Bab 47 B

9.4K 1.2K 22
                                    

Happy reading, semoga suka.

Bab 60 sudah update di Karyakarsa ya.

Akun Karyakarsa: Carmenlabohemian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Akun Karyakarsa: Carmenlabohemian

Luv,
Carmen

_________________________________________

Mereka berkeliling beberapa lama. Sebagian dari mereka penasaran pada wanita itu. Selama ini Zayyeed tidak pernah membawa wanita dalam acara apapun. Banyak yang bertanya-tanya siapa wanita cantik yang digandeng Zayyeed, namun ia hanya berkenan membahas tentang kepentingan negara mereka.

Zayyeed tahu kalau Hanaa lega karena tidak disulitkan dengan pertanyaan. Tentu saja tidak ada yang berani membuka pembicaraan dengan wanita dari pemimpin sebuah negara yang dikenal sangat tertutup serta tradisional.

Saat musik Strauss dimainkan, Zayyeed mengejutkan Hanaa dengan meraup pinggang wanita itu lalu menariknya mendekat.

"Ya... Yang Mulia."

"May i have this waltz with you, Hanaa?" Zayyeed bertanya sambil menatap ke dalam mata wanita itu. Betapa ia ingin tersesat di dalamnya.

"Ap... apa? Waltz?" bisik wanita itu setengah terengah.

"Ya."

"Tapi... tapi aku tidak bisa... berdansa Waltz."

Sudut bibir Zayyeed berkedut oleh senyuman. "Tidak masalah. I can lead you."

Zayyeed tak memberi Hanaa kesempatan menolak. Setengah memaksa, ia menggiring wanita itu ke dance hall.

"I really don't know how to..."

"Come on, Hanaa. Just relax. Ke mana perginya Hanaa yang keras kepala dan berkeinginan kuat?" goda Zayyeed.

Mereka kini berdiri berhadapan di dance hall. Hanaa tampak enggan dan tak yakin tapi Zayyeed bersikeras.

"Aku akan menginjak kakimu nanti."

"Aku tak keberatan, Hanaa," ujar Zayyeed. "Sekarang letakkan tangan kirimu di bahuku. Nah seperti ini."

Ia mengatur tinggi siku Hanaa sebelum meraih tangan kanan wanita itu dan menggenggamnya.

"Siap?" tanya Zayyeed. "Ingat, saat aku melangkah maju, kau harus mundur selangkah dengan kaki kanan lalu ke samping dan kemudian rapatkan kaki kirimu ke kaki kanan. Just follow my lead, oke?"

"Tunggu... tunggu... bagaimana?"

Zayyeed suka melihat sisi Hanaa yang ini. Ia suka melihat wanita itu bingung dan tak yakin lalu harus bergantung padanya, bahkan jika hal itu sesederhana seperti sebuah tarian waltz.

"Kita pelan-pelan saja, sampai kau terbiasa, oke?"

Tidak sampai lima belas menit, Hanaa sudah luwes di dalam pelukannya. Wanita itu bahkan tertawa senang sejenak ketika Zayyeed menantangnya untuk melakukan gerakan yang lebih sulit.

"Ayolah," pujuk Zayyeed.

"Kau akan sangat malu jika aku gagal dan menginjakmu lalu menabrakmu dan kita berdua terjengkang ke lantai."

"Oh, i want to at least experience it." Lalu dengan aba-aba singkat ia memutar wanita itu, sekali, dua kali dan menarik Hanaa dalam pelukannya sesaat sebelum wanita itu benar-benar terjengkang.

"Oh, hampir saja!" bentak Hanaa dengan wajah memerah malu. "Aku benar-benar akan membunuhmu jika sampai membuatku terjatuh, Yang Mulia."

Dada Zayyeed bergemuruh oleh tawa saat ia memeluk Hanaa lebih erat. "Sudah kukatakan Hanaa, kau aman bersamaku. I won't let you fall."

Hanaa mendengus pelan walau wajahnya merona. "Simpan saja rayuan Anda untuk selir Anda yang lain, Yang Mulia."

Zayyeed menunduk sedikit agar ia bisa menatap mata Hanaa lebih lekat. "Bukankah sudah kukatakan, tak ada satu selirku yang lain yang bisa dibandingkan denganmu."

Hanaa mencibir pelan. "Memangnya apa istimewanya aku?"

"Karena kau adalah Hanaa. Itu saja."

"Kurasa Yang Mulia memang spesialis dalam membuat hati para wanita berdebar, bukan?"

Mereka tak lagi peduli dengan musik waltz, ataupun langkah waltz yang mengikuti ketukan musik, atau pasangan lain yang tengah berputar. Mereka berdansa sesuai suasana hati mereka, saling berpelukan, intim dan hanya mengikuti irama detakan jantung mereka.

"Apa aku membuatmu berdebar, Hanaa?" bisik Zayyeed akhirnya.

Hanaa kemudian menjawab. "Itu karena Anda curang, Yang Mulia."

Entah sejak kapan mereka sudah nyaris mencapai balkon. Zayyeed lalu menjauhkan diri sejenak lalu menarik tangan wanita itu dan berjalan cepat mencapai balkon. Ia membawa wanita itu ke sudut, ke keremangan sepi yang menyediakan sedikit privasi bagi mereka. Jantungnya berdebar begitu kencang saat ia memerangkap wanita itu ke dinding dan membingkai wajah cantik itu dengan penuh damba.

"Aku akan bersikap lebih curang lagi, Hanaa," bisiknya serak. Matanya memaku Hanaa.

"Se... seperti apa?" balas wanita itu dengan suara lirih.

"Menciummu hingga kita berdua gila, persis seperti yang ingin kulakukan kali pertama aku melihatmu, Hanaa."

Hanaa hanya menatapnya. Seolah setengah tersihir. Ia bisa melihat tatapan wanita itu yang kemudian jatuh ke bibirnya. Ia tahu wanita itu menginginkannya seperti ia menginginkan Hanaa. Perasaan mereka bersambut entah Hanaa bersedia mengakuinya ataupun tidak. Ia kemudian mengelus bibir Hanaa lembut sebelum menunduk untuk mengecupnya.

"See? Tidak peduli berapa kali aku menciummu, aku selalu menginginkannya lagi setelah itu."

Zayyeed lalu menekan bibir Hanaa lembut. Telinganya menangkap desah halus wanita itu saat Zayyeed membelai bibir bawahnya. Ia mengecup pelan, nyaris khidmat, perlahan-lahan menelusuri dan mengusap sudut-sudutnya. Zayyeed mengecup kecil, sudut bibir Hanaa, bibir atasnya, sudut yang lain, bibir bawahnya lalu lidahnya membelai.

"Ah..."

Desahan Hanaa ditangkapnya sebagai isyarat. Wanita itu membuka bibir dan Zayyeed menelusupkan lidahnya ke dalam. Ia menari dengan ketukan dan irama, bersanding dengan lidah Hanaa yang mencoba mencari jawaban. Mereka melebur dalam dahaga, saling menggoda dan merayu, saling menilai dan saling beradu. Bagi Zayyeed, bibir dan mulut Hanaa laksana madu paling manis, ia ingin mengecapnya lagi dan lagi sampai waktu tak terbatas. Ia mungkin akan benar-benar mencium Hanaa hingga mereka kehabisan napas jika ia tak mendengar panggilan asistennya.

"Yang Mulia? Yang Mulia, apakah Anda ada di balkon?"

Zayyeed dengan cepat memutuskan ciumannya dan menegakkan tubuh.

"Yang Mulia?" Pria itu kembali memanggilnya, jelas tak berani menjejakkan kaki ke balkon.

"Ya," sahut Zayyeed sambil meluruskan pakaiannya. Ia menoleh sejenak pada Hanaa. "Tunggu di sini."

Zayyeed berjalan menuju pintu balkon dan menemukan asistennya berdiri di sana.

"Yang Mulia," sapanya begitu Zayyeed muncul.

"Ada apa?"

Pria itu mendekat dan berbisik padanya. Zayyeed kemudian mengangguk. "Oke, aku akan segera ke sana."

Ia lalu berbalik dan berjalan mendekati Hanaa yang masih menunggu. Zayyeed menjulurkan tangan lalu bertanya pada wanita itu. "Do you trust me, Hanaa?"

Wanita itu meraih tangannya lalu menjawab. "Ya, Yang Mulia."

Zayyeed mengangguk lalu tersenyum puas. "Follow me then."

The Sheikh's Love-SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang