Yoongi merapikan mansetnya. Memutar-mutar lengan tuxedonya, memastikan posisinya tepat di pergelangan tangan.
Ia mengecek lagi pantulan dirinya di cermin setinggi badan di kamarnya di rumah orang tuanya.
Menurut orang-orang, penampilannya sudah sempurna.
Tapi, setiap kali ia mengecek, ia selalu menemukan hal yang tidak pas.
Ia awalnya berpikir kalau ia tidak akan merasakan sesuatu yang aneh karena pertunangan fiksinya.
Tapi, ternyata tetap saja ia merasa tegang. Dan saat ia merasa tidak nyaman, sifat perfeksionisnya muncul.
Diliriknya Taehyung yang tidur-tiduran di sofa di kamarnya sambil memainkan sesuatu di ponselnya.
"How do I look?" Yoongi bertanya.
Taehyung hanya meliriknya sedikit, menaikkan satu alisnya. Lalu mengangkat satu jempol, sebelum kembali memusatkan perhatian pada ponselnya.
itu bukan tanggapan yang Yoongi harapkan. Ia melirik jam tangannya, masih ada 1 jam sebelum acaranya dimulai.
Akhirnya dengan erangan keras ia memaksa dirinya memutar tubuhnya membelakangi cermin.
Memandangi kamarnya yang sudah belasan tahun tidak ia kunjungi.
Kamar ini adalah nostalgia saat ia remaja. Rak yang penuh berisi komik dan memorabilia basket. Gramophone dan tumpukan vynil.
Ia melangkah ke pojokan favorit di kamarnya. Pojokan tempat semua alat musiknya diletakkan. Dari sebuah grand piano, drum, klarinet sampai set DJ.
Jemarinya menyapu permukaan grand piano putih kesayangannya. Dibukanya tutupnya, jemarinya melompat-lompat diatas tuts.
Dikibaskannya ekor tuxedonya, lalu duduk anggun di kursi. Ia memejamkan mata, tersenyum lebar.
Grand piano ini adalah benda yang membawanya mendapatkan beasiswa sekolah musik di Perancis. Tentu ia sadar, ia tidak membutuhkan beasiswa. Tapi mendapatkannya adalah usaha pembuktian pada ayahnya bahwa ia memang layak menjadi seorang musisi.
Pembuktian yang sia-sia. Karena ayahnya hanya berlagak mendukung selama ia kuliah. Tapi, tidak pernah sekalipun ia hadir di resital piano Yoongi.
Dan 3 hari setelah wisudanya, Yoongi resmi menjadi direktur utama KYNG Entertainment. Tanpa sekalipun ia pernah menyatakan bersedia.
Jemarinya menari-nari dengan lincah. Simfoni demi simfoni berusia ratusan tahun yang ia hapal di luar kepala mengalun dengan indah.
Bahunya mulai meliuk mengikuti irama, kepalanya mulai terayun bersama setiap melodi.
Sampai tiba-tiba ia memainkan lagu itu. Lagu yang ia tulis buat Hana. Lagu yang tidak pernah selesai.
Ia terlonjak bangkit. Kursi pianonya terguling menimpa beberapa alat musik di sekitarnya, menimbulkan suara keras yang mengejutkan sampai Taehyung bangkit dari tidurnya.
Wajah Yoongi pucat pasi. Dadanya berdebar kencang dan keringat terasa membayang di kulitnya.
"Ada apa Hyung?" Taehyung menatapnya penuh selidik.
"Ti-tidak ada apa-apa..." Yoongi pelan-pelan menutup piano itu. Cepat-cepat berjalan ke coffee table untuk mengambil rokok elektriknya.
Taehyung kini duduk memiringkan kepala. Gayanya saat ia berburu. "Yang paling akhir tadi itu bukan lagu klasik."
"Memang bukan." Yoongi menjawab pendek. Bibirnya gemetar saat ia menghisap rokoknya dalam-dalam, menghembuskan asap tebal beraroma kopi ke udara.
"Lagu buat Hana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]
Romance⚠️ 21+ 🔞🌚 Underage jangan baca ⚠️ LeeHana adalah perempuan dengan impian yang sederhana, membawa keluarganya keluar dari jurang kemiskinan. Yang dimilikinya hanyalah semangat untuk meraih impian sebagai selebriti, sesuatu yang sudah dijalaninya be...