Arezzo masih tetap dengan usahanya, walaupun belum menghasilkan apapun sedari tadi. Hari semakin dimakan malam, tapi sepertinya Arezzo belum menemukan keberuntungannya.
Aisyah tak kunjung membukakan pintu untuk suaminya, membuat di hati Arezzo tumbuh rasa pesimis.
Di benak Arezzo terdapat beribu pertanyaan tanpa jawaban yang bisa dia dapat.
"Apakah Aisyah sangat marah pada saya?"
"Apa Aisyah tidak ingin lagi menemui saya?"
"Apa Aisyah sudah sangat tersakiti, hingga dia memilih pergi?"
Dan pertanyaan-pertanyaan tentang Aisyah semakin bersarang, setelah Arezzo menoleh ke arah langit yang kini kelam pekat, rembulan bersembunyi malu di balik awan. Udara berhembus dingin menusuk pori-pori Arezzo.
"Sebentar lagi hujan," gumam Arezzo.
"Aisyah, apa kamu tidak ingin membukakan pintunya?" tanya Arezzo.
Rasa keram mendatangi tangan laki-laki itu, karena sudah hampir satu jam penuh ia lakukan hanya untuk mengetuk pintu, dari mulai cara kasar hingga cara lembut. Namun, sepertinya sang empunya tak memperdulikan hal itu.
Benar saja dugaan Arezzo, kini tetes demi tetes cairan bening mulai turun dari atap dunia. Tentu hal itu membuat dinginnya malam makin menjadi, menyiksa Arezzo yang tengah berada di luar ruangan.
Arezzo menatap tangannya yang memucat karena kedinginan dan keram. Laki-laki itu melakukan pergerakan menggosokkan kedua belah telapak tangannya, untuk sedikit memberikan rasa kehangatan.
Tok... tok...
Arezzo tak pantang menyerah, terus saja melajukan aktivitas yang hampir tidak ada gunanya untuk saat ini.
"Aisyah, setidaknya kamu dengerin saya dari dalam, jika kamu tidak ingin membukakan pintu." Arezzo merekatkan telapak tangannya ke permukaan pintu.
"Tolong maafkan saya, Ais, atas perbuatan saya baik sengaja maupun tanpa saya sadari. Maaf," lirih Arezzo.
"Saya mohon Aisyah, jangan pergi ninggalin saya."
"Mau percaya atau tidak, yakinlah, saya tidak ingin kehilangan kamu dalam hidup saya."
Arezzo terus saja mencurahkan segala perasaan yang bersarang pada benaknya. Dalam keadaan rasa takut, kegengsian untuk berkata jujur mencair dengan sangat mudahnya, padahal sebelumnya sangat beku dan tersimpan jauh.
Tetes demi tetes air hujan sangat lebat menyapa bumi, baunya sangat kentara mengeluarkan aroma. Arezzo yang berada di teras depan rumah Aisyah tentu juga ikut terkena percikan air itu, yang lama kelamaan bisa membuat tabuh laki-laki itu basah kuyup.
Arezzo tidak memperdulikan keadaan tubuhnya, yang dia inginkan sekarang hanya bertemu Aisyah.
Terkadang, awan harus membalut bulan yang terpacar sangat indah pesonanya, agar tidak dilihat oleh angin yang ingin menghampirinya. Sama halnya dengan Aisyah, ada kalanya alam tidak mengizinkan untuk bersua dengan Arezzo yang sudah tak terhitung lagi berapa kali banyaknya ia menyakiti diri Aisyah.
Di dalam ruangan rumah kecil milik Aisyah, sang empunya tengah berayun di alam mimpi sangat pulas. Tak biasanya Aisyah bisa selesai itu selama tinggal di rumah Arezzo, mungkin karena tekanan batin yang dia terima.
"Aisyah, tolong kembali!"
Kelopak mata Aisyah bergerak hendak terbuka dengan tidak nyaman, saat kantuk sangat memberikan beban.
Sayup-sayup terdengar suara bas seorang laki-laki memanggil nama Aisyah, tapi sang pemilik nama menganggap itu hanya angan alam mimpi.
"Aisyah, tolong buka pintunya sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
AcakCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...