Dua puluh delapan

27.7K 3.1K 187
                                    

Happy reading,

Iyes, i know. It's been a while, u would say it's short but please i've tried my best hehe so pleaseee jgn komplen ya. And probably next will be faster haha...

Enjoy the story.

Jangan lupa vote dan komen ya biar semangat dikit buat nulis lebih cepat dan update wkwkwk...

Bisa main juga ke lapak cerita baru saya, kalau yang ini sih fast update karena ceritanya emang ringan ga njelimet wkwk..

Bisa main juga ke lapak cerita baru saya, kalau yang ini sih fast update karena ceritanya emang ringan ga njelimet wkwk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Stay safe and healthy.

Luv,
Carmen

____________________________

Zayyeed merindukan wanita itu.

Setelah berusaha menahan diri, ia menyerah. Beberapa hari tidak bertemu Hanaa, membuatnya gelisah. Ia tahu, sikapnya itu memalukan, persis seperti remaja kasmaran tapi apa yang bisa dilakukannya - Zayyeed benar-benar merindukan Hanaa dan ia butuh melihat wanita itu, mendengar suaranya, ucapan sinis dan kasar wanita itu, bahkan penolakannya. Semua itu hanya membuat Zayyeed semakin bersemangat dan semakin tertarik pada selir pilihannya tersebut.

Selir?

Tanpa sadar, Zayyeed mendengus pelan. Namanya saja Hanaa adalah selirnya, tapi wanita itu bersikap seolah Zayyeed adalah pria menyebalkan dan bukannya seorang penguasa yang dimuliakan.

Tapi tetap saja, tidak peduli setajam apapun mulut Hanaa, Zayyeed tidak bisa berhenti memikirkannya.

Jadi, ia datang kembali dan walaupun tahu bahwa hanya penolakan yang akan diterimanya, Zayyeed tidak berhenti mencari alasan untuk datang.

Namun ia harus kecewa ketika mendapati Hanaa tidak berada di kediamannya. Para pelayan berkata bahwa wanita itu mengunjungi Aaliyah dan meski kedengarannya sinting, Zayyeed cemburu. Hah! Ia cemburu pada selirnya sendiri karena Hanaa lebih memilih menghabiskan waktu bersama Aaliyah daripada dirinya. Apa yang dimiliki Aaliyah yang membuat Hanaa begitu mudah menyukainya?

Namun tak mengapa, ia pria yang sabar. Jadi, ia akan menunggu sampai Hanaa kembali. Setelah melarang para pelayan untuk menjemput Hanaa, Zayyeed berkata bahwa ia akan menunggu sampai wanita itu pulang.

Tak pelak ia juga bertanya-tanya, apa yang didiskusikan wanita itu bersama Aaliyah? Seingatnya, Aaliyah wanita yang pemalu dan pendiam, yang tampaknya selalu gugup berada bersama siapapun. Mungkin, Hanaa menemukan kenyamanan karena sikap Aaliyah, mungkin para selir yang lain membuatnya merasa terintimidasi - walaupun sebenarnya tak ada alasan bagi Hanaa untuk merasa seperti itu.

Mengingat Aaliyah, membuat Zayyeed tidak bisa tidak bernostalgia dengan masa lalu. Ia tidak akan pernah lupa pada jasa ayah wanita itu, keberanian dan pengorbanan yang diberikannya, sehingga Zayyeed merasa berutang pada pria tua itu untuk takhta yang didudukinya saat ini. Dan karena itu juga, ia memberikan janji yang sebenarnya tidak bisa benar-benar ia tunaikan - Zayyeed harus menjadikan anak perempuan pria itu sebagai selirnya.

Tapi, bagaimana mungkin ia menolak?

Karena dirinya, mereka menjadi buangan suku, dianggap sebagai pengkhianat dan dipandang sebelah mata oleh para bangsawan Zaazabyeer. Walaupun keluarga mereka menjadi pendukung revolusi Zayyeed, tetapi mereka melakukannya dengan berkhianat pada sumpah setia mereka dengan pemimpin terdahulu. Sekali pengkhianat, tetaplah pengkhianat - begitu kira-kira pendapat publik untuk mereka.

Setelah pria itu meninggal, nasib istri dan anak perempuannya semakin malang, terkucil dan diasingkan. Mungkin saja Zayyeed bisa melakukan sesuatu untuk membantu keduanya, misalnya mencarikan suami yang bisa melindungi Aaliyah, tapi sayangnya ia terikat janji. Setelah Ibu Aaliyah meninggal, setelah wanita itu cukup umur, Zayyeed menunaikan janjinya dengan menjadikan wanita muda itu selirnya, sebagaimana harapan Ayah Aaliyah untuk mengangkat derajat keluarganya, terutama anak perempuannya.

Tapi Aaliyah bukanlah wanita yang diinginkannya dan sampai saat ini, Zayyeed tidak tahu apakah ia membuat keputusan yang benar, apakah ia sedang menyelamatkan martabat wanita muda malang itu atau semakin menyengsarakannya? Zayyeed tidak tolol, ia bisa melihat sinar di mata Aaliyah, kekaguman wanita itu, perasaan mendambanya, tapi Zayyeed tidak bisa memberikan apa-apa kecuali status yang kini disandang oleh Aaliyah.

Mungkin... mungkin seharusnya ia tidak menjadikan Aaliyah sebagai selirnya, mungkin ia harus mengikuti instingnya dan mencarikan wanita itu seorang pria yang pantas mendampinginya. Mungkin saja ia sudah membuat keputusan yang salah...

Pemikirannya terputus ketika pelayan memberitahukan kepulangan Hanaa. Ia menepis Aaliyah dengan cepat dari benaknya dan berdiri tepat ketika Hanaa memasuki ruang duduk.

Wanita itu, seperti biasa, cantik memukau di matanya hingga Zayyeed kesulitan menemukan suaranya dan yang keluar, malah terdengar seperti sindirian. "Apa acara jalan-jalanmu menyenangkan, Selir Hanaa?"

Mungkin saja Hanaa akan melemparkan jawaban kasar untuk menanggapi komentar Zayyeed, tapi untung saja, wanita itu masih memiliki sedikit akal sehat. Dia memberi hormat walau terkesan berlebih dan menjawab dengan nada yang tidak sepenuhnya terdengar tulus. "Maafkan saya, Yang Mulia, karena tidak berada di sini menyambut kunjungan Anda."

Apakah itu semacam ledekan?

Zayyeed bangkit dan mengulas senyum tipis. "Jangan khawatirkan itu, Selir Hanaa. Akulah yang datang tanpa memberitahumu. Sekarang, mendekatlah padaku."

Zayyeed tahu ia sedang mengetes keberuntungannya. Bisa saja Hanaa hilang sabar dan memutuskan untuk berhenti berpura-pura menjalankan perannya dan memutuskan untuk membentak Zayyeed di depan pelayan. Sebelum itu terjadi, Zayyeed mengangkat tangan dan menghalau para pelayan agar keluar dari ruang duduk pribadi tersebut. Dan benar saja, sikap Hanaa langsung berubah seratus delapan puluh derajat.

Zayyeed menangkap suara dengusan di detik ketika pelayan terakhir meninggalkan ruangan.

"Well?" tanyanya tanpa basa-basi, bersidekap dan tak bergerak selangkahpun dari tempatnya tadi berdiri. "Kenapa kau ada di sini?"

Nah, ini adalah Hanaa yang Zayyeed kenal. Sepertinya wanita itu bisa bersikap ramah dan lembut pada semua orang, terkecuali dirinya.

Zayyeed mengangkat bahu pelan dan berpikir untuk menikmati kekesalan Hanaa. Baginya, sikap wanita itu cukup menggemaskan. "Aku ingin mengunjungimu, Selirku," godanya.

Didengarnya Hanaa melengos.

"Aku bukan selirmu."

"Tentu saja kau selirku." Karena Hanaa enggan mendekat, jadi Zayyeed yang melangkah ke arah wanita itu. Hanaa, seperti biasa, tampak was was seolah-olah Zayyeed sudah terlalu sering menyerangnya. "Kita menghabiskan satu malam bersama, apa kau sudah lupa?"

"Kau..." Hanaa terkejut ketika kedua tangan Zayyeed hinggap di pundaknya. Tendangan keras menonjok perut bawah Zayyeed karena kedekatan mereka, harum Hanaa dan lapisan kulit panas wanita itu yang hanya dipisahkan oleh sutra lembut tipis, jadi ia sedikit kesulitan mengontrol diri. "Lepaskan aku!"

"Kalau tidak?" Zayyeed merunduk dan berbisik pelan.

"Aku akan menjerit," ancam Hanaa.

Lagi, Zayyeed mengulas senyum tipis walau matanya pasti mengabur oleh gairah. Oh ya, ia ingin mendengar jeritan Hanaa, yang parau dan serak, yang dilanda kenikmatan, jeritan nikmat ketika ia bergerak di dalam tubuh wanita itu. Sial!! Mata Zayyeed menyipit dan ia berusaha keras untuk menyingkirkan bayangan sensual tersebut. Belum waktunya...

"Kau selalu bilang begitu," ujar Zayyeed akhirnya, suaranya masih terdengar berat dan parau. "Tapi kau tidak akan melakukannya."

"Coba saja," geram Hanaa.

Satu tangan Zayyeed berpindah untuk mengelus pipi Hanaa dan membuat wanita itu berjengit menjauh. "Apa kau tahu kalau kau tampak cantik dan menggemaskan saat kau menentangku seperti ini?"

Hanaa menepis tangannya kasar. "Apa sih yang kau inginkan?"

"Kau tahu, aku menginginkanmu," jawab Zayyeed.

The Sheikh's Love-SlaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang