30

13.7K 496 22
                                    

Aisyah masih memandang takjub ke sekelilingnya, matanya seolah dimanjakan pada setiap inci dekorasi yang dirancang begitu indah. Hebatnya, Arezzo membawa Aisyah pada waktu yang tepat, yaitu saat terik matahari mulai meredup.

"Apakah Mas, yang dekorasi ini semua?" tanya Aisyah. Percayalah, jika saat ini dalam hati wanita itu, telah terbentuk harapan yang besar atas jawaban pertanyaannya.

Arezzo memasukkan tangannya ke dalam saku, lalu berjalan santai ke arah meja yang sudah dihias.

"Kamu ini PD sekali," kata Arezzo. "Mungkin tadi ada yang ulang tahun," lanjutnya.

Aisyah tersenyum kecut, baiklah dia sudah menduga hal itu. Tidak mungkin jika semua ini dipersiapkan oleh Arezzo, ya, itu sedikit mustahil, mengingat bagaimana hubungan keduanya.

Namun, siapapun itu yang tadi merayakan ulang tahun di area pantai itu, Aisyah akan sangat berterimakasih, setidaknya dia bisa merasakan nikmatnya.

Jika dipikirkan lagi, momen saat ini sangat romantis. Aisyah perlahan mengembangkan senyum di balik cadarnya.

"Mas, boleh Aisyah main air?" tanya Aisyah. Ia menyusul melangkah ke arah Arezzo, laki-laki itu sudah duduk anteng di atas sebuah bangku yang sudah dihias pita pada sandaranya.

Arezzo menyibukkan diri dengan ponselnya, yang kegiatannya hanya membuka dan menutup kembali menu yang ada di dalam benda pipih itu.

Arezzo mendongak. "Jangan seperti anak kecil," ucap Arezzo.

Aisyah mengangguk mencoba untuk mengerti. Jadi, kegiatan apa yang dia bisa dia lakukan saat ini, Arezzo pun terlihat sangat sibuk dengan ponselnya.

Aisyah ikut duduk di bangku sebelah Arezzo. Ia menepuk pelan bahu suaminya, agar menoleh padanya.

Ketika Arezzo telah melirik dengan ekor matanya pada Aisyah, langsung saja istrinya itu memasang tatapan puply eyes, lalu mengerjap imut.

"Boleh ya Mas," rayu Aisyah.

"Hah?" Arezzo terpaku pada mata Aisyah, jika seperti ini, bagaimana ia bisa menolak?

"Aku mau main air," ungkap Aisyah. Wanita itu memberanikan diri menggoyangkan lengan Arezzo.

"Ouh..." Arezzo menganggukkan kepalanya. "Siapa yang melarang kamu, silakan."

Kadang Aisyah kerap heran, sebenarnya ini Arezzo seperti memiliki gejala hilang ingatan dalam waktu singkat, jika bersama dengannya. Baru saja laki-laki itu mengatakan sesuatu, detik selanjutnya ia akan melupakannya.

Tidak ingin terlalu memikirkan kemungkinan tentang sang suami, Aisyah beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Arezzo.

Walaupun udara tidak seterik beberapa jam lalu, tapi saat Aisyah menyecahkan kakinya ke dalam air pantai, bisa ia rasakan bahwa air itu sedikit hangat.

"MashaAllah," kagum Aisyah.

Aisyah tidak memperdulikan jika gamisnya akan basah, dengan santai dia melangkah di dalam air.

Di tempat tidak seberapa jauh dari Aisyah, ada Arezzo, padangannya tidak lepas dari figur sang istri. Bak bidadari yang turun bermain dari langit, menghiasi hidup Arezzo dengan bunga mawar indah yang bermekaran, semerbak mengharumkan. Namun, Arezzo hanya bisa membalas dengan duri pada hidup Aisyah.

Arezzo seakan melupakan sesuatu, jika bunga mawar indah, tapi juga berbahaya karena durinya. Kemungkinan, suatu saat ia pun akan tertusuk dan terluka.

"Mas, sini!" Aisyah melambaikan tangannya, memanggil Arezzo.

Arezzo perlahan menerbitkan senyum, walaupun hanya segaris naas tidak terlihat.

Arezzo menaikkan sebelah alisnya. "Ada apa?" tanyanya.

Madu (Lengkap) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang