Andi tersenyum kaku, lalu menarik kembali tangannya. "Ouh, Om suaminya dokter Aisyah?"
Arezzo berdehem. "Saya bukan om-om."
Andi mengangguk, tersenyum lagi. "Baiklah, masih ada beberapa pasien yang harus saya visit."
Arezzo menaikkan alisnya. "Tidak ada yang menyuruhmu tetap di sini," ketusnya.
Aisyah menatap suaminya, dengan tanda peringatan. "Mas, jangan ngomong gitu." Arezzo acuh, ia hanya angkat bahu.
"Tapi, saya cek dulu ya tensi dan suhu tubuhnya, Dok," kata Andi. Aisyah mengangguk.
Mendapat persetujuan dari sang pasien, segera Andi melakukan tugasnya. "Saya bingung mau jelasin apa, dokter pasti sudah paham," ucap Andi diakhiri kekehan.
Andi tau, selama dia melakukan pengujian tensi Aisyah, Arezzo memperhatikan gerak-geriknya dengan tatapan tajam. Entahlah, Andi tidak tahu apa maksudnya.
"Yaudah tidak usah ngomong," sahut Arezzo tiba-tiba.
"Hehehe, jelasin aja Dok, kan sekarang saya jadi pasien," ujar Aisyah pada Andi, tapi pandangannya ke arah Arezzo yang berdiri tidak jauh darinya.
Andi selesai mengecek tensi Aisyah, dan merapikan alatnya. "Dokter harus banyak istirahat, dan tentu usahakan teratur makan. Apakah sebelumnya, dokter ada muntah?"
Aisyah mengangguk. "Iya, awalnya saya muntah-muntah karena cairan terlalu banyak terkeluar, jadi saya lemes dan pingsan," jelas Aisyah. Ia sebenarnya sudah tau apa saja komplikasi yang dia alami.
"Baiklah, nanti resep obatnya akan ditambah." Andi menoleh ke arah Arezzo. "Setelah ini, biarkan Aisyah istirahat."
Arezzo menaikkan sebelah alisnya. "Kamu mengusir saya?" tanya Arezzo dengan nada tidak suka.
Andi dengan cepat menggeleng. "Saya tidak berniat seperti itu."
"Sudah?" tanya Arezzo.
Andi diam sebentar mencoba memahami apa maksud dari Arezzo. "Maksudnya?"
"Ck, anda ini lama sekali. Sudah cepat periksa istri saya, dan keluar." Arezzo memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Aisyah sontak menoleh ke arah Arezzo. "Mas, jangan gitu sama dokter Andi," tegurnya.
"Kamu belain dia?" Arezzo bertanya dengan intonasi yang sangat dingin membekukan. Tiba-tiba saja atmosfer di ruang itu, berubah menjadi seperti es.
Aisyah menggeleng. "Bukan gitu Mas."
Andi mencoba profesional, ia meraih stetoskop yang menggantung di lehernya. Saat ia hendak mendekat ke perut Aisyah, terhenti karena dia menyadari tatapan dari mahluk di sebelahnya sangat tajam.
"Jangan sentuh dia!" guman Arezzo sangat pelan, tapi masih terdengar oleh Andi.
Andi menghembuskan napasnya kasar. Dia tidak tahu, jika suami dari rekan kerjanya ini sangat pencemburu. Huft, dia harus sabar, karena saat menjadi seorang dokter dia akan menemui banyak orang yang karakter dan sifatnya berbeda-beda.
"Baiklah, saya tidak jadi melakukannya." Andi meraih tangan Arezzo, dan menyerahkan stetoskop pada laki-laki itu.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Andi segera hengkang pergi dengan langkah dia cepatkan. Sejujurnya, dia juga sedikit merinding saat satu ruangan dengan Arezzo. Andi mulai berfikir, suami Aisyah itu adalah kanibal yang sedang kelaparan.
Di dalam ruangan, Aisyah masih menatap pintu keluar, terheran mengapa dokter Andi keluar begitu saja. Lalu, Aisyah mengalihkan atensi penglihatannya kepada Arezzo yang sedang memandang stetoskop di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
RandomCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...