Bab 50 A

8.6K 1K 19
                                    

Happy reading, semoga suka.

Bab 66-67 sudah update di Karyakarsa.


Pembelian sebaiknya via website: www.karyakarsa.com
Klik kotak koin dan lanjut payment (tidak perlu isi koin)

Enjoy

Luv,
Carmen

___________________________________________

Mereka tiba di rumah yang dimaksud, sebuah rumah yang berfungsi sebagai safe house di sebuah pemukiman kelas menengah yang tenang dan mudah dijangkau. Begitu mobil Zayyeed meluncur masuk ke dalam garasi, pintu itu tertutup kembali. Saat keluar, ia sudah disambut oleh Zameer.

"Selamat datang, Yang Mulia," sambut pria itu sambil sedikit membungkukkan diri.

Zayyeed hanya mengangguk.

"Di mana dia?" tanyanya langsung.

"This way, Yang Mulia."

Zayyeed mengikuti Zameer yang mengarahkannya ke dalam lalu melewati sebuah pintu dan berhenti di lorong tersebut. Pintu tersembunyi itu nyaris tak kelihatan, menyatu dengan dinding tapi saat tombol ditekan, dinding itu membuka dan sebuah tangga terlihat mengarah ke bawah.

"Silakan, Yang Mulia."

Zayyeed mengangguk lalu menuruni tangga tersebut. Ia berhenti ketika mencapai pintu lain dan menunggu penghalang itu dibuka. Di tengah ruangan itu, seorang laki-laki diikat ke kursi, dengan mulut disumpal dan mata ditutup kain hitam. Tak terlihat gerakan saat mereka masuk, seolah pria itu tak peduli siapa yang sedang mendekatinya.

"Dia menolak mengatakan apapun."

Zayyeed hanya mengangguk.

"Lepaskan kain di mulut dan matanya," perintah Zayyeed.

"Tapi... "

"Lakukan saja."

Jika pria itu tak ingin berbicara tak peduli cara apapun yang telah ditempuh, mungkin dia menginginkan sesuatu yang lain. Lagipula, Zayyeed ingin sekali bertatap mata dengan Bruce Landon dan melihat sendiri pria seperti apakah yang telah membuat Hanaa-nya begitu merana. Bruce yang diagung-agungkan Hanaa, Bruce yang walau telah mengkhianati wanita itu, tapi Hanaa masih ingin mempercayainya, Bruce yang ingin sekali Zayyeed robek perlahan-lahan agar pria itu mengerti penderitaan seperti apa yang telah dibawanya pada Hanaa.

Pria itu menggerakkan tubuhnya kuat dan berteriak teredam ke dalam kain yang menyumpalnya ketika Zameer berkutat melepaskan sumpalannya. Pria itu memaki kasar saat kain itu lepas dari mulutnya sembari menghirup udara sedalam-dalamnya dari mulutnya.

"Terkutuk!" Bruce Landon bernapas berat. "Sampai kapan kalian ingin mengikatku seperti ini!"

Ucapannya mendapatkan hadiah berupa pukulan di kepalanya. "Quiet! Kau tidak berbicara ketika tak diizinkan." Lalu satu pukulan lagi mendarat di puncak kepala Bruce. Pria itu memaki-maki tetapi terdiam kembali saat Zameer melayangkan pukulan ketiga.

"Cukup," ujar Zayyeed tenang. "Kau tidak ingin membuatnya gegar otak."

Kain penutup matanya dibuka dan pria itu mengerjap-ngerjap untuk menyesuaikan matanya dengan ruangan putih berpenerangan terang itu. Butuh waktu beberapa saat sebelum tatapan pria itu fokus. Dan dia menatap Zayyeed yang sudah berdiri di hadapannya sementara Zameer berjaga di samping pria itu.

"Dan siapa lagi ini?" dengusnya, tampak berusaha terlihat setegar dan sekuat mungkin. "Apa lagi yang akan kalian lakukan padaku? Tidak puas mengikatku? Tidak puas mencekokiku dengan air hingga aku nyaris mati? Tidak puas memukuliku?"

"Stop." Zayyeed mengangkat tangan untuk menghentikan Zameer mematahkan tulang leher Bruce.

Pria itu menurut. Namun tatapan marahnya terarah pada Bruce Landon. "Jaga bicaramu. Beliau adalah Raja Zaazabyeer. Kalau kau tidak hati-hati, berikutnya aku akan merobek mulutmu."

Zayyeed tahu Zameer tidak sungguh-sungguh, tapi pria itu bisa benar-benar meyakinkan.

"Address him properly."

Sementara Zameer bermain-main dengan nyali Bruce Landon, Zayyeed menatap pria itu. Bruce Landon tampak jauh berbeda dari foto-fotonya, Bruce Landon yang saat ini duduk terikat di hadapannya tak lebih seperti seorang pecundang kalah. Dia tampak kotor dan tak terurus, cambang dan janggutnya mulai tumbuh tak beraturan, salah satu matanya biru, sudut bibirnya memperlihatkan luka yang sudah mulai mengering, rahangnya juga lebam, matanya lelah dan kurang tidur, Zameer telah nemastikan ruangan putih ini memiliki penerangan selama 24 jam.

Apa reaksi Hanaa jika melihat kondisi Bruce sekarang? Jijikkah? Bencikah? Atau wanita itu malah kasihan? Mungkin saja Hanaa akan marah pada cara Zayyeed memperlakukan pria itu.

Zayyeed mengepalkan tangan dan menahan diri. Jika diturunkan hati, tentu saja ia dengan senang hati menghajar Bruce. Beberapa tulang yang patah dan retak tidak akan membunuh pria itu. Bruce Landon layak mendapatkannya. Tapi ia adalah seorang penguasa, yang berusaha untuk tampil beradab, mereka memiliki sistem dan cara kerja, menghajar seorang tahanan tanpa alasan yang jelas hanya untuk memuaskan kemarahan pribadinya, hal itu tidak boleh sampai terjadi. Zayyeed tidak mau melanggar batasan hukum yang telah ditentukannya.

Lagipula, Bruce Landon hanyalah seorang pecundang. Zayyeed adalah seorang penguasa mulia. Mereka tidak sebanding. Zayyeed tak sudi mengotori tangannya.

"Akhirnya kita bertemu juga, Bruce Landon."

"Aku tidak tahu kalau aku sangat populer... Yang Mulia," tambahnya buru-buru saat melihat Zameer bergerak pelan.

"Kau cukup sulit ditemukan."

Bruce tertawa gugup. "Aku lebih senang jika Anda tidak menemukanku."

"Setelah mencoba meledakkanku, kau benar-benar punya nyali untuk berkata seperti itu. Seharusnya aku langsung menyeret dan menggantungmu."

Wajah pria itu berkedut samar. "Lalu kenapa Anda tidak melakukannya? Buat apa menaruhku di sini, berlama-lama dan mengulur waktu padahal Anda bisa langsung mengadili dan menjatuhkan hukuman padaku. Aku tidak akan bisa lari dari tuduhan," ucap pria itu pahit.

Zayyeed ingin menjawab, bahwa ia belum bisa. Karena begitu Bruce Landon tertangkap resmi, it's like a game over for him and Hanaa. Permainan kecil mereka akan usai karena Hanaa akan menuntut kebebasannya.

"Benarkah itu yang kau inginkan?"

The Sheikh's Love-SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang