.37. Hari yang ....

342 39 1
                                    

Gue udah sering coba hitung peluang. Hasilnya? Ya jelas nggak tahu, gue nggak bisa caranya.

💮💮💮

Mikaela tersenyum paksa begitu Naura naik ke belakang boncengan Abang ojek yang dia pesan. Begitu gadis itu hilang di telan jalan, Mikaela menatap Delan. Mengajak laki-laki itu untuk segera pulang.

"Keren juga lo, Mikae," celetuk Delan, posisi laki-laki itu yang berjalan di sebelahnya membuat Mikaela enggan menoleh dan menatap wajahnya.

"Gue nggak nyangka lo bisa begitu."

"Gue lebih nggak nyangka lo bisa bikin anak orang berharap."

Delan kicep, tidak lagi bersuara setelah mendengar ucapan Mikaela. Gadis itu sendiri malah tersenyum puas, dia seolah memenangkan debat dua ronde hari ini. Menyenangkan, namun juga mengesalkan.

"Maafin gue, ya?" Delan memakaikan Mikaela helm. Gerakan lembut mengancingkan kaitan helm di bawah dagu Mikaela terkesan dilama-lamakan.

Tubuh Delan sedikit membungkuk, wajahnya sejajar dengan wajah Mikaela yang tertekuk. Di depan Delan memang harus seperti itu, kalau terlihat baik nanti Delan tidak akan kapok.

"Gue nggak lagi deh deket Naura. Gue kemarin cuma takut aja dia jadi incaran kaya lo, Mikaela sayang."

Sialan. Pipi Mikaela terasa panas, bahkan sudut-sudut bibir Mikaela tidak bisa ditahan untuk tidak membentuk lengkung. Hanya perkara dipanggil sayang, pertahanan Mikaela bisa runtuh secepat itu.

"Nah, senyum gitu bikin lo cantik!" ucap Delan sambil menjawil ujung hidung Mikaela. Kemudian Delan menegakkan tubuhnya dan memakai helmnya sendiri.

"Mau naik sendiri apa gue naikin?" Kepala Delan menoleh ke pada Mikaela.

"Kaki gue sehat," jawab Mikaela kembali ketus.

Delan terkekeh mendengarnya. Meski begitu, dia tetap membiarkan Mikaela dengan mode ngambeknya yang kembali. Delan memilih menaiki motornya.

Setelah Mikaela duduk di belakang Delan, tangannya seketika ditarik hingga melingkari perut laki-laki itu. Dagu gadis itu menempel di bahu Delan dengan helm mereka yang berbenturan kecil.

"Delan?!"

"Pegangan, gue takut lo kebawa angin," guraunya.

💮💮💮

"Jangan mie lagi!"

Mulutnya menganga lebar. Matanya menatap nanar pada mie instan yang sudah Delan kembalikan ke dalam kabinet. Mikaela hanya ingin makan mie sedikit saja untuk mengganjal perut sambil menunggu mobil yang menjemput barang-barang mereka datang. Lagi pula Mikaela seperti itu sudah lama tidak memakan mie instan, dia bahkan lupa kapan terakhir dirinya makan makanan terenak itu.

"De, mau itu ... dikit aja!"

"Itu mie terakhir di kabinet. Nggak mubazir apa? Nanti pasti nggak akan kemakan," ucap Mikaela.

Delan masih menahan pintu kabinet yang terletak di atas meja, lebih tinggi sedikit dari kepala Mikaela.

"Kalau sakit siapa yang tanggung?"

Starting from A Broken Heart [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang