"Aaah, apa para socialite teman ibumu itu tidak kenal hoodie dan sneakers?!"
Aku berjalan riang, nyaris melompat-lompat. Yoongi memandangiku dengan senyum sinis di wajahnya, menenggak kopi kalengan, sementara aku menggerigiti eskrim stik.
Kantung plastik berisi sepasang Louboutin mengayun-ayun di tanganku. Sementara gaun Dior-ku sudah dibuang Yoongi entah kemana.
Yoongi yang menyeretku ke toko baju kecil di pinggir jalan untuk membeli baju ganti. Mengakhiri siksaan kedua benda mewah yang indah dipandang tapi tidak kalah menyiksa dibandingkan alat hukuman mati jaman kuno.
"Kalau kau tidak nyaman ya tidak usah ikut lagi. Ngapain ngumpul nge-teh dengan nenek-nenek yang satu-satunya prestasi mereka adalah mendapatkan suami kaya."
"Tapi ini ibumu yang mengundangku..."
"Lalu? Kalau dia marah kau menolak ngumpul dengan geng-nya, aku akan selalu membelamu." Ia memeluk bahuku kencang. "Aku sudah janji."
Aku memandangnya, lalu menyandarkan kepalaku di bahunya.
"Yeah, kecuali kau memang ingin menjadi socialite. Nah, kau harus belajar dari ibuku."
"Tidak apa-apa?"
"Ngapain aku melarangmu? Calon suamimu ini sangat bisa dipamerkan kok. Kujamin semua orang di circle ibuku iri setengah mati anaknya gagal mendapatkan aku."
"Harusnya mereka bersyukur anaknya gagal mendapatkanmu." Aku mencubit pinggang Yoongi, dan ia tertawa terbahak. Mencuri ciuman kecil di pipiku.
Setahun sudah kami bersama. Dua bulan lagi, kami akan resmi menjadi suami-istri.
Hubungan kami sekarang begitu damai nyaris tanpa pertengkaran berarti. Ketergantunganku pada obat tidur menurun, dan Yoongi jauh lebih tenang.
Aneh, hubungan yang diatur dalam kontrak, ternyata juga bisa menyenangkan.
Aku tidak yakin apakah ada cinta yang tumbuh dalam hati kami, tetapi harus diakui bahwa dalam kondisi yang tepat kami adalah partner yang saling mengisi.
Kami pindah ke apartemen baru, saling mengenalkan ke orang tua kami, sesekali liburan berdua diantara kesibukan.
Ini bagaikan memulai hubungan dari awal. Tapi bagiku, ini akhir yang sempurna.
"Jadi kita mau perayaan kemana?" Ia bertanya.
"Apakah sungguh butuh dirayakan? Kita masih harus membagikan undangan, fitting gaun..."
"Ssshhh... Diam kau." Yoongi menyergah. "Tetek bengek yang paling melelahkannya sudah lewat. Dan aku ingin perayaan."
Ia memandang berkeliling. "Kukira kau mau mengajakku ke bar atau night club..."
"Oh, ini lebih baik daripada bar atau nightclub." Aku nyengir, memandang sebuah pop-up bar yang sangat familiar di hadapan kami.
Tapi senyumku menghilang saat menyadari Yoongi tidak terlihat senang. "Apakah kau memikirkan apa yang kupikirkan, Hana?"
- - - 🔹🏺🔹- - -
Kami duduk berhadapan di pop-up bar sambil menenggak soju kami gelas demi gelas.
Yoongi terlihat serius. "Kau ingin tahu apa yang terjadi malam itu? Itukah yang kau inginkan dengan mengajakku kesini?"
"Betul." Aku menenggak sojuku dalam satu tegukan, membanting gelasnya ke meja. Melirik ke 7 botol soju kosong di meja kami. "Lihat kan. Tidak mungkin aku black out hanya karena 2 botol Soju."
Yoongi mengetuk-ngetukkan gelasnya dengan gelisah. "Kenapa? Aku, menggunakan hari itu buat menipumu, memanfaatkanmu."
"Tapi, hari itu juga membuat kita bersama sampai sekarang kan?!" Aku menunduk. Terasa wajahku panas, "Ini tidak adil. Kau ingat segalanya. Tapi yang kupunya hanya rekaman video."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora's Dating Agency: Yoongi's Story [COMPLETED]
Romance⚠️ 21+ 🔞🌚 Underage jangan baca ⚠️ LeeHana adalah perempuan dengan impian yang sederhana, membawa keluarganya keluar dari jurang kemiskinan. Yang dimilikinya hanyalah semangat untuk meraih impian sebagai selebriti, sesuatu yang sudah dijalaninya be...