menguncinya rapat.

Ia menambahkan dalam hati, bahwa pria itu tidak akan datang lagi untuk waktu yang sangat... sangat lama, setidaknya sampai Ana-Maria bisa mengontrol diri.

The Sheikh's Love-SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang