20. Kalung

49 4 6
                                    


Selamat membaca cerita Mellifluous Ineffable

***

Dwi berjalan menyusuri koridor, di tangan nya terdapat tumpukan buku. Tumpukan buku itu sangat banyak sampai menghalangi pandangan nya. Cewek itu berulang kali berusaha menatap jalan yang ada di depan nya dengan menggerakkan kepala nya ke samping. Ia baru saja mengambil buku dari ruang guru dan sedang berjalan menuju kelas. Dari arah berlawanan, sekelompok murid berjalan dengan terburu-buru sehingga tidak menyadari sekelilingnya. Alhasil, Dwi yang saat itu tidak bisa melihat pandangan di hadapan nya tertabrak dan tumpukan buku yang ada di tangan nya berserakan di lantai. Dengan segera, cewek itu mengambil nya.

"Gue bantuin," ujar Zian dan tangan nya langsung bergerak mengambil buku yang berserakan itu.

"Nggak perlu." balas Dwi dingin.

Tangan Zian yang awalnya masih membereskan buku pun terhenti, lalu ia mengangkat wajah nya menatap Dwi lurus. "Gue cuma mau bantu Dwi."

"Ya gue bilang nggak perlu. Kurang jelas?" tanya Dwi.

"Dwi, lo kenapa sih-"

Dengan cepat Dwi menyanggah apa yang baru saja Zian ucapkan, "Gue yang kenapa? Bukan nya harus nya lo yang nanya sama diri lo sendiri kak, lo yang kenapa selama ini."

"Gue udah minta maaf, tapi nyatanya lo nggak maafin gue. Udah lebih dari setahun Dwi, semua sosmed gue lo blokir. Setiap gue mau ngomong secara langsung sama lo, lo selalu ngehindar? Disini yang harus ditanya kenapa ini bukan gue, tapi lo."

"Udahlah, nggak usah bahas itu lagi. Gue males." Dwi dengan cepat membereskan buku-buku itu ke tangan nya, lalu bangkit berdiri dan berjalan menjauh.

"Gue kangen sama lo."

Perkataan Zian itu mampu membuat Dwi seketika menghentikan langkah kaki nya, ia terdiam beberapa menit. "Lo harus inget kak, kita nggak ada hubungan apapun jangan buat orang salah paham sama apa yang baru aja lo ucapin."

Setelah mengatakan itu, Dwi pergi dari sana meninggalkan Zian yang masih diam terpaku di tempat nya. "Iya kita nggak ada hubungan apapun, karena sebelum itu terjadi lo udah lebih dulu ninggalin gue demi cowok lain." lirih Zian pelan lalu cowok itu menundukkan wajah nya.

Dwi memasuki kelas, di dalam kelas tampak sepi. Hanya ada Nanda, Anna, dan Lily yang sedang berbincang. Dwi menyimpan buku yang ada di tangan nya di meja guru lalu berjalan mendekat ke tiga sahabatnya.

"Yang lain pada kemana? Kok sepi?" tanya Dwi.

"Satu sekolah heboh gara-gara ada yang posting video Kak Adit nembak Shafira semalem. Terus mereka juga langsung ke ruang latihan Ineffable karena katanya Shafira juga ada disana." sahut Anna.

"Iya, jarang-jarang kan ada cewek selain QueenBee yang bisa masuk kesana." timpal Lily.

"Loh bukan nya lo sama Anna juga sering kesana?" tanya Dwi lagi.

"Nggak sering, bisa keitung jari. Itu juga nggak lama jadi ya gitu." jawab Anna.

"Nanda, lo nggak kesana juga buat liat berita terheboh itu?" tanya Dwi menatap Nanda.

"Males, ngapain juga. Nggak ada urusan nya sama gue." sahut Nanda terlihat tak bersemangat.

"Nggak ada urusan nya sama lo tapi lo keliatan lemes gitu mana daritadi di ajak ngobrol nggak nyambung. Mikirin apa lo?" tanya Anna.

"Apaan sih, Na. Biasa aja kali." kata Nanda.

"Em iya deh buat sekarang biasa aja. Nggak tau ya kan kalo nanti masih bisa bersikap biasa aja atau nggak?" Perkataan Dwi terlihat seperti ejekan secara tidak langsung yang langsung membuat Nanda terdiam.

Ponsel Nanda bergetar menandakan ada pesan masuk, ia merogoh saku seragam nya lalu melihat pesan nya.

Nanda membalas pesan nya lalu menyimpan kembali ponsel nya di saku seragam nya. "Guys gue ada urusan bentar."

"Perlu ditemenin?" tanya Lily.

"Nggak usah, makasih." Nanda bangkit berdiri dan keluar dari kelas. Ia berjalan dengan cepat di sepanjang koridor lalu masuk ke dalam toilet perempuan.

"Ada apa lo nyariin gue?" tanya cewek itu langsung pada inti nya.

"Wih datang-datang ketus banget. Santai dong, rileks. Btw gimana tangan nya udah sembuh?" tanya Tasya yang sedang merapikan rambut nya di cermin.

"Nggak usah sok baik. Gue tau lo yang sebenarnya." sahut Nanda.

"Kenapa sih lo sinis amat sama gue. Katanya lo udah maafin gue kemarin." kata Tasya menoleh menatap Nanda. "Apa jangan-jangan lo cuma pura-pura aja ya mau cari muka depan Adit?"

"Gue kan cuma ngelakuin hal yang sama dengan apa yang lo lakuin. Bermuka dua, di depan baik di belakang beda lagi. Gimana gue keren kan bisa ngikutin lo." balas Nanda sambil tersenyum.

"Gila lo!" umpat Tasya. Nanda tersenyum lalu menyandarkan tubuh nya pada wastafel, ia melipat tangan nya di dada.

"Lo pasti mikir setelah kejadian kemarin gue takut sama lo dan nggak berani lawan lo lagi. Tapi lo salah justru kejadian kemarin bikin gue tertantang untuk membuat lo tambah kesal sama gue. Kayaknya asik kalo gue gantiin posisi Shafira buat jadi pacar nya Kak Adit, gue yakin lo pasti kepanasan. Kipas mana kipas!" kata Nanda. "Em bentar, nanti lo kira-kira kalo itu kejadian mau ngapain gue lagi ya? Tangan gue kan udah oh kaki mungkin. Mau buat gue lumpuh kali ya."

Tasya terdiam, wajah nya memerah menahan emosi. Tangan nya mengepal ingin sekali menghajar cewek yang ada di hadapan nya.

"Luka yang lo buat di tangan gue. Nggak berarti apapun. Cuma bengkak masih bisa gue gerakin. Atau gue lepasin aja kali ya." Tangan kanan Nanda meraih perban yang ada di tangan kiri nya lalu membuka nya dengan perlahan. Perban nya itu lempar pada tempat sampah yang berada di belakang Tasya. "Cuma biru dikit. Lo mau nambahin lagi sekarang sampe tulang gue patah?"

"Oke kalo itu mau lo. Silahkan kalo bisa. Lo tunggu kejutan dari gue selanjutnya." Tasya berjalan melewati Nanda dan keluar dari toilet. Nanda terdiam sambil memandangi Tasya dengan tatapan sinis.

Setelah Tasya keluar, ia membalikkan badan nya dan menatap bayangan diri nya yang ada di cermin. Lalu pandangan nya beralih pada tangan kiri nya yang masih bengkak.
"Nenek lampir gila dasar! Dia tuh nyebelin banget harus digituin dulu biar nggak seenaknya sama orang. Dipikir gue takut apa."

Nanda menendang tempat sampah yang ada di dekatnya dengan kesal. "Arghhhh!" teriaknya. Pandangan nya terhenti pada sebuah kalung yang berada tak jauh dari tempat nya berdiri. Ia berjalan mendekat dan mengambil kalung itu.

"Kalung logo I.N dengan huruf A di bawahnya?" ujar Nanda sambil memandangi kalung itu lekat-lekat.

"Ini bukan nya kalung anak Ineffable? Yang inisial nya A siapa?" Nanda berpikir sambil mengetukkan jari nya di kening, mencoba mengingat. "Kak Adit? Ini punya dia?" Nanda langsung membuang kalung itu ke sembarang arah.

"Iuwww!! Punya tuh cowok nyebelin!" Nanda langsung mencuci tangan nya menggunakan sabun. Lalu ia mengeringkan tangan nya itu dengan tissue.

"Eh tapi, kayaknya kalung ini ada manfaat nya juga." kata Nanda sambil tersenyum jahil. Lalu ia mengambil kalung itu kembali dan memasukkan nya ke dalam saku seragam nya.

***


Terima kasih telah membaca cerita Mellifluous Ineffable

Jangan lupa vote dan komen nya

See you

MELLIFLUOUS INEFFABLE: My Destiny Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang