17. Yoongi XIV

867 48 24
                                    

"Hana!" Pria tinggi besar itu langsung memelukku kencang begitu aku memasuki ruangan cafe mungil itu.

"Bos!" Aku balas memeluknya hangat. Merengkuh punggungnya saat ia mengayunkan tubuhku ke kanan-kiri dengan mudah bagaikan boneka.

"Mantan bos. Hahaha. Apa kabarmu? Ah, rasanya baru kemaren kau bekerja disini, sekarang tau-tau sudah jadi calon aktris saja kau." Ia memegang bahuku kencang, memandangiku dengan senyum lebar.

Bosku yang lainnya datang dan langsung gantian memelukku hangat. "Hana, apa kabar? Tuh, ada yang sudah menunggumu dari tadi."

Ia menunjuk dengan dagunya ke sosok yang sedang duduk sendirian dengan dua gelas kopi di hadapannya. Wajahnya tertutupi topi, masker dan leher jaket olahraga yang dinaikkan tinggi. Ia sedang memainkan sesuatu di ponselnya. Jemarinya mentap layarnya dengan bersemangat.

"Pacarmu?" Mantan bosku berbisik.

"Calon..." Aku tersenyum malu.

"Awww...dia terkenal ya? Sampai segitunya harus menutupi wajahnya." Bosku menatap sosok itu, yang tidak peduli dibicarakan. "Makanya kusuruh dia duduk disitu, kursi itu kan paling terlindungi sudut pandangnya."

"Terima kasih banyak." Aku tersipu. Sungguh kedua pria ini adalah bos terbaik di dunia. Andaikan Yoongi sebaik mereka.

"Sana, temui pangeran fajarmu." Punggungku didorong main-main oleh keduanya. Terdengar mereka cekikikan menahan tawa melihat tingkahku.

Aku berjalan berjingkat lalu melompat kecil ke sebelah sosok pria itu sambil melambaikan tanganku.

"Hai!" Sungguh aku merasa sekonyol anak SMA dalam kencan pertama. Tapi, aku sungguh-sungguh kesulitan untuk mengontrol emosiku sekarang. Bahkan, aku tidak sanggup untuk tidak tersenyum.

Sosok itu menoleh. Mata kecilnya menyipit, tertarik oleh pipinya yang membulat. Membentuk eye smile yang sangat cantik. "Hai!"

Aku duduk di hadapannya. Kami saling menghindari pandangan dari satu sama lain.

Seoho melepaskan topinya. Menurunkan resleting jaketnya. Akhirnya maskernya terlepas. Senyum lebar yang sangat kurindukan muncul dari baliknya.

Kami sama-sama menunduk. Sama-sama mengulum senyum. Sama-sama diam seribu bahasa. Aku memilin-milin bagian bawah sweaterku, sementara ia memutar-mutar gelasnya.

"A..." Mulut kami terbuka berbarengan. Kami tertawa kikuk.

"Kau duluan." Kembali berbarengan.

Sungguh, aku serasa bisa mati kapanpun. Debaran di dadaku begitu menyesakkan. Perutku mulai terasa melilit. Telapak tanganku berkeringat dan jemariku terasa dingin.

Srrrk. Seoho mendorong satu gelas kopi ke hadapanku. "Kata pemilik cafenya, kau suka caramel latte." Ia nyengir lebar memperlihatkan geliginya yang berderet rapi.

"Terima kasih." Aku meraih kopi itu sebelum Seoho menarik tangannya. Jemari kami saling bersentuhan. Nyaris bersamaan kami cepat-cepat menarik tangan kami.

"Kita...aneh ya." Aku terkikik. Menggenggam jemariku yang serasa membara hanya karena sentuhan yang hanya sekilas.

"Padahal... Ng, aku... menggenggam tanganmu waktu syuting." Seoho menggigit bibirnya. "Waktu itu..."

"Waktu itu kita belum pernah ngobrol sampai pagi." Aku menyahut lirih.

Seoho pun tertawa kikuk.

Aku menarik gelas latte itu, merasakan bagian yang tidak tertutupi butiran embun air. Bekas sentuhan Seoho. Deburan dalam dadaku membuncah.

"Yeah. Aku suka latte." Aku melirik kopi panas dihadapan Seoho. Dua bungkus gula utuh tidak tersentuh di piring kecilnya. "Kalau kau suka kopi pahit?"

Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang