23. Yoongi XX

834 41 34
                                    

"Ayo ayo, hampir dimulai. Siapkan makanan dan minuman, lanjut nonton show pertamaku yang akan dimulai dalam...mmm...30 menit." Aku membuat tanda love dengan jempol dan telunjukku. "Bye semuanya! Live stream malam ini sampai disini dulu. I love you!"

Kutekan tombol merah di bawah layar ponselku. Video freeze buat beberapa saat sebelum layarnya menghitam.

Aku menghembuskan napas keras, menekankan punggungku ke sandaran gaming chair yang langsung merebah.

Lelah.

Aku memejamkan mata. Apartemen ini begitu hening.

Sepi.

Perlahan aku bangkit dari kursi lalu berjalan ke sofaku, menyalakan TV ku. Di meja ada sebotol champagne, yang diberikan oleh Manajer Song buatku. Menurutnya champagne itu dari Yoongi, tanda selamat atas debutku.

Entah betul champagne itu dititipkan Yoongi atau Manajer Song yang membelinya atas suruhan Yoongi. Sama saja. Minum champagne sendirian, dimana asyiknya.

Aku duduk di lantai, melipat kakiku ke dadaku. Menatap nanar ke botol champagne yang tampak angkuh diantara makanan jalanan yang kubeli.

Yoongi. Kalau betul ia merasa debutku sesuatu yang layak dirayakan, kenapa ia tidak meluangkan waktu untukku?

Katanya, ia harus ke Jepang hari ini. Meetingkah? Meeting apa yang dilakukan tengah malam? Mungkin meeting yang sering didiskusikannya di telepon dengan circlenya. Meeting dengan hiburan hostess dan striptease.

Aku sadar, aku mulai berharap pada Yoongi. Saat ia datang kepadaku, aku mencoba untuk memperlakukannya sebagaimana seorang pacar.

Memasak buatnya, mendengar keluhannya, kadang membelikan hadiah-hadiah kecil untuknya.

Tapi sedikitpun Yoongi tidak pernah menunjukkan kalau baginya sikapku itu istimewa. Apabila ia menchatku, artinya ia butuh seks. Apabila ia meneleponku, artinya ada pekerjaan penting yang harus kuselesaikan.

Hubungan kami, murni bisnis.

Tenggorokanku terasa tercekat. Kuangkat ponselku. Membuka notifikasi. Kosong.

Kubaringkan kepalaku di coffee table. Yoongi, kalau memang aku berarti buatmu sedikit saja, berikanlah tanda. Satu chat saja. Itu sudah cukup.

Alih-alih ponselku, justru bel pintuku yang berdering keras. Aku terlonjak, langsung berlari menuju pintu dan membukanya dengan bersemangat. Ini pertanda. Ya, Yoongi pasti tidak jadi ke Jepang. Ya, ternyata aku memang berharga buat...

"Seoho?"

"Hai!" Pemuda jangkung itu berdiri di depan pintuku sambil tertawa lebar dan melambai dengan gaya yang menggemaskan.

"H-hai. Kau sungguhan datang?" Aku langsung menutupi ekspresi sedihku dengan tawa gembira yang sedikit dramatis.

Tapi aku tidak mendramatisir waktu aku melongo melihat bawaannya. 2 tas besar yang tampak penuh dan sebuah boneka beruang berpita yang mungkin hampir 1 meter tingginya.

"Si-sini kubantu." Dengan kikuk aku mengambil boneka beruang itu lalu masuk ke dalam apartemenku. "Silakan masuk. Maaf berantakan." Aku mempersilakannya.

Ia melongo saat masuk ke apartemenku. "Waw! Cantik sekali apartemenmu."

"Yeah. Karena ini sekalian studio buat foto-foto dan live stream. Company ingin aku bekerja terus biarpun di rumah." Aku cemberut.

Ia duduk di sofa. "Tapi, ini menyenangkan." Matanya membelalak, lincah meneliti setiap sudut di rumahku. "Dibandingkan ini, dorm kami terasa seperti gudang."

Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang