16

14.3K 534 3
                                    

Matahari telah bersembunyi beberapa saat lalu, kini digantikan oleh terangan rembulan. Angin malam nan menyejukkan, turut menyelimuti menemani aktivitas insan-insan bagian bumi yang dilindungi malam.

Aisyah menatap rembulan dari posisi berbaring saat ini, matanya terarah ke luar jendela. Aisyah ingin mendekat ke arah jendela, melihat pemandangan malam. Namun apalah daya, ia tidak sanggup untuk berdiri. Pilihan satu-satunya adalah melihat dari kejauhan.

Arezzo tadi pamit, ia akan menunaikan ibadah sholat magrib dan isya di masjid yang berada tidak jauh dari rumah sakit.

Asifa, wanita itu tidak menampakkan batang hidung lagi di ruang inap Aisyah setelah keluar bersama dokter Ulfa.

Kali ini, Aisyah benar-benar sendiri di ruangan itu. Dia sudah menunaikan ibadah sholat isya tadi, sekarang dia meraih al-quran kecil yang ada di atas nakas.

Aisyah mulai membaca Ayat demi ayat kalamNya, dengan suara yang amat merdu dan menyejukkan hati bagi yang mendengarnya. Aisyah'pun menghafalnya dan mengulang ayat yang sudah ia hafalkan hari kemarin.

Terlalu menghayati aktivitasnya, hingga Aisyah tidak menyadari ada seseorang yang berada di ambang pintu, memperhatikan setiap gerak-gerik istrinya.

"Assalamu'alaikum," salam Arezzo.

Aisyah mengakhiri murajaah, lalu mencium permukaan lembar al-quran. Aisyah kembali meletakan benda itu di atas nakas.

Arezzo melangkah masuk. Aisyah tersenyum di balik cadarnya. Wanita itu menyambut suaminya, dengan menyalami tangan Arezzo.

"Mas sudah makan?" tanya Aisyah.

Walaupun Arezzo memasang wajah datar, tapi hatinya menghangat saat Aisyah menanyakan hal itu. Arezzo juga kurang suka, karena Aisyah lebih memikirkannya daripada diri sendiri.

"Saya sudah makan tadi." Arezzo duduk di sofa yang berada di salah satu sudut ruang itu.

"Kamu sudah makan?" tanya Arezzo.

"Belum Mas. Aisyah pikir Mas belum makan, makanya nungguin."

Kebiasaan Aisyah sejak dulu selalu seperti itu, jika Arezzo belum makan maka dia akan menunggu terlebih dahulu. Bahkan saat mereka beda negara, Aisyah terlebih dahulu menelpon Arezzo sebelum makan.

Arezzo menoleh ke arah Aisyah. Masih sama, Aisyah tidak pernah berubah. Arezzo menghembuskan napas sedikit berat. Jika ditanya, apakah dia merasa bersalah telah memperlakukan Aisyah seperti itu, tentu dia akan menjawab iya. Namun, Arezzo juga tidak bisa berbuat apa.

"Aisyah kamu harus memikirkan diri kamu terlebih dahulu, baru memikirkan orang lain," ucap Arezzo. Laki-laki itu membuka handphonenya, lalu mengecek inbox yang masuk.

"Mas, bagaimana bisa seperti itu, karena bagi Aisyah suami adalah prioritas." Aisyah berucap mantap. Wanita itu seakan lupa, jika selama ini Arezzo bahkan tidak pernah memprioritaskan dirinya.

Arezzo diam tidak menjawab, dia fokus pada layar ponselnya. Ada beberapa pesan di sana, tapi Arezzo terfokus pada pesan dari anak buahnya, yang mengatakan bahwa Aisyah bahkan tidak menyentuh makanan yang disuruh Arezzo beli tadi.

"Makanan yang tadi belum kamu makan?" tanya Arezzo. Aisyah menggeleng.

Arezzo juga mendapatkan pesan tidak terbaca dari Aisyah tadi, dimana istrinya itu bertanya, apakah Arezzo sudah makan atau belum.

Aisyah menoleh ke arah nakas, di mana makanan yang dibelikan anak buah Arezzo, tidak terjamah sama sekali.

"Aisyah kamu akhir-akhir ini, sering membuat saya khawatir," gumam Arezzo memijit dahinya. Ia beranjak berdiri, mendekati Aisyah.

Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang