Aisyah terkadang sering sekali mengeluh lelah, dikarenakan selama seminggu terakhir, suaminya, ya Arezzo, laki-laki itu selalu saja membuntuti istri kemanapun Aisyah pergi.
Keberuntungan Aisyah adalah, Arezzo belum mengetahui di mana saat ini dia tinggal. Tentu hal itu hanya pikir dari sudut Aisyah, karena nyatanya Arezzo tahu semuanya.
Dibuktikan saat ini, Arezzo sudah berdiri tegap di depan pintu apartemen milik Aisyah.
"Assalamu'alaikum," salam Arezzo.
Menyesal, iya, Aisyah menyesal karena telah dengan senang hati membukakan pintu untuk tamunya malam ini.
"Waalaikumsalam," jawab Aisyah datar.
Masih memiliki tata krama sebagai seorang istri, Aisyah berlalu masuk meninggalkan sang suami mematung di luar.
"Apa kami boleh masuk?" tanya Asifa.
Arezzo kali ini tidak datang sendiri, dia bersama dengan Asifa. Wanita itu terus mendesak Arezzo untuk membawanya pada sang kakak.
Aisyah memutar bola matanya jengah. "Memangnya, jika Aisyah tidak mengizinkan, kalian akan pulang?"
Arezzo memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Dengan santainya, ia mengambil langkah masuk.
"Tentu saja tidak," jawab Arezzo.
Asifa tersenyum hangat, berbeda dengan Arezzo yang santai, wanita itu tergopoh-gopoh berlari ke arah Aisyah.
"Ya Allah, aku kangen sama Mbak."
Asifa merentangkan tangannya, berhamburan berniat memeluk sang kakak. Namun niatnya lenyap dalam sekejap, saat Aisyah menghindar, hingga Asifa hanya memeluk angin.
"Maaf," ucap Aisyah. Ia melangkah ingin melanjutkan memasaknya yang sempat terhenti.
Senyum Asifa pudar penyar dalam waktu kurang sedetik. "Mbak Aisyah," lirihnya.
Arezzo tidak luput memperhatikan interaksi kedua kakak beradik itu, ia juga menyadari kerenggangan hubungan mereka. Namun, Arezzo lebih memilih untuk tidak ikut campur.
Arezzo memilih untuk menyusul Aisyah yang berada di dapur.
Arezzo berdehem, ia melangkah ke samping Aisyah yang masih sibuk menakar bumbu-bumbu masak di hadapannya.
"Merica satu setengah sendok gram," ucap Aisyah seakan tengah melakukan penelitian dosis obat. Ketika seorang dokter yang tidak pernah masak, dipertemukan dengan alat-alat masak.
"Hm, kira-kira ini dosisnya berapa ya?" gumam Aisyah.
Terbitlah segaris benang senyum pada bibir Arezzo. Di saat dihadapkan dengan pekerjaan rumah, barulah Aisyah seperti kehilangan kejeniusannya.
"Jangan terlalu berlebihan, nanti berdampak pada–"
Bahu Aisyah terangkat seketika, saat Arezzo menepuk pelan bagian itu. Sungguh, Aisyah tidak menyadari akan kehadiran sang suami.
"Ya Allah, Mas!"
Diteriaki karena kaget seperti itu, air wajah Arezzo tetap datar dan standar seorang coolboy dengan gengsi setinggi langit, dan misteri seperti prajurit banyaknya.
"Aisyah, saya menunggu kamu di kamar kita." Arezzo berucap, seraya meninggalkan ruang dapur mini itu.
Setelah tubuh Arezzo benar-benar sudah tidak terlihat lagi, Aisyah masih saja terpaku di tempatnya. Wanita itu mengerjap polos.
"Kamar kita? Kamar kita yang mana?" Aisyah mencerna kembali ucapan Arezzo.
"Jangan-jangan?" Aisyah seakan menyadari sesuatu, dengan secepat kilat versi wanita itu, ia beranjak menuju kamar utama apartemen itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
RandomCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...