53. Pisah ranjang

12.2K 1.4K 117
                                    

halo guys.... Ada yg nungguin?

Sebelum baca, jangan lupa kasih bintang lima sksksk.

Typo tandai ya! Happy reading💗

Rasa sakit yang dirasakan Naura, ternyata tidak selesai sampai kemarin malam saja. Sekitar setengah jam setelah ia tertidur di Pelukan Barra, rasa sakit itu datang kembali. Barra yang kepanikan segera kembali menghubungi mamanya, namun kali ini sang papa juga turut datang.

Seperti apa yang Nuraini katakan, lebih baik Naura dibawa ke rumah sakit saja daripada terus kesakitan begini. Wanita paruh baya itu memang pernah mengalami hal serupa, namun dulu ketika ia hamil sudah cukup umur alias setahun setelah menikah dengan suaminya. Dan kini ketika melihat anak sekaligus menantu mudanya merintih kesakitan, ia sama sekali tidak tega. Ia menyalahkan Barra yang tidak ingin menunggu sampai Naura berumur dua puluh tahun seperti yang telah diwejangkan kepadanya dulu sebelum pernikahan.

Sampailah Nuraini dan sang suami setelah keluar dari rumah sakit untuk membeli beberapa camilan dan obat yang telah diresepkan dokter. Sedangkan Naura, kini anak itu sedang tertidur diatas brankar sambil menunggu cairan yang menusuk otot tangannya habis.

Nuraini menatap kesal putranya yang tengah duduk di sofa ruang inap, menghampirinya dan turut duduk di samping pria tersebut.

"Ini semua salah kamu, ya?" Barra yang tidak mengerti maksud mamanya pun hanya bisa menautkan kedua alisnya.

"Mama kan udah pernah bilang, tunggu Naura umur dua puluh tahun dulu."

"Kamu itu bandel kalau dibilangin orang tua. Lihat istrimu, dokter bilang usia Naura itu masih termasuk rentan." Wanita paruh baya itu menampol lengan Barra beberapa kali hingga sang empu merengek kesakitan.

"Mama apa-apaan, sih? Masa Barra yang salah? Nauranya juga mau aja kok." Jawaban Barra justru membuat Nuraini semakin kesal dan kembali menabok lengan kekar itu.

"Alesan aja! Untung Naura nggak kenapa-kenapa," oceknya hanya ditanggapi anggukan oleh Barra.

"Kamu itu mbok ya dengerin kalau orang tua lagi ngomong!"

"Astaghfirullah mama, iya udah iya. Maafin Barra, maaf karena udah hamilin Naura sebelum dia umur dua puluh tahun." Lelaki tersebut meraup kasar wajahnya, sedangkan Nugraha hanya bisa menahan tawa.

"Lagian nih, ya? Mama juga seneng, kan? Naura bakal ngasih cucu buat mama? Harusnya mama itu bersyukur karena Barra sama Naura udah kerja keras buat ngasih mama cucu."

"Ya kalau udah terlanjur begini, mau diapain lagi? Alhamdulillah kalau mama mau punya cucu lagi, yah oke kita harus banyak-banyak bersyukur."

"Nah! Itu baru mama Nuraini."

Sibuk bertengkar, keduanya sampai tidak sadar kalau sedari tadi mereka diperhatikan oleh Naura yang sudah bangun. Naura ingin tertawa ketika mendengar pertengkaran kecil antara ibu dan anak itu.

Menyadari pergerakan Naura, Nuraini segera menghampiri putrinya. "Sayang? Kamu udah bangun? Gimana, nak? Masih sakit? Atau mau makan sesuatu?"

Dengan senyuman kecil Naura menggeleng, menatap Barra yang sedang memperhatikannya. "Mama tadi marahin mas Barra, ya?" Nuraini justru sempat terkejut karena Naura mendengar percakapan antara dirinya dan Barra.

"Kenapa mama marah sama mas Barra?" Tanya Naura memegang perut nya.

"Suamimu itu bandel, Nau. Mama udah kasih wejangan ke dia dulu, jangan sampai kamu hamil sebelum umur dua puluh tahun. Eh ternyata belum seminggu tinggal sekamar, udah positif aja." Naura malu mendengar perkataan mamanya, namun di sisi lain Barra malah terkekeh di tempatnya.

Om Barra [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang