57.

1.9K 156 24
                                    

Ketika Mina menginjak tangga teratas, dia melihat Alva memosisikan diri di depan pintu kamarnya yang tertutup. Ragu, Mina melangkah perlahan dan berhenti tepat di depan Alva sambil menenteng belanjaannya.

"Minggir. Gue mau masuk."

Alva tersenyum miring. "Baru berapa hari lo di sini? Berani ngegertak gue?"

Mina tahu bicara dengan Alva hanya akan membuatnya ikut emosi. Bukannya takut, Mina sangat berani menantang cowok itu. Di sini Mina merasa tak seharusnya Alva membencinya. Dirinya tak salah. Mamanya juga tak punya salah apa-apa.

Mina mengarahkan tangannya ke gagang pintu untuk masuk dengan cepat. Alva bergerak cepat menahan pergelangan tangannya dan cowok itu langsung membuka pintu dan membawa Mina ke kamar mandi. Mina sontak melepaskan semua tali tas belanjaannya ke lantai.

Alva menarik rambutnya dengan kencang. Saat itu Mina sadar, dia tak bisa berbuat apa-apa. Tak ada Papa. Tak ada yang bisa menghentikan semuanya. Air dari keran terus mengalir mengisi wastafel yang sengaja disumbat.

Mina memandang kosong genangan air yang nyaris penuh. Kepalanya didorong oleh Alva dan wajahnya tenggelam di dalam wastafel itu.

"Jawab yang jujur." Alva menarik rambut Mina keluar dari air. Dipandanginya Mina dengan kesal. "Di mana Nyokap lo sekarang?"

"Kalau gue kasih tahu, emang lo mau apa?" tanya Mina serak. Matanya mulai memerah karena air keran yang masuk.

"Apa lagi? Mau gue bunuh, tapi pertama-tama lo harus gue bunuh dulu."

Mina tersenyum dalam tangis. "Kalau gitu, bunuh aja sekarang."

Alva langsung terdiam.

"Kenapa? Nggak berani, ya?"

Setelah mengatakan itu, Alva kembali mencelupkan wajah Mina di dalam air. Mina menahan napas meski juga harus menahan rasa takut.

Satu menit Alva menggila, tak ingin menarik Mina keluar. Mina tak bergerak, membuat Alva mengernyit. Dengan cepat dia menarik rambut Mina lagi agar menjauh dari air itu. Mina mengambil napas cepat. Alva langsung mendorongnya ke lantai menyadari cewek itu masih hidup.

"Gue bakalan cari sendiri." Alva kemudian pergi.

"Cari aja kalau ketemu." Mina tertawa dengan mata berkaca-kaca. Alva berhenti dan berbalik kepadanya lagi. "Maksud lo apa nyiksa gue dan pengin nyakitin Nyokap gue? Kalau memang Nyokap gue nggak ngerebut Nyokap lo dari Papa, lo tetep akan benci Nyokap gue, kan? Karena lo cuma mau tahu Nyokap gue itu yang udah ngancurin keluarga kalian. Lo cuma pengin tahu itu sekalipun gue udah kasih tahu faktanya."

"Udah ngomongnya?"

Mina mengepalkan tangannya. "Belum."

Alva kemudian terdiam. Mina juga tidak ingin mengatakan apa-apa, berbanding terbalik dengan perkataannya. Ketika Alva bergerak, Mina pikir cowok itu akan memukulnya. Nyatanya, Alva berbalik keluar dari kamar mandi.

Mina meremas rambutnya yang terkena air, lalu keluar dari kamar mandi dengan perasaan berkecamuk. Dilihatnya Karen berdiri diam di kamarnya, memandangnya jijik.

"Habis ngapain kalian di kamar mandi?" Karen mengerutkan kening. "Wah, lo habis ngegoda Kakak gue, ya? Jijik tahu nggak?"

"Oh itu yang lo pikirin? Otak lo isinya kayak gitu, ya? Bersihin otak lo dulu sana baru ngomong." Mina tidak bisa menahan kesabarannya sehingga mengatakan sesuatu apa adanya.

"Bajingan!" Karen menghentakkan kaki, melangkah buru-buru menghampiri Mina dan menampar Mina dengan cepat. "Lo sadar diri, dong! Udah numpang di sini malah belagu. Sekarang lo malah ngegoda Kakak gue? Nggak ada bedanya lo sama Nyokap lo."

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang