Aisyah tengah duduk pada kursi yang berada di pinggir kolam berenang. Ia tengah menikmati suasana sore yang menjelang, memberikan sedikit ketenangan pada diri wanita itu.
Hembusan angin menyapa, memainkan cadar dan khimar panjang milik Aisyah, hingga sang empunya harus menahan agar kain hitam di wajahnya tidak tersingkap.
"Aku tidak apa-apa, kok," kata Aisyah pada orang yang berada di seberang telpon.
Aisyah memandang lamat pada lain, sepertinya kehadiran dirinya tidak lama akan berganti.
"Tapi rencana awal masih jadi kan?" tanya Orang di seberang sambungan telpon.
Aisyah mengangguk. "Iya, semua akan sesuai dengan rencana awal."
"Kamu sih, kenapa mau kembali ke rumah itu?"
Aisyah tersenyum kecut. "Mau bagaimana lagi, ini adalah satu-satunya cara agar mas Arez mau tandatangan surat cerai."
Aisyah mengatakan hal itu seakan hatinya telah membatu, tidak mendengar perkataan Asifa dan Arezzo, yang sedari kemarin memaksanya untuk mencabut kembali gugatan cerai itu.
Hati itu ajaib, seperti halnya dengan langit yang bisa saja mendung tiba-tiba. Namun juga bisa seperti batu yang keras, tapi lama-kelamaan akan lebur juga setelah dihujani.
"Hm, yaudah, kalo itu yang terbaik. Semoga keputusan ini tepat untuk kamu, Aisyah. Saya sayang sama kamu."
Aisyah tersenyum. "InsyaAllah. Yaudah, aku tutup dulu telponnya, nanti aku dicariin lagi sama mas Arez. Hehehe, itung-itung mengabdi pada suami."
"Halah, kamu itu selalu mengabdi sama Arezzo, tapi apa yang kamu dapat?"
"Aku sudah tidak ingin membahas itu lagi. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Aisyah dengan cepat memutuskan sambungan telpon itu.
***
Mengurus seorang bayi lebih mudah, daripada mengurus bayi besar seperti Arezzo yang tidak bisa ditebak tingkahnya.
"Mas, belum mandi kan seharian ini? Yaudah mandi sana, biar nanti tidurnya nyenyak," tutur Aisyah.
Aisyah sudah berusaha sedari tadi membujuk suaminya itu mengguyur badan dengan air, tapi sepertinya Arezzo enggan untuk melaksanakan.
"Ayolah Mas, badannya pasti dah lengket."
Aisyah menggeleng gemas, melihat Arezzo semakin menyatukan dirinya dengan kasur.
"Saya lagi sakit, dan kamu menyuruh saya mandi?" tanya Arezzo.
Aisyah berdecak. "Mas, ngga perlu mandi pake air dingin tapi pake air hangat. Mau ya?"
Aisyah masih punya hati, ia tidak mungkin menyuruh Arezzo mandi menggunakan air dingin, karena mungkin akan memperburuk keadaan suaminya.
Arezzo menggeleng keukeuh. "Saya nggak mau mandi, tetap saja saya kedinginan."
"Bagaimana kalo mandi bersama Aisyah?" Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Aisyah, bahkan setelah itu ia menepuk pelan bibirnya.
Arezzo menaikkan sebelah alisnya, menelengkan kepalanya ke kanan tanda berfikir keras.
"Hm, boleh juga," kata Arezzo.
"Heh?" Aisyah ternganga dengan respon suaminya.
Arezzo sontak saja bangkit dari tidurnya, bahkan duduk dengan tegap. "Yok lah," ajaknya turun dari tempat tidur.
Arezzo menarik tangan Aisyah, tapi sang empunya masih duduk diam di tempat.
"Apa ada yang salah?" tanya Arezzo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
AcakCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...