Setelah semalam Vebby menjelaskan semuanya, Farza kembali bersikap seperti biasa keesokan harinya. Dia tetap tersenyum seperti biasanya dan juga tetap mengganggu Vebby yang sedang sibuk dengan pekerjaan rumahnya.
Walaupun jujur perasaannya masih saja nyeri saat dia harus mendengar pernyataan pahit yang sudah seperti tamparan telak di hidupnya, Farza tetap berusaha tegar. Bagaimanapun situasinya akan semakin memburuk jika dia terus menerus menunjukkan kekecewaannya. Hubungannya dengan Vebby pasti akan jadi canggung.
"Dek, tolong cariin dasi saya dong." Teriak Farza dari dalam kamar.
Vebby yang sedang menata makanan di meja makan hanya bisa menghela napas mengetahui tingkah suaminya. Padahal jelas sekali Vebby selalu menaruh dasi-dasi Farza pada laci terpisah yang ada di bawah lemari. Tapi tetap saja suaminya itu mengeluh tidak dapat menemukan dasinya.
Ceklek
Vebby membuka pintu kamar, disana dia melihat suaminya tersenyum lebar sambil mengobrak-abrik isi laci yang ada didepannya.
"Saya nyari dasi navy yang polos kok nggak ada ya." Cengirnya sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal kala melihat ekspresi Vebby yang sudah seperti hendak menelannya hidup-hidup.
"Mas ku tercinta, lain kali kalo nyari itu pake mata jangan pake mulut ya." Ucap Vebby sambil memaksakan senyumannya seraya menekan setiap kata yang ia ucapkan.
Melihat itu Farza hanya bisa menelan ludahnya susah payah. Tamat sudah riwayatnya kalau Vebby berhasil menemukan dasi polosnya yang ada dilaci lemari tersebut, bisa-bisa dia harus tidur di luar nanti malam.
Amit-amit! Lindungilah hambamu yang soleh ini ya Allah. Farza menggelengkan kepalanya sambil merapalkan doa kepada sang pencipta.
"Aneh." Ucap Vebby sambil menatap suaminya yang juga ikut memasang ekspresi heran.
"Kenapa?" Tanya Farza penasaran.
"Biasanya semua dasi ada di sini, tapi kenapa saya cari-cari dasi warna navy polos tapi nggak ada ya? Masa iya saya kelupaan mas?" Tanya Vebby kepada Farza yang mengedikkan bahunya, karena diapun juga tidak tahu menahu.
"Tuh kan saya bilang juga apa? Nggak ada dek saya cari dari tadi." Ucap Farza yang merasa lega karena Vebby tidak berhasil menemukan dasinya.
"Eh tapi emang itu dasi jarang kamu pake ya mas? Atau udah lama ngga di pakai?" Tanya Vebby heran.
"Entah saya nggak ingat. Emang kenapa dek?"
"Enggak, heran aja gitu. Sekarang saya baru sadar, semenjak kita nikah dua bulan lalu saya nggak pernah nemu mas pake dasi itu. Sekalipun malah." Ucap Vebby yakin.
Seketika Farza meringis. Dia baru mengingat sesuatu yang membuat dirinya merasa begitu bodoh.
Sejak kapan gue punya dasi navy polos ya Rabb, baru inget ternyata kaga pernah beli. Farza meringis dalam hati menyadari betapa bodohnya dirinya. Jika Vebby tahu maka bisa dibabat habis dirinya. Sepertinya setelah pulang bekerja nanti Farza harus menyempatkan diri pergi ke mall untuk membeli dasi baru. Jika tidak maka tamat sudah riwayatnya.
Farza melirik jam yang sudah menunjukkan 6.45 WIB. Dia meringis, sepertinya setelah ini Vebby akan tetap murka meski bukan dasi yang menjadi permasalahannya. Hanya tinggal menunggu waktu sial sampai istrinya itu melirik jam dinding di kamar mereka.
"Astagfirullah!! Mas! Sebentar lagi jam tujuh!!" Teriak Vebby saat melihat jam dinding yang ternyata sudah berubah menjadi jam 6.55 WIB.
Hanya tersisa dua puluh menit lagi sampai bell masuk sekolah berbunyi sementara baik Farza maupun Vebby mereka belum siap sama sekali. Vebby bahkan belum menata rambutnya dan memilih sepatu sementara Farza bahkan hanya menggunakan celana bahan dan juga kemeja putih yang kancingnya saja belum benar, suaminya itu masih harus menggunakan sepatu, memasang dasi, menata rambut, dan juga mengenakan jas. Dan parahnya mereka masih belum sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PAPA Is A DUREN [ END ]
ChickLitBudayakan follow sebelum baca. Lika liku hidup seorang Alea karena punya papah super keren walau sudah label duda. Duda keren , ganteng, dan kaya. Nggak ada cela sedikit pun. Sekali papah kedip ganjen, para kaum hawa merapat. Entah itu remaja yan...