23. Panggilan mendadak

30.1K 2.8K 84
                                    

-Vote dulu sebelum baca!
.

.

.

Naura terbangun dari tidurnya. Di liriknya jam dinding yang ternyata masih menunjukkan pukul dua dini hari. Naura ingin bangun untuk mengambil minum, namun sebuah tangan yang tengah melingkar di perutnya amatlah menyulitkan.

Dengan perlahan, Naura meraih tangan tersebut lantas bangun dari tidurnya. Dingin, itulah yang ia rasakan setelah menginjak lantai. Ketika sampai di bawah, ia mendapati ruang tamu yang sudah sepi. Namun ada beberapa orang yang tertidur di sofa, mungkin itu teman Barra.

Lega, akhirnya tenggorokan Naura terbasahi sudah setelah semalaman kering. Gadis tersebut kembali melangkahkan kakinya menaiki tangga, membuka pintu kamarnya kemudian masuk ke dalam.

"Astaga! Lupa," pekiknya disaat ia menyadari bahwa yang ia masuki bukanlah kamar Barra, melainkan kamarnya sendiri. Naura pun segera kembali ke kamar Barra, merebahkan tubuhnya lantas menatap wajah Barra.

"Kalau di lihat-lihat. ganteng juga, ya?" Gumamnya dalam hati.

"Aish! ngapain kamu, Naura?" Gumamnya lagi dalam hati seraya menggelengkan kepala.

Ia pun berusaha kembali memejamkan mata, namun tidak bisa. Sulit baginya untuk kembali tidur setelah terbangun di malam maupun dini hari. Baiklah! Naura tidak akan tidur! Toh satu jam lagi ia akan melaksanakan sholat, jadi tidak masalah begadang dulu.

Naura meraih ponsel yang ada di atas nakas untuk sekedar memeriksa notifikasi. Lagi-lagi sebuah nomor tidak dikenal mengiriminya pesan, namun kelihatannya ini adalah nomor yang sama dengan orang yang mengiriminya pesan kemarin.

Selamat menikmati!

Naura bingung, apa yang dimaksud orang tersebut. Apakah dia tidak punya pekerjaan lain selain menerornya? Naura bukan anak orang kaya, jadi apa gunanya dia menerror Naura? Memikirkannya membuat tubuh Naura pegal. Ia berniat mengubah posisi namun disaat itu juga Barra sudah ada tepat di belakangnya.

"Aaa!" Kejutnya.

Dengan cepat Barra membungkam mulut Naura dengan tangannya, "jangan berisik! Nanti yang lain bangun," pintanya.

Naura melepaskan tangan Barra, "Om Barra, sih! Ngagetin aja," gerutunya.

"Iya maaf, kamu ngapain jam segini udah bangun?" Barra membenarkan posisinya, mengangkat setengah tubuhnya menghadap Naura.

"Tadi Naura haus," jawab Naura singkat.

Barra ber oh ria menanggapi perkataan Naura. Laki-laki itu beralih menatap wajah teduh Naura, lagi-lagi ia difokuskan oleh bibir merah muda yang menjadi langganannya ketika ia menatap Naura.

Barra mendudukkan tubuhnya, mendekat ke arah Naura lantas tersenyum misterius ke arah gadis tersebut. "Apa?" Cecar Naura ketika mendapati Barra bertingkah aneh didepannya.

"Umm," gumam Barra sambil memonyongkan bibirnya.

"Apa, sih?" Naura tidak mengerti apa yang di maksud Barra.

"Itu," rengaknya lagi.

Naura berdecak kesal, "apa?" Pekiknya.

"Ah, kamu mah!" Barra kesal. Lelaki tersebut kembali merebahkan tubuhnya lantas menarik selimut menutupi seluruh tubuh dari kaki hingga kepala.

Naura terdiam sejenak, "astaga!" Gumamnya dalam hati disaat ia baru menyadari apa yang dimaksud oleh Barra.

Naura mengumpat, bagaimana bisa ia tidak faham dengan apa yang Diisyaratkan oleh Barra? Sungguh, saat ini Naura amat merasa bersalah kepada Barra.

Om Barra [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang