Aku membuka mataku sedikit. Sulit, sangat berat.
Apa yang terjadi padaku? Dimana aku?
Aku menatap langit-langit putih dengan lampu neon panjang-panjang. Sangat terang. Terasa aku bergerak maju, tapi kenapa kakiku tidak melangkah?
Lalu aku tersadar kalau aku berbaring di sebuah tempat tidur berpermukaan keras yang didorong oleh beberapa orang berbaju biru muda. Tapi pandanganku tidak fokus, antara jelas dan buram, aku tidak bisa mengenali wajah mereka satupun.
Mereka semua berteriak-teriak, dan gesturnya terlihat mereka sedang buru-buru. Tapi, sama seperti mataku, telingaku juga tidak bisa mendengar jelas. Suara-suara terdengar menggerebek dan terpendam. Seperti di dalam air.
Aku mencoba mengingat-mengingat. Aku ingat suasana ini, aku sudah pernah beberapa kali berada dalam situasi yang sama.
Ah, benar, aku berada di rumah sakit.
Sebentar, aku sedang syuting drama yang mana ya? Rasanya drama yang sedang kukerjakan tidak ada adegan di rumah sakit.
Aku palingkan wajahku. Ada seseorang yang menggenggam tanganku. Tangannya besar, kuat dan dingin. Seorang pria?
"Hana, tetaplah sadar." terdengar sosok itu berteriak panik.
"Hana, kau bisa dengar aku kan?" Sosok itu berteriak lagi.
Aku membuka mulutku. "Manajer, ini sedang syuting drama yang mana ya?" Aku bertanya lemah. Suaraku terdengar kering dan datar, nyaris seperti bukan diriku.
"Hana?!" Pria itu terdengar hampir menangis.
Tiba-tiba rasa sakit yang menyengat terasa dari perutku. Entah dimana pusatnya, rasanya seluruh perutku seakan diaduk-aduk oleh rasa sakit itu. Aku mengerang, tanganku yang terbebas meraba-raba perutku.
"Pak sutradara, kenapa ini sakit sekali? Karakter aku sakit apa sebenarnya?"
"Hana, ini bukan film." pria itu terdengar lagi. Kali ini ia meratap.
"Oksigen! Pasien hampir kehilangan kesadaran." Terdengar teriakan seorang wanita.
Terasa tangan lainnya meraihku, mengangkat kepalaku, lalu memasangkan sebuah masker yang mengalirkan oksigen murni yang dingin dan berbau aneh di wajahku. Tangan itu dengan lembut membaringkan kepalaku kembali.
"Kau harus tetap sadar, Hana. Bernyanyi, terus bernyanyi dalam kepalamu jangan berhenti." Pria itu menggenggam tanganku semakin kencang.
Aku bingung, kenapa aku harus bernyanyi. Tapi aku menurutinya. Aku mencoba menyanyikan lagu yang kuingat. Tapi aku tidak bisa mengingat satu lagu pun. Bagaimana dengan lagu yang dulu ku nyanyikan bersama memberku?. Tidak ingat juga. Lagu anak-anak mungkin?
Aku berkata lirih, berharap suaraku bisa mengalahkan keributan di sekitarku. "Aku tidak tahu satu lagu pun." Aku menatapnya dengan bingung.
Pria itu berteriak frustrasi.
Aku melewati ambang pintu, dengan lampu berwarna merah menyala diatasnya. Teriakan pria itu semakin menjadi saat satu pria berbaju putih di pintu menghentikan langkahnya.
"Anda hanya boleh sampai disini, Tuan." Begitu katanya.
Genggaman tangan kami terlepas paksa. Entah kenapa aku merasa sedih.
Kuangkat sedikit kepalaku, melihat ia berusaha memberontak. Tapi pria berbaju putih itu dengan kuat menahannya.
"HANA!" Ia menjerit. Tangannya meraih ke arahku. "Kumohon, selamatkan Hana."
"HANAKU!!!"
• • •
Next update: As soon as possible. Ditunggu aja ya.
Prolog dulu ya. Tapi prolog nya nggak panjang-panjang ya. Yang penting mencekam. *Eh gimana
Buat yang sudah nunggu-nunggu cerita Yoongi, storynya sudah dimulai ya.
Hope you like it.
💜 Thank you for reading 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]
Romance⚠️ 21+ 🔞🌚 Underage jangan baca ⚠️ LeeHana adalah perempuan dengan impian yang sederhana, membawa keluarganya keluar dari jurang kemiskinan. Yang dimilikinya hanyalah semangat untuk meraih impian sebagai selebriti, sesuatu yang sudah dijalaninya be...