36

13.6K 531 43
                                    

Setelah mengetahui siapa identitas Arezzo, semua tidak bisa berkutik. Hanya Aisyah, yang dengan berani menolak pertemuan dengan suaminya itu.

Sebenarnya, Arezzo bisa saja dengan mudah menemui sang istri, tapi kali ini dia tidak ingin memaksa. Arezzo akan menunggu Aisyah sepenuh hati mau menemuinya.

"Tuan, apakah Anda akan tetap berdiam diri di sini terus?" tanya Hiko, bodyguard yang standby di samping Arezzo.

Arezzo menatap lurus ke arah pintu ruangan kerja istrinya, tapi tanpa penghuni di dalamnya. Ia duduk dengan tegap di kursi besi depan ruangan itu.

Tidak terlihat, tapi terasa jelas saat ini Arezzo menghembuskan napas lelah. Sudah hampir satu jam penuh ia menunggu di sana, tapi tak terlihat pertanda apapun Aisyah akan datang.

Arezzo melirik jam yang melingkar di pergelangan. "Jam makan siang telah berakhir," ucapnya.

"Tuan, lebih baik Anda menunggu di dalam," usul Hiko.

Arezzo menaikkan sebelah alisnya, menoleh ke arah Hiko.

"Saya bisa dengan mudah meminta kunci ruangan itu, pada juru kuncinya."

Arezzo terlalu malas untuk mengeluarkan suara, untuk mengiyakan, ia mengangguk.

Tidak menghabiskan waktu yang lama, karena pergerakan anak buah Arezzo yang bisa diandalkan, laki-laki itu sudah bisa berhasil memasuki ruangan kerja istrinya.

Arezzo menyapu pandangannya ke sekeliling, seperti biasa jika sudah menyangkut seorang dokter seperti Aisyah, pastinya akan selalu rapi dan apik.

Arezzo melanjutkan langkahnya menuju meja kerja Aisyah, di sana terdapat tumpukan berkas, laptop yang tertutup, dan peralatan lainnya yang dibutuhkan seorang dokter seperti Aisyah.

Tunak mata elang nan tajam milik Arezzo terhenti pada sebuah objek yang sangat menarik, yaitu sebuah bingkai foto.

Tangan Arezzo terulur mengambil benda itu. Rautan wajahnya yang datar, tidak bisa menggambarkan apa yang saat ini dirinya rasakan.

Arezzo meraba dadanya, menemukan titik jantung yang berdetak hebat saat ini. Lalu, tangannya berpindah tempat di permukaan foto yang dibingkai itu.

"Ternyata, foto ini masih ada." Tidak bisa ditahan lagi, terbitlah senyum di bibir laki-laki itu.

Di foto itu, tergambar jelas sebuah kebahagiaan. Aisyah tersenyum lebar, dan Arezzo, entahlah ada apa dengan laki-laki itu yang membuatnya tersenyum pada momen itu.

"Saya merindukan saat-saat itu," gumam Arezzo.

Cklekk...

Decit pintu terdengar, dengan segera Arezzo memperbaiki posisi tubuhnya, dan meletakkan kembali foto itu ke tempat semula.

"Loh, Mas Arez?" Bola mata Aisyah seolah ingin keluar, karena terkejut mendapati Arezzo di ruangannya.

"Waalaikumsalam," ucap Arezzo datar.

Aisyah menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lalu menyengir. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Aisyah.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Dengan santainya Arezzo menduduki kursi kerja Aisyah, tanpa meminta izin terlebih dahulu.

Aisyah membeku di tempat, apa yang membuat suaminya itu mau menghabiskan waktu hanya untuk menunggunya. Padahal, tadi Aisyah sudah mengatakan dengan jelas dia tidak ingin bertemu dengan Arezzo.

"Mas ngapain ke sini?" tanya Aisyah, nada suaranya terdengar sangat santai, seakan di antara mereka sedang tidak terjadi apapun.

Arezzo melirik sekilas ke arah Aisyah yang berdiri tidak jauh dari pintu.

Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang