FLASHBACK.
3 tahun lalu.
Dalam ruangan yang penuh dengan kemegahan, pertanda akan kekayaan keluarga Wijaya. Kini tengah berkumpul seluruh keluarga, yang tadinya penuh dengan senda gurau, kini berubah drastis dengan ketegangan.
"Apa Pa, perjodohan?" tanya Arezzo tidak percaya.
Aditama berdehem, lalu mengangguk. "Iya perjodohan kamu dan Aisyah."
Yang dapat dilakukan Aisyah saat ini adalah terdiam, masih belum mencerna seluruh ucapan dari kepala keluarga Wijaya ini.
Asifa menoleh ke arah Arezzo dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. Perasaan gadis itu sekarang ini, sudah bercampuk aduk. Dada bergemuruh hebat, matanya memanas. Apa maksudnya ini?
Arezzo melirik Aisyah sebentar, lalu kembali ke papanya. Dia semakin tidak percaya lagi, apa yang dituturkan Aditama setelahnya.
"Kalian akan menikah dua hari lagi," putus Aditama.
Arezzo mencoba menolak keinginan papanya, dengan cara halus. "Tapi Pa, kan kita baru saja didera musibah, janganlah Pa, secepat itu." Arezzo melemparkan pandangannya ke arah Aisyah. "Benarkan Aisyah?"
Aisyah tidak tahu harus berbuat apa, ia hanya mengangguk.
Aditama menyesap kopinya sebentar, sebelum kembali berujar. "Justru itu, dengan kamu menikahi Aisyah, ia bisa ada yang melindungi."
Arezzo mengerti maksud baik dari papanya, tapi mengapa harus dirinya dan Aisyah. "Tapi Pa, mengapa harus dengan Aisyah?"
Aditama menaikan sebelah alisnya, menyerengit. "Apa maksud kamu, bicara seperti itu? Apa ada yang salah dengan Aisyah?"
"B–ukan seperti itu. Maksud saya, ken–"
"Sudahlah, ini sudah menjadi keputusan papa," pungkas Aditama, memotong ucapan putranya.
Dian angkat suara. "Memangnya kalo bukan sama Aisyah, sama siapa lagi?" tanya Dian pada putranya.
Arezzo refleks menoleh ke arah Asifa yang masih setia menunduk. Dian juga mengikuti arah pandang Arezzo.
"Asifa? Arezzo, dia belum bisa menjadi seorang istri, Aisyah yang lebih matang dan pantas." Dian memberikan pengertian.
Asifa semakin menundukkan kepala. Sakit, itu yang dirasakan oleh Asifa saat ini, mendengar fakta dari mulut Dian.
'Apakah benar seperti itu?' batin Asifa.
Pemuda 22 tahun itu, mengatur napasnya mengharapkan tenang saat menghadapi jalan duri kehidupan.
"Baiklah, saya akan menerima perjodohan ini." Keputusan yang terucap hanya terpikir lima detik saja dari otak Arezzo.
Dian dan Aditama terlihat mengembangkan senyum bergitu merekah, setelah mendengar keputusan sang putra. Mereka yakin, bahwa Aisyah adalah gadis yang pantas untuk mendampingi putra mereka. Mereka sudah mengenal pribadi Aisyah dari beberapa tahun lalu, dan juga mereka sudah tertarik dengan gadis itu sejak dulu untuk jadi menantu.
Dian melempar pandang pada Aisyah. "Bagaimana, Aisyah?"
Posisi Aisyah saat ini, berada di mana jika ia menolak itu akan sangat melukai dua orang yang sudah sangat berjasa dalam hidup dan keluarganya.
Namun, jika ia menerima perjodohan ini, ia ragu akan berjalan baik rumah tangganya dan Arezzo. Apalagi mereka tidak pernah saling mengenal jauh. Pernikahan tanpa cinta itu, seperti mencari jarum dalam jerami.
Arezzo tau, jika saat ini Aisyah ragu-ragu mengambil keputusan. Ia mengerti, karena ini terlalu mendadak hingga mereka tidak diberi waktu untuk memikirkannya.
Hembusan napas gusar terdengar dari Arezzo, lalu ia mendekat pada tempat duduk Aisyah yang berseberangan dengannya.
Arezzo berlutut di hadapan Aisyah, dengan kaki kiri tempat bertumpu. "Aisyah, menikahlah dengan saya. Benar apa yang dikatakan papa, kita perlu menikah untuk hidup kamu dan Asifa. Dengan kamu jadi menantu di sini, kamu akan lebih aman."
"Tapi tujuan menikah bukan itu." Aisyah akhirnya angkat suara. Gadis itu sadar, jika kini ia adalah tulang punggung keluarga, tanggung jawabnya menjadi lebih besar terhadap kelangsungan hidup Asifa.
Aisyah dan Asifa menumpang di keluarga ini. Akan sangat tidak tahu dirinya, jika menolak perjodohan ini. Dia juga belum mampu membiayai hidupnya dan Asifa. Kuliah Aisyah saat ini juga masih dibiayai oleh keluarga Wijaya.
"Saya paham, tujuan menikah memang bukan itu. Baiklah, apa yang membuat kamu berat menerima perjodohan ini?" tanya Arezzo, masih dengan posisinya.
Tidak ada pilihan lain, mau tidak mau Aisyah harus menerima perjodohan ini. Melirik pada Dian dan Aditama, gadis itu mendapati percikan harapan terhadap dirinya.
Aisyah mengangguk. "Baiklah, Aisyah bersedia menjadi istri Mas."
Mendengar jawaban Aisyah, Arezzo menghembuskan napas lega. Laki-laki itu bangkit menjadi duduk di samping Aisyah.
Asifa tiba-tiba bergerak kasar, berdiri dari duduknya. "Saya permisi," pamit gadis itu, berucap dengan nada cepat.
Namun, selain Arezzo, tidak ada yang menyadari perubahan sikap dari Asifa.
***
"Saya terima nikahnya Hafizah Aisyah bin Abdulaziz dengan mahar seperangkat alat sholat dan cincin berlian, dibayar tunai." Arezzo dengan lancar menuturkan untaian kalimat ajaib, yang mampu mengubah statusnya. Mengubah yang haram menjadi halal.
"Bagaimana para saksi?" tanya pak penghulu.
"Sah!" jawab para saksi.
"Sah!!" Serempak para tamu undangan, mengucapkan kata yang membahagiakan itu.
Acara berlanjut pemanjatan doa untuk kehidupan baru Arezzo dan Aisyah. Juga tidak lupa, pemanjatan syukur karena acara sudah dilancarkan oleh yang maha kuasa.
Doa dipimpin oleh pak penghulu. Diakhiri dengan seruan 'Aamiin' dari para tamu undangan yang datang pada acara akad Arezzo dan Aisyah.
Aisyah tersenyum, gadis itu'pun bingung, tidak bisa mendeskripsikan perasaan yang menguasainya saat ini. Namun yang jelas, dia sangat bersyukur karena Allah sudah mempercainya untuk menjadi seorang istri.
Di antara senyum bahagia para tamu, terselip sebuah kemurungan pada salah seorang. Gadis berhijab hitam, detik ini menatap dengan mata berkaca-kaca, pada Arezzo di depan sana. Yang tak lain, dia adalah Asifa.
"Acara puncak, saatnya pertukaran cincin. Kepada pengantin wanita, harap maju ke depan." Suara intruksi itu berasal dari MC yang menggiring acara sedari tadi.
Dian tersenyum hangat, tak bisa melukiskan bagaimana kebahagiaannya saat ini. Wanita itu membantu menantunya maju, menuju tempat Arezzo berada.
Asifa menatap lurus ke depan, menyaksikan bagaimana Aisyah bersalaman dengan Arezzo. Bahkan, Asifa tidak pernah bersentuhan kulit langsung dengan laki-laki itu. 'Harusnya aku yang di sana.' batin gadis cantik bernama Asifa.
Namun, Asifa tidak menitikkan air mata lagi. Dia sakit, tentu, tapi dia juga ingin melihat kakaknya bahagia. Mungkin dengan pernikahan ini Aisyah akan bahagia. Masalah Arezzo, mungkin dirinya bukan jodoh laki-laki itu.
Asifa teringat kembali, apa yang dijelaskan dan salam perpisahan dari Arezzo malam tadi.
"Lupakanlah saya, ini sudah takdir. Di luar sana, masih banyak yang lebih pantas mendampingi kamu, yang lebih baik daripada saya," tutur Arezzo.
"Lupakan hubungan kita, cinta kamu, karena tak layak jika kamu mencintai suami kakak sendiri."
Akhirnya percakapan, Arezzo mengatakan, "Masalah penyelidikan kasus pak Dzakwan, kamu tenang saja, seperti janji saya, akan mengusahakan semampu diri."
"Asifa," panggil seseorang, mampu membuyarkan lamunan Asifa.
Gadis itu tersentak, saat ada yang menepuk bahunya. Asifa menoleh ke belakang, ia mendapati wanita bercadar bergaun pengantin.
"Kok ngelamun?" tanya Aisyah.
"Ah, itu Mbak. Anu, apa ya? Hehe udah lupain aja."
![](https://img.wattpad.com/cover/266988184-288-k55601.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
De TodoCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...