32

13.1K 617 25
                                    

"Bukan pelakor kamu bilang?" tanya Zehan, ia menaikan sebalah alisnya.

"Apakah, selama aku tidak di indonesia, pelakor sudah tidak digunakan lagi untuk menyebut wanita seperti dirimu?" tanya Zehan.

Air bening terus mengalir membasahi pipi Asifa. Ia merasakan sakit pada bagian pergelangan tangan, yang dicekal oleh Zehan. Namun, bukan hal itu yang lebih dominan menyakitkan, tapi saat melihat wajah Zehan, Asifa kembali merasakan setiap goresan masa lalu.

"Zehan, aku mohon lepaskan. Hiks."

Zehan menggeleng. "Dengan tega menghianati aku, kamu berhubungan terlarang dengan Arezzo?"

"Dan sekarang, apakah kau sudah hamil?" tanya Zehan.

Zehan melirik ke belakangnya, di mana ada tangga yang cukup tinggi. Mungkin jika seseorang dilemparkan dari atas, sampai di bawah sudah tidak bernyawa lagi.

"Jika tidak mengingat santet kamu sangat manjur padaku, hingga membuat aku tergila-gila mencintai pelakor sepertimu, aku mungkin sudah melemparkan kamu ke bawah sana," ungkap Zehan terdengar begitu menyeramkan di telinga Asifa.

"Lepas!" Kali ini, Zehan dengan sengaja merenggangkan cekalannya, sehingga dengan mudah Asifa melepaskan diri.

Asifa berlari, berusaha menjauh dari Zehan. Air mata terus saja mencair dari bola mata wanita itu, membasahi pipi mulusnya.

"Beb, kamu mau kemana!?" Zehan berteriak diakhiri kekehan. Laki-laki itu merentangkan tangannya.

"Sinilah Beb, kembali ke pelukanku!" teriak Zehan lagi.

"Sudah cukup bermain-main," ucap Zehan. Dengan sangat mudah berlari menjangkau Asifa. Ia menarik baju wanita itu, hingga memberhentikan langkahnya. Zehan menyeret Asifa menyudutkan ke dinding, masih di sekitar pinggiran tangga.

"Hiks... lepasin, atau aku teriak!"

Zehan menaikan sebelah alisnya. "Kamu mau berteriak? Memangnya apa yang sudah aku lakukan sama kamu?"

Zehan mengunci pergerakan Asifa, dengan kedua tangannya berada di kedua sisi tubuh wanita itu.

Asifa bisa merasakan napas Zehan begitu dekat menerpa wajahnya, terasa bergemuruh. Dada Asifa kembang-kempis, jantungnya berpacu seakan mengalahkan lesatan kuda.

"Enyah, kau!" Asifa mendorong dada Zehan, agar ia bisa bebas dari kurungan laki-laki itu. Sepertinya, keberuntungan sedang memihak Asifa, karena ia berhasil.

Zehan mundur beberapa langkah, sampai akhirnya terduduk disebabkan oleh dorongan yang cukup kuat dari Asifa.

Ketidak beruntungan, Asifa tidak bisa menyeimbangkan langkahnya karena kakinya terlalu lemah bergemetar takut, ia tersandung pinggiran karpet, langsung terduduk.

Naasnya, karpet itu menggoyangkan tangga yang tersandar di dinding terancam roboh menimpa Asifa yang belum menyadari hal itu.

"Asifa, awas!" Teriakan seseorang, menyadarkan Asifa dan Zehan. Keduanya melebarkan mata, melihat tangga yang berada tidak jauh dari mereka itu.

Aisyah berteriak, ia berlari menuju Asifa berharap bisa menghentikan tangga itu. Sayang, usaha terkadang tidak membuahkan hasil, tangga itu tidak bisa ditahan.

Terlalu terkejut dan khawatir, Aisyah mendorong tubuh Asifa hingga menjauh. Wanita itu tidak menyadari dengan melakukan hal itu, bisa mengancam nyawanya sendiri.

"Mbak, apa yang kau lakukan!" teriak Asifa. Dorongan Aisyah memang membuatnya terselamat dari tangga itu, tapi juga tidak bisa menjauhkannya dari bahaya, karena ia terdorong ke arah tangga.

Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang