23

12.7K 495 19
                                    

Terimakasih atas semua perbuatanmu yang membuatku semakin kuat, semakin tangguh dan semakin ikhlas menerima semua kenyataan saat ini. Tanda tertulis, Aisyah.

                           ***

Aisyah tergopoh-gopoh berlari dari kamarnya di lantai tiga, menuju lantai dasar. Dia tadi mengintip dari kaca kamarnya, menemukan figur sang suami dari kejauhan pertanda bahwa Arezzo sudah pulang kerja.

Aisyah lebih memilih menggunakan lift daripada harus menggunakan tangga biasa, bertujuan untuk bisa lebih cepat sampai.

Benar saja, saat Aisyah sudah menginjakkan kaki di lantai dasar, bertepatan Arezzo masuk ke ruang tengah.

Aisyah tersenyum hangat menyambut kehadiran sang suami. Ia berjalan mendekat pada Arezzo, yang mengistirahatkan sebentar tubuhnya di sofa.

Aisyah menyalami Arezzo, seperti kebiasaannya semejak suaminya pulang dari negeri orang untuk menimba ilmu. "Sudah pulang Mas?" tanyanya basa-basi. Aisyah selalu berharap, jika suatu saat Arezzo akan menempelkan bibirnya di ubun-ubun Aisyah, saat istrinya itu menyalami tangannya.

Arezzo menaikkan alisnya. "Menurut kamu? Tidak buta kan?" ucap datar Arezzo.

Senyum di bibir Aisyah menjadi kikuk. "Hehehe." Wanita itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Ia menjatuhkan diri pada bagian sofa di sebelah Arezzo.

"Kebiasaan orang Indonesia, sudah tahu masih saja bertanya," gumam Arezzo.

"Mas, mau kopi atau teh?" tanya Aisyah.

Arezzo menoleh ke samping, di mana Aisyah berada. Tidak biasanya Aisyah menawarkan hal seperti itu padanya, karena Arezzo tahu bahkan untuk memasak air saja gosong.

Dengan ragu Arezzo menjawab. "Kopi saja."

Aisyah kembali menerbitkan senyum. "Yaudah, Mas tunggu dulu di sini. Aisyah buatkan dulu."

Arezzo menatap punggung Aisyah yang semakin menjauh. Istrinya itu selalu menjalankan kewajiban sebagai istri dengan baik, ya Arezzo juga menyadari akan hal itu. Namun, ada satu kenyataan yang harus selalu diingat oleh laki-laki itu.

"Asifa," gumam Arezzo.

"Assalamu'alaikum Bang," salam Asifa, ia berjalan dari arah tangga mendekat pada Arezzo.

"Waalaikumsalam," jawab Arezzo.

Asifa mengambil alih bagian sofa yang tadi duduki oleh Aisyah. "Abang keliatan capek banget, ampe pulang jam segini. Kencan sama berkas ya?" duga Asifa.

Arezzo memijat pangkal hidungnya. "Pekerjaan kantor menumpuk."

Asifa tahu mengapa hal itu bisa terjadi, Arezzo sedikit banyak selalu menceritakan kesehariannya. Asifa mengerti, jika Arezzo menemani Aisyah selama beberapa hari terakhir.

"Ulululu, bertanggungjawab sekali Abang satu ini. Hahaha," ejek Asifa.

"Ck, kamu ini." Arezzo hanya menggelengkan organ tubuh bagian paling atasnya. Laki-laki itu menarik bibirnya sedikit, hingga membentuk lengkungan senyum kecil.

"Bagaimana keadaan jagoan kecil?" Arezzo menoleh ke arah perut datar Asifa.

"Sapa dong Bang," kata Asifa setengah bergurau. Namun ditanggapi dengan serius oleh Arezzo. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya pada perut Asifa.

Arezzo melambaikan tangannya. "Hallo, bagaimana keadaan babyboy ini."

Tanpa keduanya sadari, ada seorang wanita terpaku menyaksikan keharmonisan dua insan yang sedang memadu kasih di hadapannya. Aisyah mencoba memaksakan senyum.

Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang