47. Yuni tobat?

11.7K 1.6K 113
                                    

-Vote dulu sebelum baca!
.

.

.

Hari demi hari terus berganti. Seiring berjalannya waktu, perut Naura juga semakin membesar. Tepat satu Minggu sebelumnya, Naura telah menjalani ritual tujuh bulanan untuk sang bayi.

Kini dua orang insan yang tak lama lagi akan berstatus sebagai ayah dan ibu tersebut tengah menikmati waktu bersama mereka di sebuah taman setelah melaksanakan cek Up kehamilan.

Naura yang terus menerus merasa lapar membuatnya harus senantiasa membawa makanan penunda rasa lapar setiap kali keluar rumah. Berbeda dengan Naura yang sibuk dengan makanan dan juga novel yang tengah dibacanya, Barra justru menghabiskan waktu dengan mengelus dan mengecup perut buncit Naura.

Sudah sekitar sepuluh menit an mereka bersantai disana. Naura yang sudah merasa pegal pun akhirnya mengajak Barra untuk pulang ke rumah.

"Bantuin," ucapnya halus seraya meraih tangan Barra. Sosok tersebut pun lantas dengan sigap membantu istrinya untuk bangkit.

"Hati-hati kalau jalan," tutur Barra mewanti-wanti Naura.

"Iya-iya! Enggak usah lebay," cerocos Naura begitu saja.

"Bukan lebay, tapi waspada! Kamu lupa, sama kejadian terakhir kali?" Ingatnya berusaha menyadarkan Naura.

Wanita tersebut membuang nafas, kemudian mengangguk lemah. "Inget," ucapnya lesu.

Bagaimana ia bisa melakukan hal se ceroboh itu? Bahkan sampai saat ini ia masih ingat dengan jelas bagaimana rasa sakit yang luar biasa itu hampir membunuh dirinya dan juga calon bayinya.

Ya, beberapa Minggu yang lalu Naura sempat berinisiatif untuk menemani Fiya bermain di kamar. Namun disaat dirinya sedang sibuk membereskan mainan Fiya, gadis kecil tersebut malah meninggalkannya.

Fiya berjalan tertatih menuju tangga yang sudah tentu membuat batin Naura cemas. Bagaimana jika anak itu terjatuh? Bagaimana jika Fiya terpeleset? Bagaimana jika? Tanpa berfikir lagi, Naura bangkit dan langsung berlari mengejar Fiya. Disaat ia sudah berhasil menggapai sebelah tangan anak itu, dirinya malah tersandung kakinya sendiri hingga membuatnya nyaris menggelinding dari atas tangga.

Untung saja saat itu Barra sedang lewat, sehingga disaat Naura sudah terjatuh di anak tangga pertama dari atas, ia sudah terlebih dahulu mencekal tubuhnya. Naura memekik kesakitan! ia bahkan sempat menjerit, hingga membuat semua orang berdatangan dengan Mayang yang bersiap menggendong putrinya yang tengah menangis juga karena takut.

Semua orang panik akan keselamatan Naura. Dengan sigap, Barra membopong tubuh istrinya lantas berlarian menyiapkan mobil. Nugraha lah yang menyiapkan mobil, Barra hanya tinggal masuk saja sambil menggendong tubuh Naura.

Mereka sangat risau, hingga sang mama memarahi Mayang karena membiarkan Naura menjaga anaknya sendirian. Padahal Naura lah yang menawarkan hal tersebut.

Beberapa menit setelah menunggu, sang dokter akhirnya keluar dengan penjelasan yang siap dikatakan. Untung saja, Naura dan bayinya selamat. Hanya terjadi kontraksi otot rahim yang tidak begitu serius. Namun tetap saja, jika hal tersebut terulang lagi, maka akan menyebabkan hal yang mungkin jauh lebih buruk.

Sebenarnya Naura sendiri merasa kecewa pada dirinya, ia hanya mementingkan kesenangan pribadi tanpa memikirkan keadaan nyawa kedua yang sedang ada dalam tubuhnya.

Menyadari bahwa istrinya nampak kecewa, Barra pun segera mencium dan mengelus kembali perut besar itu. Hal tersebut mampu menyadarkan Naura dari lamunannya.

"Kamu mikirin apa?" Tanya Barra serius.

Naura menggelengkan kepala, "enggak ada."

"Ya udah, ayo pulang."

Om Barra [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang