60. Luluh

27K 1.4K 116
                                        

"Memaafkan kesalahan yang kamu buat adalah kewajiban tersendiri untukku, karena aku menyukai segala hal ajaib pada dirimu."

~Barra~

___

Meskipun terlanjur mengatakan hal bodoh itu, namun Barra sama sekali tak ada niatan untuk berpisah dengan Naura. Ia terus mencari motivasi sana-sini guna mengumpulkan kesabaran ekstra yang harus ia terapkan dalam hidup, ketika memiliki istri yang masih berumur belasan.

Barra paham betul, sikap kekanakan yang tekadang Naura tunjukkan adalah wajar bagi anak seusianya. Yang patut disalahkan disini ya Barra sendiri, karena sebagai seorang pria dewasa, tidak dapat mengendalikan perkataan ketika sedang terbakar amarah.

Sudah satu Minggu ini Naura menangis setiap malam, memohon maaf dan ingin kembali kepada Barra. Meskipun saat dirumah orang tua, mereka harus berlagak tidak terjadi apa-apa, namun ketika sudah sampai rumah maka keduanya akan saling diam. Keadaan tubuh Naura sudah Vit kembali, namun tidak dengan hatinya.

Sebenarnya Barra tidak tega jika harus mendiamkan Naura seperti ini, namun yang ia inginkan adalah kesadaran dari istrinya itu. Barra hanya ingin menghukum Naura dan mendiamkannya adalah jalan terbaik untuknya karena daripada ia melakukan kekerasan, lebih baik jika dirinya mendiamkan Naura untuk sementara.

Perang diam mereka tak cukup sampai sana. Berhari-hari bahkan Barra habiskan di kamar tamu, yang artinya sudah mulai terbiasa bagi mereka berdua untuk tidur terpisah. Naura menyesal, tentu saja. Kalau bukan karena Vero, mungkin ia akan menangis sejadi-jadinya kepada mamanya.

Setelah memastikan bahwa Vero benar-benar terlelap, Naura mulai beranjak dari posisinya. Ia belum makan sama sekali, malam ini ia akan makan sedikit saja, karena memang sudah jam sepuluh malam.

Naura menuruni tangga, menoleh kearah kamar tamu yang didalamnya sedang ada sang suami istirahat. Jika di dunia ini Doraemon benar adanya, maka ia tidak akan segan-segan untuk membeli mesin waktu dari kucing ajaib tersebut.

Soal menyesal atau tidaknya, jelas kalian sudah paham. Naura menyesal, amat. Ia menyesal karena sudah tidak mendengarkan perkataan sang suami waktu lalu. Mengingat bahwa keluarga suaminya sudah berjasa besar kepadanya, membuat Naura semakin dibuat dilema oleh perbuatan nekatnya.

Tidak ada lauk yang tersisa, Naura pun memutuskan untuk memakan buah pisang yang ada di atas meja. Ia tidak banyak bicara akhir-akhir ini, karena mungkin tenaganya sudah terkuras habis setiap malam disaat ia menyesali perbuatannya.

Lagi dan lagi, air mata Naura kembali jatuh disaat ia masih mengunyah makanan. Dengan cepat Naura menyekanya, melanjutkan makan kemudian kembali kedalam kamarnya. Ia tidak cukup berani untuk memasuki kamar Barra, setelah yang terakhir kali ia lakukan dan berujung disesakkan oleh mulut rapat Barra.

___

Pagi harinya pun sama, baik Barra maupun Naura, tidak ada yang berani membuka pembicaraan. Jika saja tidak ada tangisan Vero diantara keduanya, maka orang-orang pasti akan mengira bahwa rumah tersebut tidak berpenghuni.

Menyiapkan sarapan sudah Naura lakukan pagi-pagi sekali, selanjutnya adalah mengurus bayi kecil tersayangnya. Vero sudah tampan pagi ini, tubuhnya yang wangi karena baru mandi dan harum minyak telon menjadi pengisi ruangan.

Perempuan itu menggendong bayinya menuruni tangga, memberanikan diri untuk memasuki kamar Barra. Setidaknya dengan kehadiran Vero, Naura bisa tetap berdekatan dengan Barra.

'ceklek'

Pintu kamar tamu terbuka sebelum Naura mengetuknya. Barra keluar sudah dengan pakaian rapi dan juga rambut klimis, itu artinya ia akan berangkat ke kantor.

Om Barra [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang