58. Pengorbanan

12.8K 1.3K 173
                                    

Part-part terakhir menuju end, ada yang mau disampaikan?

Kalau boleh jujur, aku sebenernya nggak rela kalau harus tamat. Tapi mau gimana lagi? Masih ada bang Samudra, kok, tenang aja. Yuk mulai baca Kutub Utara, sembari menunggu ekstra part, kalau mungkin hehe.

Kita sudahi acara curhatannya, happy reading 💗

•••

"Eeunggg, eeunggg mam mam mam," gumam seorang bayi kecil yang sedang dipangku oleh bundanya.

Keduanya kini sedang ada di halaman rumah, menyaring vitamin D seperti pagi-pagi biasanya.

"Nggg eeeh!" Oceh bayi itu menendang-nendangkan kakinya.

Naura yang semula melamun, kini menundukkan kepala menatap bayinya. "Kenapa, sayang?" Ujarnya menepuk-nepuk paha Vero.

Setelah usia Vero menginjak dua bulan, Barra memutuskan untuk membawa anak dan istrinya pulang ke rumah mereka sendiri. Naura yang kadang kualahan mengurus Vero, hanya bisa menyemangati dirinya sendiri agar menjadi seorang ibu yang baik.

"Nggg engggeeh!" Naura terkekeh, lucu sekali anak itu.

Ia pun mengangkat tubuh Vero lantas mencium kedua pipi lembut tersebut. "Anak bunda lucu banget, ya?"

"Makin ganteng aja kamu, Ver!" Perempuan itu bermain-main dengan bayi kecilnya, hingga tak sadar bahwa sang suami sedang tersenyum lebar sembari menghampiri mereka berdua.

"Dorrr!" Getaknya, Naura hingga terlonjak saking kagetnya. Untung saja Vero tidak sampai terjatuh, memang dasar kurang ajar.

"Iiiiih! Om Barra nyebelin! Untung aja Vero nggak jatuh!" Naura menghentakkan kakinya kesal. Masa Bodo jika ia kembali memanggil Barra dengan embel-embel Om, salah sendiri makin hari makin menyebalkan.

Sedangkan Barra malah tertawa, merangkul pundak istrinya itu. "Uluh uluh, bunda Naura. ngambek, nih? Bundanya siapa ini, hm?" Godanya mengusap sayang pipi halus Naura.

"Jangan sentuh Naura, sana! Ayo, sayang, kita pergi. Ayahmu jahil banget, nyebelin!" Ocehnya berjalan kedalam rumah dengan Vero yang sudah berhenti mengoceh. Namun lucunya, sepasang mata kecil nan imut tersebut masih setia menatap ke arah Barra, seakan mengerti bahwa itu ayahnya.

Barra mengikuti keduanya dari belakang, mengendap-endap untuk menggoda Vero yang terus saja memperhatikannya. Barra tersenyum, disaat putranya itu terkekeh lucu.

Saat sampai di kamar, Naura membelalakkan matanya. Baru saja satu jam ditinggal keluar, kondisi kamarnya sudah tak karuan. Lebih pantas disebut sebagai kapal pecah, daripada ruangan!

Membuang napas kasar, Naura kemudian membalikkan tubuhnya. Ia menatap jengah wajah tak berdosa Barra. "Mas..." Lirihnya.

Tanpa sadikitpun merasa bersalah, Barra justru menyembulkan kepalanya kearah Vero sambil tersenyum.

Sekali lagi, Naura menghela napas panjang, memejamkan mata guna mengatur emosinya. "Suamiku sayang..."

"Iya istriku sayang?" Jawab Barra dengan wajah menjengkelkannya.

"Ini kenapa semuanya berantakan? Padahal baru sebentar loh, Naura tinggal kedepan. Hm? Kenapa sekarang udah nggak karuan?" Perempuan itu meletakkan Vero yang sudah mulai terlelap di keranjang bayi.

"Hehe, maafin aku. Tadi nyari baju, tapi nggak tau hilangnya kemana." Jawab Barra menyengir kuda.

"Terus kenapa nggak panggil Naura aja? Kenapa mesti di berantakin? Kamu kira nggak capek beberesnya? Jangan mentang-mentang kamu yang cari uang, seenaknya kamu berantakin kamar begini." Barra hanya menunduk diam, semenjak melahirkan Vero, entah mengapa vibes Naura semakin seram.

Om Barra [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang