07. Bimbang

45.5K 4.6K 89
                                    

Matahari terbit, embun pagi membasahi dedaunan, dan ayam jago pak Hamdan mulai memamerkan kokokan indahnya. Naura yang awalnya tidur berbalut selimut kini mulai membuka perlahan matanya.

Dibereskannya seprai tempatnya tidur, ditata bantal dan guling pada tempatnya, juga tak lupa membuka tirai jendela kamarnya.

Perlahan ia berjalan menuju kamar mandi guna mencuci muka serta menyikat giginya. Setelah itu ia turun kebawah, entah membantu Nuraini memasak atau sekedar mengiris bawang merah seperti biasanya.

Tap... Tap... Tap...

Suara langkah kaki Naura menuruni tangga. Bersamaan dengan turunnya Naura, Nuraini pun barusaja mengeluarkan bahan masakan dari dalam kulkas.

"Eh, udah bangun, sayang?" Nuraini tersenyum kearah Naura.

Naura hanya mengangguk. Jujur saja, ia masih belum bisa menerima kenyataan yang selama ini disembunyikan dari dirinya.

"Naura bantu apa, Ma?" Putusnya setelah beberapa saat terdiam.

"Kamu mandi aja dulu sana. Siap-siap sekolah,"

"..., Kamu, 'kan besok mau ujian?" Tutur wanita paruh baya tersebut kepada Naura.

"Masih pagi, Ma. Naura cepet, kok dandannya."

"Udah, nak. kamu siap-siap aja dulu."

Naura mengangguk lantas kembali naik memasuki kamarnya. Ia menyiapkan seragam juga sepatu dan kaus kaki kemudian memulai ritual mandinya.

Dingin. Namun tak apa, tak lama lagi juga rasa dingin tersebut akan hilang dengan sendirinya.

Lima belas menit berlalu, akhirnya persiapan gadis tersebut selesai juga. Naura turun kebawah dan melihat mamanya yang sibuk mengongseng masakan di wajan, gadis tersebut pun menghampirinya.

"Ura bantuin mama, ya?"

"Eh gausah, nak. kamu duduk aja."

"Tapi Naura capek, Ma, kalau harus duduk terus." Ura berniat mengambil pisau guna mengiris sayur namun mamanya menghentikan.

"Kalau gitu kamu bangunin Barra aja." Naura terdiam. Bukannya tidak mau, hanya saja gadis tersebut masih merasa seperti tertekan jika harus berhadapan dengan Barra.

"Em..."

"Kamu masih belum nyaman?" Ucap Nuraini diangguki Naura.

"Maafin Naura, ma," gadis tersebut menundukkan kepala seraya memilin ujung kerudung yang dipakainya.

"Nggak apa-apa. Biar Mama aja yang bangunin, oke?"

"Kamu tungguin masakannya aja."

Nuraini lantas pergi meninggalkan Ura yang masih menundukkan kepala. Dengan sedikit keahlian memasak,Naura mengongseng masakan agar tidak gosong.

"Eh? jangan pegang itu, Naura. nanti seragam kamu kotor," Cecar mamanya seraya merebut spatula dari tangan Naura.

"Kamu duduk aja dulu, bentar lagi Mateng."

Naura mengangguk lantas duduk di bangku tempatnya biasa duduk. Tak lama kemudian turunlah dua orang pria penghuni rumah mereka, yaitu Barra dan Nugraha.

Mereka berdua turut duduk di meja makan untuk sarapan bersama. Sempat beberapa kali Barra melirik ke arah Naura, namun gadis yang diliriknya tak memberi respon apa-apa.

"Ujian kamu besok, 'kan, Nau?" Nugraha bertanya seraya membalik piring yang ada di meja makan.

Naura mengangguk, "iya, Pa. doain Ura."

Om Barra [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang