-Vote dulu sebelum baca!
..
.
Satu jam berlalu. Yuni yang semula memeluk erat tubuh Barra, kini mulai merenggang disaat ia tertidur dengan posisi duduk di samping Barra. Lelaki yang setia menemaninya kini menelfon sahabatnya agar menyusul kedalam, menggantikannya menjaga Yuni yang sedang tertekan agar ia bisa pulang menemui istrinya.
"Dia kenapa?" Tanya Koko berlari menghampiri Barra.
"Jangan berisik. nanti dia bangun," pintanya berbisik perlahan.
Dengan sangat pelan, Barra melepaskan pelukan Yuni kemudian digantikan oleh Koko. Lelaki tersebut akan menemani Yuni hingga sadar, sedangkan Barra memilih untuk pulang ke apartemen menemui istrinya yang sudah cukup lama ia tinggalkan.
"Lo mau kemana, Bar?" Igau Yuni mencekal erat pergelangan tangan Barra.
"Jangan tinggalin gue," igaunya lagi enggan melepaskan tangannya.
"Gue disini nemenin Lo, biarin Barra pergi!" Tutur Koko melepaskan tangan Yuni dari pergelangan Barra.
"Hiks, gue bener-bener suka sama Barra. Gue gak bakal bisa lupain dia, Ko!" Racaunya kesakitan meremas bekas luka di tangannya.
"Percaya sama gue, Lo pasti bisa lupain Barra!" Nasehatnya memeluk erat tubuh Yuni tanpa peduli seberapa banyak cibiran dan juga perlawanan dari wanita tersebut.
Koko berhasil menenangkan Yuni yang perlahan kembali tertidur, membiarkan Barra pergi membawa mobilnya menuju rumah Koko. Ia tidak langsung pulang, karena mobilnya masih ada di rumah Koko. Setelah menukar mobil, baru ia akan pulang.
___
Dini hari telah tiba. jalanan aspal yang masih sangat basah bekas hujan badai, menemani perjalanan panjang Barra dari rumah temannya menuju apartemen dimana terdapat sang istri tercinta yang sudah ia rindukan.
Dengan kecepatan diatas rata-rata, Barra melajukan mobilnya tanpa khawatir sedikitpun dengan nyawanya sendiri. Seharusnya berkendara dengan cepat disaat jalanan sedang licin sangat tidak dianjurkan, namun ia tidak perduli.
Setelah sampai, Barra memarkirkan mobilnya lantas berlari memasuki lift, menekan kombinasi keamanan apartemen kemudian masuk kedalam mencari keberadaan istrinya. Kamar, satu-satunya tempat yang terbesit di kepalanya disaat mengingat Naura.
"Maaf, saya udah ninggalin kamu." Barra merebahkan tubuhnya disamping Naura, memeluk erat tubuh kecil yang tengah tertidur pulas dan menciumi seluruh wajahnya.
"Maaf. saya udah ingkar janji,"
"Maaf juga soal perbuatan saya hari ini," ucapnya berkali-kali semakin mengeratkan pelukannya.
Beberapa menit berlalu, Naura yang semula berpura-pura tertidur kini perlahan mulai membuka mata disaat sudah tidak merasakan pergerakan Barra.
Ia menatap sendu wajah suaminya hingga tak sadar bahwa kini air matanya mulai menetes. Naura melepaskan diri dari pelukan Barra kemudian berbalik membelakanginya.
"Hftt, hfftt," tangisnya terisak seraya menutupi mulut agar Barra tidak terbangun.
*Flashback*
Tengah malam disaat hujan badai mulai mereda, Naura berusaha menutup mata kantuknya. Namun apa boleh buat, rasa cemas yang memenuhi ubun-ubun kepalanya menjadi penyebab ia tidak bisa tidur.
Satu-satunya harapan Naura adalah semoga tidak terjadi apa-apa kepada Barra, karena jujur saja ia sangat menyayangi Barra. Beberapa detik setelah Naura menyeka air matanya, ia mendapati sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Barra [TERBIT]
Jugendliteratur[TERSEDIA DI SHOPEE] 17+ CERITA INI MURNI KARYA SAYA SENDIRI❗ PLAGIAT HARAP MENJAUH❗ "jadi selama ini kalian bohong sama Naura?" "Kenapa, Om? Kenapa Om Barra tega? Naura masih sekolah!" "Saya melakukan semua ini juga ada alasannya, Naura! Saya harus...