Jika tidak bisa bersuara, maka sebaiknya bertindaklah.
💮💮💮
Mikaela tidak bisa tidur meski jam sudah menunjukkan angka 12 malam. Gadis itu masih berguling-guling di atas kasur sambil sesekali mengecek ponselnya. Dia khawatir, menunggu kabar dari Delan yang dia harap baik-baik saja. Tapi sepertinya tidak mungkin, Delan tidak pernah pulang dengan keadaan baik setelah melakukan tugasnya.
Mikaela harus kecewa karena ternyata Clao dan Delan ada dalam tugas yang berbeda. Dia sudah menghubungi Clao menanyakan di mana laki-laki itu dan jawabannya di rumah. Kata Clao dia tidak ada giliran pada bulan ini, laki-laki itu lebih memilih menjaga daripada ikut bertugas.
Entah ini sudah kali keberapa, tapi tangan Mikaela masih saja kembali mengambil ponsel dan melirik notifikasi seperti sebelumnya. Masih kosong, tidak ada satu pun pesan balasan dari Delan.
Suara mobil dari luar menuntun dirinya untuk bangun, tentu dia langsung menuju jendela dan melihat siapa yang tengah malam begini pergi dari rumah. Ternyata Papa-nya, Mikaela sedikit lega karena bukan mama-nya yang pergi. Sayang, rasa lega dari Mikaela menguap begitu mobil mama-nya juga keluar setelah itu.
Melangkah cepat Mikaela mengambil jaket, dompet, dan juga ponselnya, dia tentu harus keluar memastikan mama-nya tidak menemui Delan. Obrolan mereka tadi berakhir sengit karena Mikaela tidak bisa menjauh dari Delan.
Mengambil motor dari garasi, Mikaela segera keluar rumah. Dia benar-benar tancap gas guna mengejar mobil mama-nya.
💮💮💮
M
enyesal adalah satu-satunya kata yang Mikaela punya sekarang. Gadis itu mengumpat pelan karena harus menemukan fakta bahwa mama-nya kini mengikuti mobil papa-nya yang berhenti di depan sebuah hotel. Mobil keduanya sudah terparkir di depan hotel. Papa-nya sudah masuk ke dalam, sedangkan mama-nya masih berdiri di depan mobil.
Selisih lima menit, Mela masuk dan Mikaela jelas mengikutinya dari jauh. Gadis itu mendengar dengan saksama ruang mana yang ditanyakan oleh mama-nya. Setelah itu, dia menunggu lift tertutup barulah dia mengikuti melalui tangga. Lantai teratas, kamar nomor 511.
Mikaela sampai saat mama-nya sudah di depan ruang kamar yang dituju. Gadis itu melihat dari balik tembok dekat tangga karena hanya di sana dia dapat bersembunyi. Memang cukup jauh, tapi setidaknya dia masih bisa mendengar dan melihat dari sini dengan jelas.
Terlihat Mela mengetuk pintu beberapa kali, kemudian sosok wanita yang lebih mudah keluar dari sana. Mama-nya tampak marah dan menyeret gadis itu, kemudian papa-nya, Januar, keluar dari ruang kamar.
"Apa-apaan kamu, Mela?"
Mikaela tidak menduga bahwa papa-nya masuk dan satu kamar dengan sekertarisnya. Dia kira papa-nya tidak main-main dengan ucapannya selama ini yang menentang hubungannya dengan si sekertaris. Namun, apa? Apa ini yang ada di depan Mikaela?!
Dia tidak mengerti. Gadis itu hanya mampu meremas pelan ponselnya.
"Kamu yang apa-apaan! Ke kamar berdua dengan dia yang katanya bukan selingkuhan kamu?!"
"Kamu salah paham–"
Plak. Mama-nya menampar Januar. "Saya sudah membuktikan, jadi tidak perlu mengelak lagi."
Mikaela tidak bisa untuk tidak terpejam. Dia merasakan apa yang mama-nya rasakan. Dikhianati? Itu adalah sesuatu yang akan Mikaela letakan pada bagian paling atas list hal-hal yang dia benci.
"Mela, kamu benar-benar salah!"
"Saya tidak peduli, apa yang di depan saya sudah membuktikan semuanya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Starting from A Broken Heart [End]
Teen FictionDimohon dengan sangat untuk follow akun ini terlebih dahulu💛 Kenapa? Karena kalau up cerita biar ga ketinggalan dan juga demi kebaikan bersama. 16+ Di bawah itu jangan baca ya 😂 . . . Mikaela dan Delan, siapa yang tidak mengenal mereka? Bak putri...