05. pertengkaran

47.8K 5.1K 163
                                    

Tuhan menciptakan kau dan aku bukan tanpa alasan. Tuhan pempersatukan kita dalam suatu ikatan yang halal, lantas mengapa kau harus bimbang?

~Barra

...


"Ayah, adek mau es krim."

"Es krim?"

"Iya, ayah. Yang rasa coklat."

"Oke, let's go."

Kelihatannya sangat seru, sepasang ayah dan anak yang saling melengkapi dan menyayangi membuat Naura iri melihatnya dari kejauhan.

Gadis itu kini tengah duduk di sebuah bangku taman menikmati sebungkus roti Nana yang dibelinya tadi pagi. Ia menatap orang-orang yang menurutnya sangat beruntung, berbeda jauh dengan dirinya.

Hari mulai petang namun Naura tak ada niat untuk pulang. Ia belum siap menghadapi kenyataan yang menimpa dirinya.

"Dek, kamu nggak pulang?" Tanya seseorang kepada Naura membuatnya tersadar dari lamunan.

"Eh? I-iya, kak." Naura tersenyum ramah.

"Pulang, gih!" Naura hanya mengangguk seraya memberikan senyum termanisnya.

Disisi lain orang tua Barra mulai khawatir dengan keadaan Naura. pasalnya gadis tersebut belum pulang seharian ini, sedangkan jam sekolah sudah selesai sejak lima jam yang lalu.

Beberapa kali juga Nugraha sempat menelfon Naura namun ia tak mengangkatnya. Kemudian Nugraha memutuskan untuk menelfon putranya.

"Apa kata Barra, Pa?"

"Naura nggak sama dia."

"Terus ini gimana?"

"Mama tenang dulu, sebentar lagi Barra pulang."

Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya yang dinanti sampai juga dirumah.

"Ma... Pa..."

"Barra! Cepet cari Naura,"

"Dia belum pulang dari tadi, Bar. Sekarang udah jam berapa."

"I-iya, Ma. Barra berangkat dulu,"

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Baru saja pria itu pulang, Namun ia harus kembali pergi mencari kekasih halalnya.

___

Angin senja memang tak ada duanya, memancarkan keagungan sang kuasa mengubah ruam-ruam kesedihan menjadi ketenangan.

Naura yang semula tertekan kini sudah agak tenang setelah memandang indahnya ciptaan tuhan. Ketika ia memejamkan mata menikmati kembusan angin, seseorang menghampirinya.

"Kamu belum pulang?"

"Eh?" Naura terkejut lantas membenarkan posisi duduknya.

"Loh? Lutut kamu kenapa, Nau? Jatoh?" Naura hanya meringis sambil menganggukkan kepalanya.

"Kok bisa?"

"Ya, gitu deh."

"Sini aku obatin."

"Eh?" Naura terkejut kala orang tersebut memegang kakinya.

"Nan,"

"Nanda, aku bisa sendiri."

"Eh? Maaf, Nau, nggak sengaja."

Naura mengangguk lantas mengambil kotak obat yang dibawakan oleh Nanda. Entah dari mana dia bisa membawa kotak obat seperti ini, Naura tidak tahu.

"Makasih, Nan," Ucap Naura ketika ia selesai membalut lukanya.

Om Barra [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang