40

16.4K 557 10
                                    

Sepulang dari perjalanan tugas di rumah sakit seharian, Aisyah menghabiskan waktu bersama di rumah dokter Ulfa atas ajakan sang empu.

Saat ini Aisyah dan Ulfa tengah berada di salon yang ada di salah-satu ruangan di rumah dokter Ulfa.

Yang pada dasarnya, Aisyah menolak untuk datang ke ruang salon itu karena dia tidak pernah melakukan rutinitas seperti itu. Lagi-lagi, atas dasar bujukan dokter Ulfa, Aisyah tidak enak hati untuk tidak mengikuti keinginan wanita itu.

"Jadi, bagaimana keadaan kamu saat ini?" tanya Ulfa. Dia harus benar-benar kondisi dari Aisyah. Dokter kandungan itu berharap, ia bisa mengalihkan kesedihan dari Aisyah.

"Seperti yang kau lihat? Aku alhamdulillah baik-baik saja," bohong Aisyah. Ia hanya tidak ingin orang luar tau akan masalah rumah tangga yang tengah menerpanya.

"Tadi aku melihat pak Arezzo di rumah sakit," ungkap Ulfa.

Aisyah angkat bahu. Pertanda dia tidak ingin tahu, dan juga tidak ingin bertanya mengapa suaminya itu ada di rumah sakit, karena dirinya sendiri sudah tahu jawabannya.

"Akhir-akhir ini, memang suaminya dokter Aisyah sangat sering berada di rumah sakit. Hayoo, ada apa garangan?" Ulfa berucap, seraya memejamkan matanya, menikmati pijatan lembut yang diberikan di atas punggungnya.

Posisi Ulfa dan Aisyah tengah telungkup dengan tempat tidur yang berbeda. Untunglah, pegawai yang melakukan rangkaian spa itu adalah perempuan.

Aisyah turut terlena dengan sensasi yang dia rasakan, cukup membuat sebuah refresing untuk dirinya.

"Aku tidak ingin membahas masalah itu," ungkap Aisyah.

Ulfa mencoba mengerti dengan ucapan Aisyah. Memang benar, jika seseorang telah terluka sulit untuk kembali seperti semula.

Ulfa menyadari, jika beberapa hari terakhir, ada yang berbeda dari Aisyah. Wanita itu lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermenung dengan tatapan yang kosong.

Ulfa mengira-ngira, jika telah terjadi sesuatu yang besar dalam hidup Aisyah. Sepertinya kali ini sangat mengganggu pada psikologisnya. Hal itu hanya baru dugaan Ulfa.

"Istri mana yang tidak kena psikis, jika suaminya seperti pak Arezzo," batin Ulfa.

"Aisyah, apapun masalah kamu, saya siap dengan senang hati menjadi sahabat mendengar curahan hati kamu," ucap Ulfa.

Aisyah menoleh ke tempat tidur di sebelahnya. Wanita itu tersenyum ke arah dokter Ulfa.

"Terimakasih atas semuanya, Dok."

"Santai aja, mulai sekarang kita adalah sahabat." Ulfa menerbitkan segaris senyum di bibirnya.

"Ah iya, setelah ini ada dokter Tari, dia dokter kecantikan di keluarga aku. Kita akan konsul ke dia," ungkap Ulfa.

Aisyah tidak terlalu terkejut mengetahui fasilitas yang ada di rumah besar milik dokter Ulfa, karena di rumah Arezzo pun ada sebuah salon lengkap dengan dokter kecantikannya. Hanya saja, selama di rumah itu Aisyah belum pernah melakukan apapun dengan fasilitas yang cukup terkesan berlebihan itu.

"Dokter Aisyah harus sering-sering melakukan tripmant kecantikan, supaya para mantan-mantan menyesal. Hehehe."

Sebenarnya, Ulfa ingin mengatakan 'agar suaminya nggak jelatan mencari perempuan lain'. Namun, urung ia katakan mengingat hal itu akan menyakiti Aisyah.

"Dari dulu, saya sangat jarang sekali memperhatikan penampilan."

Ulfa faham, mengingat Aisyah adalah seorang dokter yang sangat berprestasi. Namun sayangnya, dokter umum itu tidak ingin melanjutkan pendidikannya. Aisyah selalu beralasan, ingin fokus mengurus keluarga kecilnya.

Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang