#56

1K 52 2
                                    

Berita kehamilan Vebby dengan cepat menyebar luas. Seluruh kerabat Farza maupun Vebby, bahkan sampai para murid dan juga guru disekolah mengetahui fakta itu. Entah siapa yang cuap-cuap sana sini dan menyebarkan berita itu.

Yang jelas ujaran kebencian dan juga perilaku tidak mengenakan dari  guru maupun murid yang menjadi fans Farza makin menjadi-jadi setelahnya. Vebby sampai dibuat pusing sendiri karena itu. Sudah seminggu dia merasakan tatapan tidak mengenakkan yang selalu diberikan oleh para perempuan yang ada di sekolah.

"Mas ngerasa nggak sih kalo guru-guru jadi pada sinis ke saya?" Tanya Vebby sambil mengaduk bakso yang dipesan nya.

Saat ini Farza dan Vebby sedang ada dikantin. Dan benar saja, Vebby kembali mendapat tatapan sinis dan dengki dari para penghuni kantin, terkhusus para kaum hawa.

"Iya kah? Mas kira mereka memang kaya gitu sebelumnya. Dan setau saya kamu cuek-cuek aja." Jawab Farza. Biasanya Vebby tidak pernah mengeluh soal hal yang seperti ini, karena istrinya itu tidak terlalu ambil pusing menanggapinya, dia tampak santai-santai saja.

"Iya sih, mereka memang selalu sinis ke saya. Tapi akhir-akhir ini tuh makin parah. Saya bahkan stress sendiri mikirinnya." Vebby memijat pelipisnya, kepalanya serasa ingin pecah.

"Sekarang bahkan nggak ada yang nyapa saya dikantor, padahal sebelumnya pasti ada aja yang nyapa walaupun saya tau sekedar basa-basi doang sih. Saya jadi ngerasa nggak enak banget disekolah." Adu Vebby kepada suaminya.

"Terus sekarang gimana? Apa mending berhenti ngajar aja? Lagipula kamu nggak boleh terlalu stress, usia kandungan kamu masih delapan minggu. Saya takut kenapa-napa." Saran dari Farza membuat Vebby terdiam.

Yang Farza katakan benar, Vebby tidak boleh banyak tekanan saat hamil muda, karena janinnya masih sangat rentan. Tapi jika harus berhenti mengajar juga Vebby belum siap. Bagaimanapun dia mengenyam pendidikan sampai S2 karena cita-citanya menjadi seorang pengajar. Vebby masih belum rela meninggalkan pekerjaan yang sangat diidam-idamkan oleh dirinya.

"Saya nggak mau berhenti ngajar, tapi saya juga nggak nyaman disini. Saya nggak tau harus gimana." Ucap Vebby sambil meletakkan kepalanya di meja kantin.

Melihat itu Farza langsung menepuk-nepuk pelan pundak Vebby. Berusaha menenangkannya.

"Ahhh saya pengen nangis rasanya."

Belakangan ini Vebby memang menjadi lebih sensitif. Mudah marah dan juga tersinggung, dan parahnya istri Farza itu gampang sekali menangis. Mungkin memang bawaan bayinya begitu.

"Kalau nggak kamu ambil cuti aja. Berhenti ngajar satu tahun. Setelah itu masuk lagi." Farza lagi-lagi membari saran.

"Ih mana bisa begitu! Kita kan nggak boleh seenaknya minta cuti, apalagi sampai selama itu." Ujar Vebby yang tidak menyetujui usul Farza.

"Kenapa memangnya? Nggak akan ada yang berani protes juga."

"Iya, tapi nanti saya jadi bahan gunjingan mereke bertahun-tahun. Sama aja!"

"Yang penting kan nggak didepan kamu. Jadi nggak perlu diambil pusing."

"Iya nggak didepan. Tapi dibelakang gunjingan udah kaya toa masjid. Siapa coba yang nggak bakal denger orang gossip keras begitu."

"Haaah, terus gimana? Itu solusi yang paling pas kalau kamu nggak mau berhenti ngajar dan juga agar bayi kita tetap baik-baik aja." Ucap Farza sambil menatap lurus kearah wajah cantik istrinya. Memandang Vebby dengan tatapan memuja. Hanya kepada Vebby, tidak yang lainnya.

"Haduh pusing saya jadinya. Mau hidup tenang aja kok susah banget sih, padahal saya kan nggak pernah buat salah sama mereka."  Oceh Vebby sambil bersungut-sungut.

MY PAPA Is A DUREN [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang