Aisyah mengambil langkah menuju pintu penghubung antara kamarnya dan Arezzo. Karena memang pintu itu tidak terkunci, jadinya dengan mudah Aisyah bisa membukanya.
Klekk...
Hal yang pertama kali dilihat oleh Aisyah, adalah Arezzo yang tengah bersujud di atas sajadah.
Aisyah menghembuskan nafas lega. Ternyata suaminya sedangkan menunaikan ibadah sholat tahajjud.
Biasanya Aisyah juga melaksanakan sholat tahajjud pada jam segini. Aisyah sedikit terlihat kecewa, padahal niatannya kemaren sebelum akad nikah suami dan adiknya berlangsung, dia ingin sholat di belakang shaf bersama dengan Arezzo. Sebelumnya tidak pernah mereka lakukan. Aisyah sudah memiliki imam, tapi tidak pernah tahu rasanya diimamkan suami.
Mencoba untuk tidak ambil pusing, Aisyah undur diri. Dia melangkah ke kamar mandi, meraih air wudhu untuk menunaikan ibadah sholat tahajjud.
Dalam sujud terakhir, Aisyah tersedu menangis, mengadu pada yang maha kuasa. Tubuhnya terlihat bergemetar. Bibir Aisyah berkali-kali mengucapkan asma Allah. Beberapa menit kemudian, Aisyah bangkit dari sujud lalu mengucap salam.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Aisyah menolehkan kepalanya ke kanan, lalu ke kiri.
"Ya Allah, sesungguhnya engkau maha tau atas segala sesuatu yang ada di kolong langit dan bumi ini. Dan hamba berserah diri kepadamu. Kiranya, maafkan hamba yang sering kali mengeluh. Namun, sungguh tak kuasa hamba menahan semua beban ini. Tolong ya Allah, tolong berikan hamba kekuatan."
"Hamba sadar bukan manusia sempurna, hamba pun sadar akan ketahanan diri jika nantinya Aisyah dimadu. Aisyah benar-benar tidak sanggup. Namun, sekali lagi bukan ingin meragukan kuasaMu tolong beri Aisyah kekuatan untuk bertahan."
Aisyah mengusap wajahnya yang basah karena air mata, dengan kedua tangan.
Tanpa disadari oleh Aisyah, bahwa sedari tadi ada seorang laki-laki berbadan tegap berdiri di ambang pintu memperhatikannya. Arezzo hanya memandang datar Aisyah, lalu beberapa saat kemudian dia berlalu pergi.
****
Dengan segenap keberanian, Aisyah mendekat ke arah Arezzo yang kini tengah berdiri di meja hias. Laki-laki bertubuh kekar itu sudah dibalut dengan kemeja pengantin.
"Biar Aisyah bantu," tawar wanita itu. Aisyah membantu menyampirkan jas pengantin, dan mengenakannya pada suaminya itu.
Arezzo memperhatikan Aisyah dari pantulan cermin di hadapannya. Aisyah dengan begitu telaten, membantu Arezzo.
"Ijab qobul akan dilaksanakan jam sepuluh nanti," ungkap Aisyah. Arezzo hanya mengangguk.
Semua persiapan pernikahan Arezzo dan Asifa dilakukan sesuai keinginan sangat mempelai pria, yaitu Aisyah yang melakukannya.
Aisyah tidak memerlukan banyak waktu untuk mempersiapkan, karena pernikahan ini dilakukan dengan sangat sederhana. Hanya saja, Aisyah membutuhkan persiapan mental dan batin yang sangat tebal dan kebal untuk melakukannya.
Aisyah memaksakan tersenyum. "Semoga Mas bahagia," ucapnya.
"Hm," dehem Arezzo. "Kamu tidak menggunakan cadar?" tanyanya melanjutkan.
Aisyah tersenyum lalu menangguk. "Iya, nanti aku pake."
Jika untuk wajah Aisyah mungkin Arezzo sudah sering kali melihatnya, karena istrinya itu beberapa kali tidak menggunakan cadar di hadapannya. Namun tidak sekalipun Arezzo pernah melihat sehelai rambut wanita itu.
Arezzo tidak bisa menyalahkan Aisyah, memang itu semua atas permintaannya. Lagipula Arezzo tidak pernah meminta haknya sebagai suami.
"Mas," panggil Aisyah lembut. Arezzo menoleh spontan, lalu menaikan alisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
RandomCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...