50. keadaan Barra

11.4K 1.6K 78
                                    

Hai guys!! I'm comeback!

Seperti biasa,komentar yang banyak untuk next🤩

Happy reading 🤗

•••

Dua hari satu malam. Naura hampir merasa putus asa karena tak kunjung mendapati suaminya siuman. Ia berharap, sesegera mungkin lelaki itu tersadar, agar ia kembali bersemangat untuk menjalani hidup.

Menunggu kepastian yang seakan menggantung dirinya, Naura setia menunggui suaminya setiap pagi hingga sore. Sedangkan malamnya, ia pulang untuk beristirahat dan digantikan oleh papanya.

Sebenarnya ia tak apa jika harus menunggu semalaman, namun kedua orang tuanya melarang. Jadi, satu-satunya jalan agar ia bisa terus melihat Barra adalah dengan menuruti kemauan orang tuanya itu.

Seperti saat ini, Naura setia memegang sebelah tangan Barra sambil duduk di kursi samping brankar. Sesekali ia melantunkan sholawat dan membaca Al-Qur'an di samping Barra, dengan harapan Allah akan memberikan kesadaran kepada sang suami.

"Mas Barra. . ., Kapan kamu sadar, mas?" Monolognya sembari menyeka air mata di pipinya.

"Kalau tau begini, waktu itu aku enggak akan setuju kalau kamu keluar kota." Wanita itu menciumi punggung tangan suaminya.

"Dedek bayinya nendang terus tau, enggak? Akhir-akhir ini dia selalu aktif. Cepet siuman ya, mas? Supaya bisa ngelusin perut aku lagi." Sedangkan di luar sana, nampak dua orang suami istri menatap iba kepada putrinya. Mereka baru datang untuk menggantikan Naura, namun setelah berada di depan pintu ruangan, mereka malah melihat pemandangan mengharukan.

Seorang pria paruh baya mengelus pundak istrinya, memberi isyarat bahwa ia tidak boleh lemah. Mereka pun memasuki ruangan, memberikan makan malam untuk Naura yang dari siang belum makan.

"Assalamualaikum," ucap Nuraini dan Nugraha bersamaan. Naura yang menyadari kehadiran orang tuanya, segera mengusap sisa-sisa air mata yang membasahi pipinya.

"Waalaikumsalam. Mama sama papa udah Dateng? Naura laper," ujarnya berusaha terlihat baik-baik saja.

"Laper, ya? Ini mama bawain nasi Padang." Senyum Naura mengembang, kebetulan sekali ia sedang ingin makan nasi Padang.

Tidak ingin membuat mama dan papanya curiga, Naura pun segera mencuci tangan dan mulai memakan nasi Padang pemberian mamanya.

"Maaf ya, nak? Mama sama papa datang telat sedikit." Naura yang semula mengunyah nasi, kini menelan dan minum seteguk air.

"Enggak apa-apa kok, mama! Mama jangan khawatir." Se sedih apapun Naura, jika sudah ada makanan di depannya, maka kesedihan itu akan terhempas jauh ke luar negara. Sedih boleh, lupa makan jangan!

Setelah melahap habis makanannya, Naura pun diantar pulang oleh sang ayah. Kali ini ia tidak sendiri, ia akan pulang dan berada di rumah bersama sang mama.

"Papa kembali dulu, ya? Kalian baik-baik di rumah." Pamit Nugraha setelah sampai di rumah mereka.

"Iya, pa. Kalau ada apa-apa kabarin Naura, ya?"

"Iya, sayang."

Saat ini Naura sudah ada di rumah bersama Nuraini. Sedangkan Nugraha hanya mengantarkan saja, setelah itu ia kembali berjaga di rumah sakit. Mungkin sebelumnya Naura mereka tinggal sendirian di rumah, namun setelah kejadian itu kali ini Nugraha memutuskan agar istrinya tetap di rumah.

Waktu itu setelah pulang dari rumah sakit, tengah malam terjadi kontraksi ringan dan membuatnya melilit kesakitan. Untung saja saat itu ada Raini yang menginap, jadi ia masih ada yang bisa membawa ke rumah sakit.

Om Barra [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang