22. Yoongi XVIX

859 43 20
                                    

"Jadi sesuai pembicaraan kita tadi ya Yoongi." Seokjin meletakkan alat makannya diatas piring tanpa suara denting sedikitpun. "Aku ingin Hana jadi model iklan buat franchise coffee shopku yang terbaru."

"Kau setuju dengan harganya?"

"Well, jujur sedikit terlalu mahal buat rookie seperti dia." Seokjin mencebik. "Tapi menurut pegawaiku dia sempat viral waktu penggemarnya mengirim coffee truck buatnya. Kebetulan coffee shopku ini melayani orderan coffee truck, jadi cocok."

Yoongi membuang muka. Ia mencoba mengalihkan kekesalannya dari masalah coffee truck dengan meneguk wine.

Seokjin melipat serbetnya lalu mengelap bibirnya dengan anggun. "Semoga kau segera temukan siapa penggemar pertama itu, ya." Ia melambai memanggil pelayannya, lalu meminta meja bagiannya dibereskan.

"Aku ke dapur dulu. Sepertinya janji meetingmu yang berikutnya sudah datang. Ada masalahkah? Tumben sekali hari ini kau sangat pendiam." Tanpa menunggu jawaban, ia bangkit lalu berjalan ke bagian resepsionis.

Yoongi membalikkan tubuhnya, melihat Seokjin menyapa Dora. Ya, Seokjin memang sangat ramah dan perlente. Kalau saja keluarga Kim adalah bangsawan, maka Seokjin bisa jadi adalah pangeran pewaris tahta yang paling sempurna.

Entah kenapa ayah mereka justru memilih Namjoon buat mewarisi kepala kepemimpinan. Seokjin selalu hanya tertawa kecil kalau hal itu disinggung, menyebut kalau pendidikannya sebagai chef di Paris jelas tidak setara dengan pendidikan doktoral Namjoon di bidang manajemen dan bisnis di Amerika.

Tapi, Yoongi tahu dalam hati Seokjin pasti merasa kecewa. Mungkin karena itulah ia keluar dari rumah lalu memutuskan tinggal di hotel.

Yoongi merengut. Kalau itu terjadi pada dirinya, ia mungkin benar-benar akan membakar rumah ayahnya karena kemarahan. Yeah, cara mereka marah memang sangat berbeda, padahal mereka hanya berselisih umur 1 tahun.

"Selamat siang, Tuan Yoongi." Suara manis itu terdengar mengalun memutus lamunan Yoongi.

Yoongi sedikit tersentak. "Ah, silakan duduk, Nona Dora."

Sekali lagi ia mencelos karena Dora sudah duduk manis di hadapannya. Ia bahkan sudah mulai membuka-buka buku menu. Matanya membulat dan alisnya naik mendengar tanggapan Yoongi.

Dora tertawa kecil. Memesan makanan kepada pelayan yang menunggu di sebelah mereka, lalu tersenyum lembut kepada Yoongi. "Kurasa pertemuan kita hari ini sangat darurat?"

Rahang Yoongi menegang. Ia tidak suka harus mengakui kalau ia mengalami kesulitan. Egonya sangatlah tinggi.

Selain itu, ia tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Si penyihir ini yang memilihkan gadis itu untuknya. Dia pula yang harus bertanggung jawab membuat hubungan mereka lancar.

"Ya. Hana." Yoongi berkata pendek. "Kenapa kau jodohkan aku dengan perempuan yang jelas-jelas tidak mencintaiku?"

Dora tersenyum lebar, sedikit mengerikan. "Bukankah kau sendiri juga tidak mencintainya, Tuan Yoongi? Bukankah cintamu hanya untuk satu orang yang terus kau tunggu dari masa lalumu?"

Yoongi bergidik. Ia mencoba menutupi keterkejutannya dengan memotong steaknya. Tapi tangannya bergetar hebat. Entah oleh kemarahan atau ketakutan. Akhirnya ia menyerah, menjatuhkan pisaunya ke piring dengan suara denting kencang.

"Tetap saja. Aku mencoba menahan Hana di sisiku, agar sewaktu-waktu waktunya tepat, aku bisa langsung melamarnya untuk mendapatkan perusahaan Ayahku." Ia menggertakkan gigi. "Tapi dia...dia justru semakin dekat dengan orang lain."

Dora terdiam. Perlahan ia membuka tasnya, lalu mengeluarkan sebuah amplop emas yang sangat familiar. Diletakkannya amplop itu di tengah meja.

"Mereka tidak akan membuat masalah, Tuan Yoongi. Mereka berdua profesional. Astrologi mereka cocok, bersama mereka membawa kesuksesan buat satu sama lain."

Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang