.38. Berita

307 37 4
                                    

Benar kata orang, setiap duka bisa saja membawa bahagia setelahnya, begitu pun sebaliknya.

💮💮💮

Mikaela menyandarkan tubuhnya pada dada Delan yang terlapis kos merah maroon. Kepalanya dielus lembut oleh Delan meski mata laki-laki itu fokus menatap televisi. Tangan Mikaela memegang toples keripik untuk camilan. Sesekali juga dia menyuapi delan.

Mereka sedang menonton sinetron yang akhir-akhir ini booming. Bukan karena suka alay-alay, tapi kepepet karena para bola apartemen Delan belum dipasang.

Mereka berdua baru saja selesai membereskan sisa-sisa kekacauan tiga hari lalu saat pindah ke sini. Mumpung libur, mereka jadi gotong royong membersihkan apartemen baru.

"Clao ada kabar, De?" tanya Mikaela, dia cemas karena sudah hampir empat hari laki-laki itu belum juga kembali.

Delan membuka mulut menerima suapan keripik dari Mikaela. "Nggak mungkin dapet, Mikaela. Terakhir lihat juga di tivi."

Mikaela menunduk, terlihat sedih. "Gue khawatir, De."

Delan mengecup pucuk kepala Mikaela singkat. "Dia pasti baik-baik aja. Berita muncul, pasti tu anak udah sampai sini lagi."

"Kalau ketangkap gimana, De?"

"Siapa pun yang tertangkap ya harus terima hukuman tanpa buka mulut. Nanti ada orang dari papa kamu yang awasin kita di penjara. Terus, kalau kita beruntung bakalan dapat hukuman penjara, tapi kalau enggak ya hukuman mati."

"Serem."

Delan tertawa mendengarnya. "Seserem itu emang. Tapi sesuai dengan bayarannya."

"Kalau Clao atau lo dihukum mati, sia-sia dong gaji gedenya," keluh Mikaela. Gadis itu kembali memasukan keripik ke dalam mulut.

"Makanya ini gue pake buat nyenengin lo."

"Kalau lo dipenjara atau mati, siapa yang bayar apartnya?!"

Delan mencium pipi Mikaela sekarang. Dipeluknya dengan hati-hati tubuh Mikaela yang masih ada bekas lukanya. "Gue cicil ini dua tahun. Selama itu gue pastiin gue bakalan hidup. Gue bakalan sama lo terus, bahkan sampai tua harus lihat lo. Gue nggak mau rambut ini berubah jadi putih tanpa ada gue."

💮💮💮

"Mayat seorang laki-laki ditemukan di sebuah rumah kosong dekat kantor kepala DPRD Kota Makassar. Mayat ini ditemukan oleh seorang warga karena tidak sengaja melihat tulisan seperti petunjuk jika ada mayat."

"Sampai saat ini polisi belum bisa menemukan petunjuk apapun. Mayat ini terluka dengan tangan berlumuran darah."

Delan tersenyum puas mentap berita di televisi yang benar-benar memenuhi seluruh stasiun tv. Apalagi berita ini diiringi dengan berita korupsi besar-besaran oleh si korban.

Permainan rapih karena tanpa jejak sedikit pun.

"Bunuh diri itu, De?" Mikaela mendudukkan dirinya dengan secangkir coklat panas di genggamannya.

Delan menoleh menatap Mikaela yang fokus menonton berita.

"Iya, frustrasi karena kebanyakan korupsi," jawab Delan.

Mikaela mengangguk, dia mulai menyeruput coklatnya.

"Kebanyakan duit bikin stres emang. Toh segalanya bukan tentang uang. Nggak jamin bikin bahagia."

"Tapi segalanya pakai uang, Mikae. Gue juga nggak akan berani deketin lo kalau nggak punya uang," kata Delan jujur.

Mikaela mengerti, meski Mikaela bilang menerima Delan dengan keadaan apapun, tetap saja laki-laki tidak akan pede berdekatan dengannya. Terlebih mama-nya kerap menyindir Delan. Sampai-sampai laki-laki itu tidak pernah mau masuk ke rumahnya walaupun orang tuanya tidak di rumah.

Dering ponsel Mikaela menghentikan percakapan mereka. Gadis itu menunduk mengambil ponselnya yang terletak di atas meja. Refleks dia mendengus saat nama kontak mama-nya tertera di layar yang menyala.

"Siapa?" Delan merangkulnya, ikut menunduk menatap ponsel Mikaela yang masih berdering. Mungkin karena tahu mama-nya yang menelpon, Delan langsung menjauh.

"Angkat, gue ke belakang dulu," katanya sebelum menjauh.

Mikaela menatap punggung Delan dengan lesu, tangannya memang menggeser icon hijau di layarnya, dan mendekatkan ponsel itu ke telinganya. Tubuh Mikaela pun bersandar ke sandaran sofa.

"Ada apa?"

"Kemana kamu? Saya ke tempat Delan katanya dia pindah."

Nadanya terkesan marah. Menggebu-gebu membuat Mikaela kesal sendiri. Memangnya ada urusan apa sampai-sampai harus mencari Mikaela? Bukankah harusnya masih sebulan lagi mama-nya akan pulang karena dia belum lama ini bilang akan liburan.

Mikaela aneh sendiri sebenarnya. Setelah memergoki papa-nya selingkuh, mama-nya malah tidak menggugat cerai. Padahal kalau Mikaela di posisi sang mama, sudah pasti dia akan menggugat cerai.

"Bukannya terserah saya? Saya sudah izin sama papa."

"Kamu pikir yang melahirkan kamu itu papa kamu, heh? Saya tidak suka kamu berkeliaran dengan laki-laki miskin itu, Mikaela!"

"Dia separuh Mikaela, Ma. Nggak ada yang perlu Mama nggak suka karena Delan bakalan jagain Mikaela."

"Kamu percaya dengannya? Mikaela, kamu benar-benar nggak tahu apapun. Pulang sekarang!"

Mikaela emosi. Dia tidak mengerti bagaimana cara mama-nya itu berpikir. Lagi pula Mikaela dan Delan akan saling melindungi.

"Ma, Delan nggak kaya papa. Dia bertanggung jawab, lagi pula dia nggak akan macem-macem!"

"Kamu mengejek rumah tangga saya, hah?! Senang kamu?!"

Tut. Mikaela segera mematikan sabungannya. Gadis itu menutupi matanya dengan lengan sebelah kiri. Napasnya berembus kasar karena perdebatan itu.

Tiba-tiba dia merasa Delan memeluknya dari belakang. Laki-laki yang menjabat sebagai pacarnya sekarang menempelkan pipinya ke pipi Mikaela. "Kenapa? Ribut lagi, ya?"

Mikaela bergumam. Dia tahu, meski Delan sering dihina oleh mama-nya, Delan tidak pernah marah. Laki-laki itu bahkan tampak baik-baik saja dan pasrah. Pasti dia hanya akan berkata itu kenyataan, dia memang tidak punya apa-apa, dan dia memang yatim piatu yang tidak pernah diajarkan hal-hal baik oleh orang tuanya. Lagi pula, bagaimana bisa orang tuanya mengajarkan sesuatu padanya jika Delan saja dulu besar di panti asuhan hingga akhirnya bertemu kelompok itu dan diberikan sebuah kos-kosan kecil dulu. Sekarang dia bisa membiayai hidupnya tanpa bantuan, meski uang itu memang dia hasilkan dari kelompok itu.

"Mama nyuruh pulang."

"Turutin aja."

Mikaela membuka matanya, menjauhkan wajah mereka dan menatap Delan dengan tajam. "Lo tuh kenapa lemah begini sih hadapin mama?! Ini lo tuh sangar harusnya, masa iya nggak ada usaha tahan gue?!" Mikaela mencak-mencak.

Delan yang kena sembur langsung tertawa. Dia melompati sandaran kursi dan duduk di depan Mikaela. Tangannya terulur segera meraih Mikaela ke dalam pelukannya.

"Gue ini nggak mau jadi posesif, kalau lo mau pulang ya pulang aja. Tapi kalau lo mau sama gue ya gue seneng."

"Tapi gue maunya diposesifin, De!" gerutu Mikaela.

Lagi-lagi Delan tertawa. Dia segera mengelus surai Mikaela dan menumpukan dagunya ke kepala gadis itu.

"Okey, gue bakalan posesifin lo. Jangan nyesel tapi," ucapnya masih dengan tawa.

💮💮💮

Hay, niatnya mau up kemarin, tapi udh jam 11 malem baru dapet setengahnya.. jadi baru sempet sekarang. I'm so sorry guys🥺

Btw, thank you for your vote and comment guys ❤️ makasih juga buat kalian yang masih setia sama Mikaela ❤️

See you next part okey 🥺

-29 Sep 2021

Starting from A Broken Heart [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang