Kala malam telah mengusai langit, sepi menghampiri, ada seorang wanita bergamis polos biru tengah berjalan di jalanan yang sudah sangat hening dari aktivitas manusia. Asifa, wanita yang tengah mengandung menyusuri malam sendirian.
"Apa yang bisa aku lakukan sekarang?" tanya Asifa pada dirinya sendiri. Ia mendongak, melihat bagaimana awan kelam menyelimuti malam.
Asifa memeluk tubuhnya sendiri, kakinya tetap berayun walau tanpa tujuan. Posisinya sudah cukup jauh dari kawasan rumah Arezzo.
Sekeliling tempat Asifa berinjak, suasana sangat sepi menemani. Bagaimana tidak, ini sudah hampir dini hari, tidak ada lagi orang yang beraktivitas di luar rumah. Kecuali nanti Asifa telah berada di jalan raya.
"Ya Allah, hiks." Bayangkanlah jika berada di posisi Asifa saat ini, saat tak ada satupun yang bisa diharapkan selain Allah.
Sejak dulu, Asifa selalu mengandalkan Aisyah dalam hal apapun, karena kakanya itu sangat bijak dalam menghadapi masalah. Inilah yang menjadi alasan pertimbangan awal, rencana Arezzo dan Asifa berjalan.
Rasa sesak membuncah pada diri Asifa. "Mbak Aisyah ke mana, ya Allah. Tega banget ninggalin aku sendiri. Hiks, Mbak, aku sendirian di sini." Asifa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, menghentikan suara isakan.
"So bad day," gumam Asifa.
Tin... tinn...
Tak ayal, suara klakson itu mampu mengejutkan Asifa yang tengah bergulat dengan pikiran. Asifa meminggirkan diri, memberikan akses yang lebar untuk mobil di belakangnya. Namun, bukannya berhenti membunyikan klakson mobil itu terus saja mengganggu indra pendengaran Asifa.
Asifa mendengus kesal, ia menoleh ke belakang, sontak saja matanya menyipit karena silau dari lampu mobil. "Hei, Anda tidak lihat itu ada jalan yang besar di sana?"
Benar saja, bunyi klakson dari mobil itu terhenti jua. Asifa mengucap syukur di dalam hati.
Asifa kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti tadi, tapi urung dia lakukan karena mobik itu seakan mengikuti langkahnya.
Asifa menukik alisnya. "Mungkin perasaan aku saja, mungkin mobil itu menuju arah yang sama." Wanita itu berusaha menepis segala kemungkinan.
Namun, pikiran Asifa dikuatkan kala ia telah menuju pada sebuah persimpangan jalan, dan mobil di belakang masih saja mengikutinya.
Seketika, roma tengkuk Asifa bergema. Entahlah, mungkin trauma beberapa bulan masih terekam jelas pada pikirannya.
Pada suasana yang sama, dulu Asifa juga pernah di posisi seperti saat ini, dan berakhir dengan hilangnya kehormatan dan hamil anak yang tak diinginkan. Mengingat hal itu, membuat Asifa teringat akan karamnya rumah tangga Aisyah dan Arezzo.
"Apa benar tu mobil ngikutin aku?" Untuk lebih memastikan, Asifa kembali menghentikan kakinya.
Benar saja, mobil itu juga ikut memberhentikan lajunya.
Lama Asifa terdiam, memikirkan segala ide yang bisa menguntungkannnya pada kondisi seperti ini. Tidak ada! Karena semua isi otak Asifa ngeblank, diakibatkan oleh trauma yang sangat menyiksa.
Seorang laki-laki di dalam mobil, ia selalu memperhatikan gerak-gerik Asifa yang sudah mengutit dari awal wanita itu keluar dari rumah keluarga besar Wijaya.
"Kok dia berhenti, apa dia mengalami kesusahan? Atau kesakitan?" Zehan, ya siapa lagi kiranya laki-laki yang rela menjadi hantu dan jelangkung dalam waktu bersamaan hanya demi Asifa. Anggaplah dirinya bucin, tapi itulah kenyatannya.
Zehan memutuskan untuk keluar dari tempatnya, menghampiri sang pujaan hati. Sedangkan di tempat Asifa berdiri, ia menyipitkan matanya menganalisis siapa kiranya orang yang berjalan mendekat ke arahnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/266988184-288-k55601.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Madu (Lengkap)
SonstigesCERITA INI BISA MEMBUAT EMOSI ANDA JUNGKIR BALIK SALTO MENGGELINDING ⚠️ Aisyah harus menghadapi kenyataan pahit ketika suaminya, Arezzo, menghamili adiknya, Asyifa. Hatinya hancur, merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Meski terluka, Aisyah...