18

16K 506 2
                                    

FLASHBACK

3 tahun lalu.

"Kita sudah menjalani hubungan ini selama tiga bulan, apa Abang nggak mau ke jenjang yang lebih lanjut?" Asifa mengatakan itu, seraya menuduk. Tangannya bermain indah di atas terlinga cangkir kopi.

Arezzo menaikkan alisnya sebelah. "Bukankah hal ini terlalu terburu-buru."

Asifa mendongak, memberanikan diri menatap lawan bicaranya. "Bukankah kalo ada niat baik, kita jangan menunda."

Arezzo mengangguk setuju. "Yasudah, saya akan melamar kamu secara resmi setelah dari sini."

Senyum cerah merekah pada bibir Asifa, seakan mewakili apa yang saat ini memenuhi perasaannya. "Abang serius?" tanya Asifa memastikan.

Lagi-lagi, Arezzo mengangguk yakin. Laki-laki itu menoleh ke arah jendela kaca sebelahnya, yang menampilkan pemandangan hujan di luar sana. Saat ini mereka sedang berada di sebuah cafe. Percikan air melekat pada kaca itu.

Hubungan Arezzo dan Asifa, sudah berjalan selama tiga bulan lamanya. Mereka menjalani proses saling mengenal, dan sampai saat ini, mereka merasa cocok antar satu sama lain. Jadi, tidak ada alasan lagi mereka menunda pernikahan.

Asifa adalah anak dari tukang kebun yang bekerja di rumah Arezzo. Asifa tinggal di rumah besar itu bersama kakak dan ayahnya, sedangkan ibunya sudah dipanggil Allah terlebih dahulu beberapa tahun yang lalu.

Arezzo mulai ada ketertarikan dengan Asifa, dari awal gadis itu pindah ke rumahnya.

Drrtt...

Asifa melirik ke ponselnya, yang berada tidak jauh darinya. Pada permukaan layar itu, tertulis nama Aisyah, sang kakak.

Tidak mengulurkan waktu, Asifa mengangkat telpon itu. Lalu menempelkannya pada kuping kanan.

"Assalamu'alaikum," salam Asifa.

"Mbak, kenapa nangis?" Asifa menampakkan raut wajah khwatir.

Arezzo yang tadinya tengah menyesap kopi, kini beralih memperhatikan Asifa. Arezzo bertanya-tanya, apa yang sedang terjadi. Laki-laki itu semakin dibuat penasaran, karena Asifa meneteskan air mata.

"Ada apa?" tanya Arezzo.

Asifa memutuskan sambungan telepon. "Bang, anterin aku ke rumah sakit. Hiks." Gadis itu menarik-narik tangan Arezzo, agar berdiri.

"Ada apa? Oke, iya, kita ke rumah sakit sekarang." Aisyah dengan tergopoh-gopoh menarik tangan Arezzo sampai ke dalam mobil.

Sesampainya di dalam mobil, tangis Asifa pecah, membuat Arezzo semakin cemas.

"Ada apa? Tolong jangan membuat saya khawatir." Arezzo melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Asifa menoleh pada Arezzo. "Hiks, a–yah, hiks. Ay–yah udah nggak ada," ungkap Asifa terbata-bata.

Arezzo mengusap wajahnya kasar. "Innalillahi wa innalillahi raji'un."

                              ****

Kehilangan seseorang yang kita sayang itu adalah hal paling menyesakkan, menangis adalah hal yang wajar. Namun, kesedihan tidak bisa mengambilkan semuanya. Kala kehilangan, bersedih, jangalah berlarut-larut.

Bibir ranum di balik cadar Aisyah terkatup. Gadis itu tidak bisa mengatakan apapun lagi, hanya air mata wakilkan perasaan.

"Ya Allah," ucap Aisyah. Ia memijit pangkal hidungnya, lalu menyandarkan tubuh di sandaran kursi besi.

Aisyah tidak mampu lagi mengatakan apa-apa, kini dia tidak punya apapun lagi, selain adiknya. Ibunya telah pergi, kini ayahnya juga ikut pergi. Kemana Aisyah harus membawa diri.

Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang