Aisyah merebahkan kepalanya ke sandaran ranjang. Rambutnya yang sangat panjang, tergerai indah hitam pekat. Aisyah memijit dahinya, agar bisa mengurangi rasa pening.
Bibir Aisyah sangat kering dan pucat. "Astagfirullah." Setiap gelombang sakit menyerangnya, berusaha ia tahan.
Ting...
Ada notifikasi masuk ke ponsel Aisyah yang terletak di atas nakas. Segera Aisyah meraihnya, dan melihat siapa yang memberikan pesan. Namun, di sana yang tertera adalah nomor tidak dikenal.
"Assalamu'alaikum, Aisyah. Saya hanya ingin mengatakan, jangan menangis lagi. Satu tetes air matamu, itu seperti ribuan berlian, jadi jangan dibuang. Percayalah, kebahagiaan akan menjemput. Salam dari A." Aisyah menyerengit bingung, saat membaca pesan dari nomor yang tidak dikenal itu.
"Siapa A?" Aisyah bertanya-tanya, tapi entah pada siapa.
"Akhir-akhir ini emang sering orang jahil. Mungkin dia tahu nama aku karena dia stalking data. Haduh, orang jaman sekarang." Aisyah meletakkan kembali ponselnya.
Tanpa disengaja, Aisyah menyenggol sebuah buku tebal yang tersusun di atas meja. Buku itu jatuh ke lantai, Aisyah mengambilnya.
Saat Aisyah akan kembali buku itu, urung ia lakukan karena sebuah judul dari bab buku itu terlihat.
"Dilarang menikahi dua perempuan yang masih memiliki hubungan darah?" gumam Aisyah. Ia terdiam mencerna, setiap kata yang menjadi judul tersebut.
"Lalu bagaimana dengan aku dan Asifa?" Aisyah terduduk di atas ranjang. Pikirannya mulai menerka-nerka.
Tes...
Satu tetes mutiara bening jatuh tepat mengenai buku yang terbuka di tangan Aisyah.
"Mengapa aku melupakan hukum ini?" Aisyah menatap kembali buku di tangannya.
"Ya Allah, apa aku membiarkan mereka dalam zina?" tanya Aisyah pada dirinya sendiri.
Aisyah memijit dahinya, rasa pusing semakin dominan terasa. Bahkan, telinga Aisyah berdengung. Kepalanya nyeri hebat, tapi Aisyah mencoba menetralisir rasa itu. Ia memejamkan matanya.
Tanpa terasa, air mata luruh begitu saja pada pipi Aisyah. "Ya Allah, apa lagi ini. Hiks. Apa diantara aku dan Asifa harus ada yang mengalah?"
Aisyah menenggelamkan wajahnya pada telapak tangan. Yang sebenarnya terjadi, rasa sakit pada kepalanya tidak sesakit kenyataan yang ada.
Air mata selalu ada untuk Aisyah saat ini, dia tersedu-sedu dalam diam. Apa yang harus ia lakukan sekarang.
Aisyah sekarang berfikir, bahwa selama ini dia tertipu. Arezzo dan Asifa, tidak mungkin tidak tahu perihal ini, karena masalah ilmu agama mereka jauh di atas Aisyah. Kemungkinan, mereka tidak memberitahukan ini pada Aisyah.
"Ya Allah, Mas, Asifa, kalian rela hidup dalam zina hanya untuk bersama?" Aisyah semakin terisak, air mata makin menggila turun membasahi pipi kemerahan Aisyah.
"Jika memang kalian ingin menikah, kenapa mas Arez nggak mentalak Aisyah?"
Aisyah mulai menerka-nerka, sebenarnya, dirinya apa bagi Arezzo? Tak pantaskah ia menjadi makmum laki-laki itu?
"Sekarang apa yang harus Aisyah lakukan?"
Aisyah menghirup udara dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan teratur. Bayangkanlah hantaman bertubi yang menimpa hidup wanita rapuh itu. Tat kala ia ingin bahagia, kenyataan selalu mengatakan sebaliknya.
Aisyah memutuskan untuk menunaikan sholat, berharap bisa menenangkan diri dengan cara yang itu. Ia ingin menjadi mengadu atas semua nasib, derita nespa yang tak kunjung meredam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
AcakCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...