Keesokan harinya Vebby masih berada dirumah sakit menemani Farza. Sedangkan Alea yang kemarin datang menjenguk bersama Vanessa dan kedua saudaranya sudah pulang terlebih dahulu karena hari ini mulai ulangan pertengah semester.
Vebby izin tidak masuk mengajar hari ini, selain ingin menemani Farza dia juga sekalian mengerjakan tugas kuliahnya, sebentar lagi dia wisuda.
Alea ditempatnya segera bersiap pergi ke sekolah dengan seragam yang sudah melekat rapih di badannya. Dia tinggal di rumah mamahnya untuk seminggu kedepan mengingat Farza baru boleh dipulangkan seminggu lagi, sedangkan Alea tidak mungkin hanya seorang diri di rumah yang tidak bisa dibilang kecil itu.
"Kak Alle belum turun?" Tanya seorang gadis yang merupakan adik tirinya. Dia Axiella Dirgantara, adik dari Axel Dirgantara. Dia lebih muda satu tahun darinya, dia masih duduk di bangku kelas sembilan sekolah menengah pertama.
"Bentar lagi, Xie. Kalo Mamah sama papah udah mau sarapan dibawah nggak usah suruh nungguin,duluan aja nggak papa. Abis aku beresin buku nanti aku gabung kebawah." Ucapnya yang diangguki Axiella, kemudian gadis itu segera turun kebawah untuk sarapan.
Setelah dirasa semuanya sudah lengkap Alea segera turun kebawah untuk bergabung dengan keluarganya. Disana ternyata mereka menunggu Alea karena makanan dimeja belum tersentuh sama sekali.
"Pagi pah, mah." Sapanya sambil tersenyum dan duduk di salah satu kursi disana.
"Pagi juga sayang." Ucap Vanessa membalas sapaan putrinya.
"Pagi juga Alle." Balas Harris sambil tersenyum.
Mereka segera sarapan seperti biasanya. Alea mulai membiasakan diri agar tidak canggung saat tinggal di sini. Entah kenapa mamahnya juga mulai berubah sejak menikah dengan Harris. Mamahnya itu tidak lagi mendekte dia harus ini, dia harus itu, jangan begini, dan jangan begitu, sekarang ia terlihat membebaskan anak-anaknya. Entah apa yang diperbuat Harris sampai bisa merubah mamahnya yang keras kepala ini. Satu yang Alea tangkap, Harris adalah orang yang sangat tegas tapi tidak pernah menekan. Tipikal orang yang sangat disegani.
Setelah selasai sarapan mereka segera berpamitan dan berangkat ke sekolah. Alea berangkat bersama Axel sedangkan Axiella diantar oleh supir. Segera mereka melesat menuju sekolah masing-masing, karena kebetulan sekolah mereka berlawanan arah.
Tak butuh waktu lama untuk Alea sampai disekolah mengingat skill balapan yang dimiliki saudaranya itu tidak bisa dianggap remeh.
"Xel, gue duluan ya." Ucap Alea yang diangguki oleh Axel.
Baik Alea ataupun Axel memang tidak pernah memanggil dengan sebutan kakak seperti Axiella karena mereka juga sebaya dan satu anggatan. Bahkan mereka lebih terbiasa menggunakan lo-gue alih-alih menggunakan aku-kamu seperti yang digunakan Alea ketika berbicara dengan Axiella.
"Iya santai aja." Ucapnya.
"Uwaw pagi-pagi udah uwuw aja. Pacar baru ya." Seru dua manusia dari arah belakangnya membuat Alea memutar bola mata malas.
"Itu sodara gua maho!" Ucap Alea kesal.
"Nggak papa, incest embat aja lah!" Ucap Ibras sambil merangkul bahu Alea.
"Geblek! Gue tampar juga mulut lo! Licin banget kalo ngomong!" Ucap Alea sambil menepis lengan Ibras kasar.
"Kasar banget lo singa betina!" Ucap Iqbal membela sahabatnya.
"Bodo amat! Dasar kadal jantan!" Alea berjalan mendahului Ibras dan juga Iqbal yang memberengut kesal ditempatnya. Dua orang sableng itu selalu berhasil membuat emosinya naik ke ubun-ubun setiap kali berjumpa.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY PAPA Is A DUREN [ END ]
ChickLitBudayakan follow sebelum baca. Lika liku hidup seorang Alea karena punya papah super keren walau sudah label duda. Duda keren , ganteng, dan kaya. Nggak ada cela sedikit pun. Sekali papah kedip ganjen, para kaum hawa merapat. Entah itu remaja yan...