HAK UNTUK MENOLAK ANAK

134 10 1
                                    

Anak adalah hak milik. Itulah pola pikir yang banyak sekali dimiliki oleh orangtua hari ini. Dalam pola pikir semacam itu, dengan didukung masyarakat dan nilai-nilai yang mendukungnya, kita bisa membayangkan suatu cara filosofis dalam mempertanyakan perihal anak di antara para orangtua.

Jika para orangtua adalah pemilik anak nyaris secara mutlak. Yang mana mereka telah melahirkan yang mirip dengan menciptakan itu sendiri. Apakah, para orangtua berhak untuk melakukan apa pun terhadap anak yang telah mereka lahirkan?

Ya, mereka berhak. Seperti halnya para anak yang berhak menolak orangtua mereka.

Dalam filosofis hak milik dan kelahiran, orangtua memiliki hal layaknya kekuasaan Tuhan. Karena pada dasarnya, orangtua adalah Tuhan itu sendiri di dunia nyata yang paling dekat.

Para orangtua berhak untuk memilih tidak melahirkan, dengan dalih apa pun. Dan juga berhak untuk tidak mengakui, meninggalkan, menolak, dan tak peduli dengan anak-anaknya.

Jika anak adalah hak milik, maka, ia bisa dimiliki atau dilepas. Ia bisa disayang atau diacuhkan. Ia bisa dipelihara atau dititipkan bahkan dijual.

Para orangtua, berhak melakukan apun terhadap anak mereka. Karena anak tak lebih dari pada hak milik.

Dalam pandangan yang lebih filosofis. Lebih eksistensial. Yang mana kita bisa sejenak melepas pandangan hak milik dan keharusan. Para orangtua, memiliki kebebasan dalam menentukan hidup mereka. Anak, tak lebih dari pada sebuah pilihan dari sekian banyak pilihan hidup ini.

Dalam banyaknya pilihan terhadap masa depan seorang anak. Para orangtua bisa memilih apa pun. Dari memelihara, memberi kasih sayang, sampai tak peduli dan acuh.

Dari sudut pandang yang sangat nihilis. Para bayi yang lahir atau anak itu sendiri, tak lebih dari keberadaan yang sekedar sebentar lalu dilupakan. Nyaris tak penting. Bahkan, tak lebih dari pada omong kosong eksistensi. Yang mana, Tuhan bernama kehidupan, memelihara kelahiran untuk terus mengadakan dirinya sendiri.

Para bayi yang baru lahir, hanyalah ulangan dari sekian banyak ulangan. Mereka hidup atau mati, keberadaan mereka tak terlalu berarti. Arti mereka tak lebih hanya sebagai kepura-puraan hidup. Atau ilusi yang diberikan kehidupan agar kelahiran terus menerus tetap terjaga.

Dalam sudut pandang orangtua nihilis, ada atau tidaknya anak dalam skala yang lebih besar. Bukanlah keberadaan penting dan lagi menarik.

Hanya saja, dunia ini, lebih didiami oleh para orantua tradisional yang menganggap anak adalah benda, hak milik, kepunyaan, kesenangan pribadi, investasi, dan terapi. Semua hal itu, merujuk pada ego pribadi orangtua.

Dalam dunia anak semacam itu, orangtua berhak mendidik anak mereka dalam cara apa pun. Juga berhak, untuk menolak anak-anak mereka sendiri.

Apalagi, jika anak yang dilahirkan cacat, bermasalah, tak menarik, menjijikkan, terlalu membebani, tak diinginkan, lahir dalam kondisi tak sengaja, atau saat mulai beranjak dewasa, memiliki sifat yang sangat dibenci.

Para orangtua, berhak memilih untuk tidak mengakui anak-anaknya. Menolak. Dan meninggalkan mereka.

Para anak itu sendiri, berhak melakukan perlawanan. Sedangkan para orangtua, juga berhak untuk melawan setiap perlawan para anak-anak mereka dengan berbagai macam cara yang mungkin.

Untuk apa memelihara anak yang menjengkelkan dan tak kita sukai?

AKU, NIHILISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang