40. Yoongi XXXVII

607 39 38
                                    

"Hana, bangun." Terasa tangan yang hangat menepuk-nepuk pipiku.

Aku mencoba membuka mataku. Tapi berat sekali. Apalagi tampaknya sekarang sudah malam, aku makin ingin meneruskan tidurku.

"Bangun..." Sekarang tangan itu mulai menggelitik hidungku, mencubit-cubit pipiku, samar terdengar cekikikannya. Sepertinya ia terhibur sekali dengan keisengannya.

"Mmh..." Aku menepiskan tangannya.

Aku mulai terlelap kembali saat satu suara kembali terdengar. Suara ini berbeda. Terdengar tua dan gugup. "Hana...bangun..."

Kali ini mataku perlahan membuka. Hanya diterangi lampu kabin mobil yang remang-remang, aku melihat wajah yang selalu kurindukan.

"Appa?" Aku berbisik.

"Apa kabarmu anakku?" Pria itu tersenyum lebar dengan mata berkaca-kaca.

"Appa!!!" Aku serta merta menghambur keluar mobil, melompat dan memeluk pria tua itu kencang-kencang. Ia pun balas memelukku dengan begitu erat.

Lama kami berpelukan. Pada saat akhirnya pelukan kami terlepas, rasa malu justru membanjiriku.

Ayahku bukanlah tipe yang biasa menunjukkan kasih sayangnya dengan skinship. Pelukan ini, mungkin pelukan kedua atau ketiga darinya dalam hampir 30 tahun hidupku.

"Kau makin cantik sekarang." Ayahku meletakkan kedua tangannya di bahuku. "Kau makin mirip ibumu."

"Appa, jangan singgung-singgung soal perempuan itu lagi." Aku cemberut. Tapi ayahku justru tertawa sekilas lalu mengalihkan pandangannya dariku.

Terdengar suara pintu mobil dibanting menutup. Seoho muncul dengan dua tas besar. Jelas ia sudah merencanakan perjalan ini dengan sematang mungkin.

"Abonim, selamat malam. Maaf saya dadakan mengabari kalau akan datang bersama Hana." Seoho berdiri di sebelahku, membungkukkan badannya memberi hormat.

Abonim*? Aku melotot kearahnya.

Lebih terkejut lagi saat ayahku justru menepuk punggungnya dengan akrab lalu mengajaknya masuk lebih dulu ke dalam rumahku. "Tidak apa-apa, Seoho. Aku yang berhutang budi padamu. Bagaimana perjalananmu?"

Aku mengekor di belakang. Dengan kening berkerut berusaha menguping pembicaraan mereka. Tapi konsentrasiku terpecah oleh sebuah jeritan.

"NOONA?!" Dua pria muda dengan tergopoh berlari ke arahku.

"JAEYOON! JAESUK!" Aku lari memeluk kedua adikku. Saat aku pertama pindah ke Seoul dulu, mereka berdua masih SD, kini mereka sudah menjadi mahasiswa.

Aku tidak bisa menutupi kekagumanku melihat betapa tinggi dan besar tubuh mereka sekarang. Bahkan wajah mereka sudah berbeda jauh dengan kali terakhir kami bertemu.

Guk!!!

"GONG!!!" Aku berlutut memeluk anjing peliharaan keluargaku. Ia tampak tua dan ringkih, bulu coklat karamelnya kini terlihat berwarna putih. "Kau masih ingat aku? Kau sehat?"

Tanpa dapat kutahan lagi aku terduduk di tanah memeluk Gong sambil menangis tersedu-sedu.

Hampir 10 tahun aku tidak pulang, bahkan tidak saat Chuseok atau tahun baru.

Dulu, aku tidak punya uang. Setelah bersama Yoongi, akhir tahun justru pekerjaan sedang banyak-banyaknya.

Sulit rasanya menerima bahwa sangat banyak yang kulewatkan. Selama ini kupikir telepon, chat atau video call sudah cukup.

Tapi saat ini menyadarkanku kalau aku rindu menatap langsung wajah keluargaku, dan mendengar langsung suara mereka.

Seoho berdiri tidak jauh dariku, memandangiku dengan senyum di wajahnya. Sebelum memasuki rumah dan langsung sibuk bercengkerama dengan kedua adikku yang sedang menyiapkan makan malam.

Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang