15

15.1K 548 3
                                    

Arezzo membuka dengan tergesa-gesa pintu ruangan inap Aisyah. Untungnya ia memiliki ide tadi, untuk mencari jalan pintas, sehingga ia bisa sampai terlebih dahulu daripada Andi.

Aisyah tersentak, saat ada yang membuka pintu tanpa mengucapkan salam atau permisi.

Aisyah menoleh ke seseorang yang baru saja datang. Bisa dilihat oleh Aisyah, Arezzo yang berdiri di ambang pintu.

"Mas?" Aisyah masih belum terlalu sadar akan kehadiran sang suami.

Arezzo menyengir, lalu melangkah mendekat ke arah Aisyah. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Arezzo mengambil alih kursi, yang ada di sebalah tempat tidur Aisyah. "Hm, bagaimana keadaan kamu?"

"Sudah sangat mendingan, kok. Jadi, Aisyah boleh ya keluar dari rumah sakit ini?" Aisyah sudah beberapa mencoba membujuk Arezzo, agar dirinya dibawa pulang saja. Namun, ditolak mentah-mentah oleh laki-laki itu.

Arezzo menggeleng keukeuh. "Tidak boleh."

Aisyah cemberut di balik cadarnya. "Bosan, Mas, di sini."

"Baru juga sehari."

Aisyah menghembuskan napas pelan. Tidak bisa dibantah lagi, jika Arezzo sudah memutuskan sesuatu. Aisyah lebih baik menuruti perintah suaminya.

"Bukankah tadi Mas udah pergi ke kantor. Ini bukan jam pulang kerja kan?" Aisyah menoleh ke arah dinding yang di mana ada jam bergantung di sana.

"Saya lagi jaga-jaga," guman Arezzo pelan hingga tidak terlalu jelas didengar oleh Aisyah.

"Mas bilang apa?" tanya Aisyah.

Dengan cepat Arezzo menggeleng. Ia membuang pandang ke arah nakas di sebelahnya, melihat satu keranjang buah-buahan. "Hm... sepertinya jeruk ini enak." Laki-laki itu mengambil buah yang dia mau.

"Kamu mau." Arezzo menyodorkan Bauhaus jeruk yang sudah dia buka, ke arah Aisyah.

Aisyah menggeleng. "Buat Mas aja."

Arezzo tidak mengatakan apapun. Laki-laki itu menyingkap cadar istrinya, lalu menyuapi jeruk ke mulut pucat Aisyah.

Aisyah hanya bisa menerima suapan dari sang suami. Pikirannya seakan berhenti bekerja beberapa saat. Aisyah berfikir, selama dia berada di rumah sakit, ada hal yang berbeda dari Arezzo.

Aisyah belum menyadari sikap-sikap manis suaminya. Mungkin, wanita itu terlalu banyak menelan sikap pahit suaminya, sampai tidak tahu bagaimana rasa manis. Sungguh aneh.

Aisyah tersenyum kecil, tidak bisa berbohong jika saat ini ada rasa bahagia yang menerpannya. Namun, ia juga terhanyut oleh rasa sakit pada kepalanya. Aisyah sudah menahan rasa sakit itu, dari sebelum dokter Ulfa menjenguknya tadi.

Saat Arezzo sedang fokus menyuapi Aisyah, terdengar suara ketukan pintu. Lagi-lagi hal itu membuat Arezzo siaga satu.

"Assalamu'alaikum," salam seseorang dari luar.

"Waalaikumsalam," jawab serempak Aisyah dan Arezzo.

Dengan cepat Arezzo menutup kembali cadar Aisyah.

Arezzo menoleh ke arah belakang, benar dugaannya, itu adalah dokter Andi. Arezzo memutar bola matanya, jengah.

"Ck... mau apa lagi tu orang," gumam Arezzo, tapi masih bisa didengar oleh Aisyah.

Aisyah menyenggol lengan Arezzo sebagai peringatan. "Mas, jangan gitu, kan dokter Andi yang periksa aku."

Seperti biasa, Andi melangkah dengan senyum yang merekah seperti bunga. "Bagaimana keadaan dokter Aisyah saat ini?"

Kondisi Aisyah itu belum stabil, dalam beberapa waktu dia akan merasakan tubuhnya seolah akan ungkai karena rasa sakit. Namun, Aisyah juga merasa lebih baik setelahnya. Begitu seterusnya, siklus yang dialami wanita itu beberapa hari ini.

Andi kali ini sudah siap siaga, dia menggunakan sarung tangan. Laki-laki itu takut, jika nantinya Arezzo akan kembali berbuat ulah, dan dirinya tidak jadi memeriksa Aisyah.

"Pak Arezzo, saya mau minta izin untuk memeriksa Aisyah," ucap Andi. Kembali lagi, dia melakukan ini demi siaga.

Arezzo menatap datar ke arah Andi. "Jika saya tidak mengizinkan, toh, anda juga akan tetap melakukannya."

Andi cengegesan, menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Yasudah, saya periksa dulu."

Langkah awal, Andi menyenter mata Aisyah. Lalu juga melakukan beberapa pengecekan lainnya.

Andi melirik Arezzo sebentar, lalu beralih ke Aisyah. Andi tidak tahu ada apa dengan pikiran Aisyah, sudah jelas sekali bahwa saat ini kondisi wanita itu semakin menurun. Namun, sepertinya Aisyah berusaha untuk baik-baik saja.

Andi tersenyum. "Apakah tadi dokter Aisyah muntah lagi?"

Aisyah mengangguk. Mata wanita itu menatap Andi penuh isyarat, berharap agar laki-laki itu mengerti. Aisyah tidak ingin kondisinya saat ini diberitahu kepada Arezzo. Hal itu bisa membuat Aisyah semakin lama mendekam di rumah sakit.

Andi memberikan isyarat kepada suster yang ada di sebelahnya. "Ringer laktat," titah Andi.

Dokter itu juga sudah menyiapkan beberapa obat cair yang akan disuntikkan ke infus Aisyah. Kali ini, Andi memberikan dengan dosis yang lebih tinggi.

"Apakah Aisyah baik-baik saja?" tanya Arezzo.

Andi tersenyum. "InsyaAllah. Hehehe, selama saya yang menangani." Andi mencoba bergurau.

Bukannya terhibur dengan guyonan Andi, Arezzo mendesis jengkel. "Aisyah akan baik-baik saja, karena saya yang jaga," timpalnya.

Senyum Andi yang tadinya mereka kini berubah kikuk. "Hm, kalo situ pinter jaga istri, Aisyah tidak akan seperti ini," gumam Andi pelan. Namun sayangnya, indra pendengaran Arezzo lebih tajam.

Arezzo mengerutkan keningnya. "Apa maksud kamu?" tanyanya.

"Ah, bukan apa-apa." Andi mengubah raut wajahnya menjadi lebih bersahabat. "Kira-kira... apa yah yang membuat dokter Aisyah sampai sangat kecapean seperti ini?" tanya Andi pada Aisyah.

Aisyah ingin mengatakan bahwa, bukan cuma fisiknya yang kelelahan, tapi juga batinnya. Namun, hati Aisyah terlalu baik, dia tidak ingin nantinya masalah keluarga diumbar ke orang asing.

"Dokter kan tau, jika saya seminggu ini mengambil sift dokter Rano yang sedang berbulan madu." Aisyah mencari alasan paling logis, agar dua orang di hadapannya percayalah.

Andi mengangguk mengerti. Hal ini juga menjadi pertanyaan Andi, kenapa Aisyah dengan suka rela mengambil pekerjaan itu, hingga membuat pekerjaannya menjadi double. Andi positif thinking, mungkin memang Aisyah berniat membantu Rano.

Tingkat kepekaan Arezzo itu tidak bisa dipertanyakan lagi, jadi dia mengerti ada hal yang disembunyikan oleh Aisyah tentang kondisinya saat ini.

"Ada apa dengan kondisi Aisyah?" tanya Arezzo to the point. Laki-laki itu menatap tajam ke arah Andi.

Andi berdehem pelan. "Dokter Aisyah mengalami kondisi di mana tubuhnya terlalu kelelahan. Hal itu juga disebabkan, oleh tingkat stress yang dialami. Dokter Aisyah juga mengalami sakit kepala akut. Daya tahan tubuhnya melemah." Andi menjelaskan sesederhana yang dia bisa. Seorang dokter harus menjelaskan secara jelas, mudah dimengerti, dan sederhana.

Arezzo menoleh ke arah Aisyah. "Kamu tidak boleh keluar dari rumah sakit ini, sampai kondisi kamu benar-benar sembuh. Kalo perlu, sampai berbulan-bulan."

Aisyah sontak menepuk jidatnya. Sudah dia duga, suaminya itu tidak akan mengizinkannya untuk keluar dari sini. "Mas, jangan gitu ihhh. Bosan di sini."

Arezzo menggeleng tanpa bantahan. "Tidak ada penawaran."








Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang