DUNIA SAAT INI

188 14 1
                                        

Aku berpikir, dalam dunia saat ini, yang mana kemajuan teknologi malah membawa kemunduran bagi sebagian besar orang. Dan ribuan tahun sejarah manusia hanya mengulangi kebodohan dan kemalasan berpikir lagi dan lagi. Apakah cara terbaik untuk hidup saat ini tak lebih dari gabungan gaya hidup stoik dan masa bodoh?

Sangat sulit, bagi para ilmuwan, pemikir, atau malah filsuf, hidup di era, perkembangan internet membuat desa mendadak hilang. Orang-orang desa tiba-tiba memasuki ruang diskusi dan perkumpulan yang dulu hanya dimasuki kalangan terpelajar perkotaan.

Hanya saja, saat semua orang desa mendadak menjadi warga kota dalam dunia maya. Orang-orang kota gagal memberi contoh dan masih senang dalam tingkah polah keburukan mereka.

Dalam masyarakat yang baik orang miskin dan kayanya tak jauh berbeda. Saat orang desa dan orang kota memiliki nafsu dan keburukan yang hampir sama. Apa yang bisa diharapkan kecuali pendangkalan dan kemarahan di sana sini?

Hal yang paling menyakitkan saat kebodohan menyebar tak tahu malu adalah, jangan berharap isi otak kita terpakai kecuali hanya dalam mengejar kekayaan dan kecurangan-kecurangan yang disepakati bersama.

Saat ratusan juta jiwa (ditambah kenyataan miliaran manusia lainnya juga tak jauh berbeda) di sekeliling kita sangat mudah marah, begitu mudah menbunuh, dan sangat mudah mengancam. Terlebih merasa paling benar sendiri, suka memfitnah, pandai berkomentar kejam, ahli dalam menghina, dan begitu bersuka cita dalam penghakiman massal tanpa peduli dengan pendalaman fakta. Apa yang tersisa dari para pemikir? Apa yang terisa bagi para ilmuwan? Apa yang bisa dilakukan oleh para filsuf?

Saat para orang awan dan ahli, semakin kian sama menjijikannya. Yang bisa dilakukan adalah menjadi eksistensialis masa bodoh.

Bentuk dari pelarian bagi para pemikir yang telah dengan gamblang dilakukan selama berabad-abad lamanya.

Hidup dalam dunia semacam ini, saat kebijaksanaan menjadi langka. Saat kejujuran intelektual begitu sulit dicari. Saat semua orang begitu pandai menghina orang lain dan lihai dalam menutupi kebobrokannya sendiri.

Apa yang harus, aku lakukan? Hidup dalam kebosanan yang disuapi oleh remah kekayaan dan kedamaian anti empati?

Bersuka ria dalam ketidakpedulian dan mencari aman dalam mulut yang diam?

Saat pencarian intelektual tak lagi menarik. Saat pencarian kekayaan hanya sekedar untuk menambal perasaan bosan. Yang tersisa, mungkin, hanya kepercayaan-kepercayaan bodoh akan dunia yang entah.

Seperti halnya, sebuah dunia, di mana masyarakat tempat aku tinggal, telah bersuka cita melahirkan diktator mereka sendiri. Melahirkan masa depan yang akan membuat mereka terkurung dan terpenjara.

Yang baunya, sudah aku endus beberapa tahun yang lalu.

AKU, NIHILISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang