Aisyah terus saja membawa langkahnya, sampai dia berada di luar rumah. Suasana saat ini sangat sepi di luar. Hanya sesegukan Aisyah yang menjadi teman hening.
Aisyah mengedarkan pandangannya pada mobil yang terparkir di garasi, selintas ide terukir pada otaknya.
Kebetulan kunci mobil ada di tangan Aisyah, karena memang tadi dia berniat untuk pergi. Sejujurnya, Aisyah tidak mampu menyaksikan bagaimana suaminya sendiri menikah lagi.
Tidak membuang waktu lagi, Aisyah masuk ke dalam mobilnya. Padahal tubuhnya gemeteran, tapi tetap dia paksakan untuk bergerak mengemudi. Aisyah melajukan mobilnya.
Aisyah masih bisa sedikit berfikir jernih, sehingga ia lebih memilih jalan yang sepi. Jika ia memilih jalan raya dan kondisinya seperti sekarang, tidak ada yang menjamin semua baik-baik saja. Aisyah tidak ingin mengambil resiko, atau membuat orang lain celaka karenanya. Aisyah melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Entah kemana dia membawanya.
"Hiks..." Genangan embun yang siap meleleh begitu kentara di mata Aisyah. Wanita itu mencoba memfokuskan pandangannya untuk mengemudi.
Aisyah memejamkan matanya sejenak, membuat air matanya luruh hebat.
Tidak bisa, Aisyah tidak bisa lagi mengemudikan mobilnya, ia putuskan untuk berhenti.
"Kenapa rasanya sakit sekali?!"
Aisyah membekap kepalanya dengan kedua tangannya, ia terlihat sungguh frustasi. Entah sudah berapa banyak air mata yang sudah mengering di pipi, menyerap pada cadar wanita itu. Namun, itu sama sekali tidak mengurangi sakitnya.
Aisyah mengatur nafasnya, ia menjatuhkan kepala pada setiran mobil. "Apa ini ya Allah?"
Wanita itu merasa butuh udara segar, ia keluar dari mobil dengan sempoyongan.
"Aagggrrtt!" Lepas sudah, suara Aisyah bergelombang di udara. Terdengar begitu memeriahkan.
Tubuh Aisyah begitu layu, sehingga ia luruh pada kerasnya aspal. Terdengar suara benturan lututnya. Lagi dan lagi Aisyah berteriak, terisak pilu memecahkan keheningan. Air mata sudah pasti begitu setia menemani Aisyah.
"Kenapa kehidupan percintaan aku serumit ini? Aku hanya ingin bahagia, tapi sepertinya itu terdengar mustahil!"
"Mereka menganggap seakan diriku ini sekeras batu, sehingga mereka lempar kemana saja yang mereka mau!" Suara Aisyah bahkan sudah parau.
"Ya Allah!"
Ctrarrr!
Bahkan langitpun ikut bersedih untuk wanita berhati lembut, tapi rapuh itu. Cuaca murung dan mendung.
Aisyah menengadahkan kepalanya, bisa dilihat bagaimana langit yang sudah ditutupi oleh awan kelabu.
Tes..
Satu tetes air langit jatuh menerpa wajah Aisyah. Serentak dengan itu pula, air mata wanita itu kembali meluncur. Langit saja paham, dan prihatin dengan kondisi Aisyah.
"Agggrrtt! Hiks!"
Hujan semakin lebat turun, tetesannya menyamarkan air mata Aisyah dengan begitu sempurna.
Aisyah bahkan tidak merasakan dinginnya angin yang menerpa tulang. Isakannya semakin terdengar keras, tapi serak seakan menahannya.
Sungguh, jikalau Arezzo mengatakan bahwa dia ingin bersama dengan Asifa, maka Aisyah akan memberikan restu. Namun, Arezzo dan Asifa memilih jalan yang tak terpikirkan oleh akal sehat.
"Hiks... hiks..!" Untungnya Aisyah memilih jalan yang benar-benar sepi tadi, yang jarang dilewati oleh orang-orang.
Tidak bisa dipungkiri saat ini Aisyah sudah basah kuyup. Bahkan pakaiannya terasa melekat pada kulitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
RandomCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...