27

12K 491 12
                                    

Keras kepala Aisyah patut diacungi jempol, karena ia bertahan di depan ruangan latihan Arezzo hingga dua jam lamanya. Namun, sepertinya suaminya itu tidak ada niatan untuk keluar dari persembunyian.

Semenjak kepulangan Arezzo, Aisyah memang sangat sering menghabiskan waktu senggangnya untuk mengikuti kegiatan sang suami. Walaupun, semua itu dapat Aisyah lakukan dengan cara sembunyi-sembunyi.

"Tolonglah, Pak, izinkan saya masuk. Saya janji tidak akan mengganggu Mas Arez latihan." Aisyah menatap sang penjaga dengan mata berkaca-kaca.

Pada dasarnya, Yiko juga tidak tega melihat istri majikannya seperti ini. Namun, apa boleh buat, iapun tidak bisa berbuat apa-apa, selain  menjalankan perintah.

Lagi-lagi, Aisyah ditolak. Ia merosot pada dinding, hingga kakinya terlipat dan dirinya berjongkok. Aisyah menoleh pada pintu ruangan. Pipinya yang lembut menyatu dengan lutut, membuat bibir di balik cadarnya monyong.

"Aku hanya ingin ketemu dengan suamiku." Aisyah bergumam. Melihat wajah Arezzo memberikan moodboster tersendiri untuk Aisyah. Walaupun suaminya itu selalu acuh padanya.

Di dalam ruangan, Arezzo kembali pada aktivitasnya yaitu memukuli samsak tak berdosa itu. Namun kali ini tidak dengan bruntal lagi.

Mata elang Arezzo fokus pada foto yang menempel pada samsak itu, bisa ditebak jika laki-laki di foto itu yang membuat Arezzo semarah ini. Namun, atensi penglihatan Arezzo teralih pada layar CCTV, di sana ia mendapati Aisyah seperti anak gelandangan berjongkok seperti anak kecil tidak dibelikan permen.

"Kenapa seperti ini Aisyah, apa sudah kamu lakukan pada saya."

"Sungguh saya sangat takut, jika suatu saat laki-laki bernama Andi itu merenggut kamu dari saya."

Arezzo tersenyum kecut. Ada bagian emosi yang tertuju pada Aisyah, walaupun hanya seujung kuku.

"Tolong jangan hukum saya atas semua dosa yang telah saya perbuat terhadap kamu."

Arezzo mengangkat tangan kiri ke udara, lalu menjentikkan jari telunjuk dan ibu jari. "Biarkan istri saya masuk. Dan ya, kosongkan ruangan ini dan di depan ruangan."

Mendengar titah tiba-tiba dari sang tuan, para penjaga serentak menganggukkan kepala. Sebelum melangkah pergi, mereka membungkuk pada Arezzo beberapa detik.

Bugh...

Rasa amarah Arezzo tidak kunjung memudar, walaupun sedari tadi dia sudah melakukan segala hal yang bisa membuat moodnya kembali baik. Dia tidak bisa berlama-lama dalam keadaan seperti ini, karena tidak ingin orang-orang tahu dengan kelemahannya.

Tidak lama, Aisyah masuk mengendap-endap. Wanita itu sangat yakin, jika Arezzo tidak dapat melihatnya karena terlalu fokus dengan samsak. Aisyah terlebih dahulu memilih tempat yang aman untuk bersembunyi.

Tidak tahu saja, jika di hadapan Arezzo kini ada sebuah cermin besar, memungkinkan dengan mudah laki-laki itu melihat figur sang istri.

Arezzo yang tadinya membelakangi Aisyah, kini berbalik badan. Dia menatap tajam Aisyah, memperhatikan penampilan istrinya itu dari ujung pucuk kepala hingga kaki. Terlihat jelas sekali, jika saat ini tubuh Aisyah menegang, matanya membulat lebar.

"Mas," gumam Aisyah. "Hehehe... Aisyah ke sinii cuma mau liat kok, siapa tau ada yang bisa Aisyah bantu." Aisyah cengegesan. Ia memilih duduk di sofa kulit hitam yang tersedia di salah satu sudut.

Arezzo acuh terhadap kehadiran Aisyah. Laki-laki itu dengan cepat dan kasar menarik foto yang tertempel pada samsak, takut jika nantinya Aisyah melihatnya. Setelahnya, foto itu remuk dengan sangat mudah pada tangan Arezzo.

Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang